Saturday, July 31, 2004

40% Irigasi di Tasik tidak Optimal (40% of irrigation in Tasik not optimised)

Source: Pikiran Rakyat

TASIKMALAYA, (PR).-

Sekira 40% saluran irigasi yang ada di wilayah Kota Tasikmalaya saat ini diperkirakan fungsinya sudah tidak optimal. Kenyataan itu terjadi selain disebabkan tingginya tingkat pendangkalan, diperparah banyaknya dinding saluran irigasi yang bocor di beberapa lokasi.

'Hampir 40% saluran irigasi sekunder, pembuangan, dan tersier yang ada di Kota Tasik kini tidak bisa berfungsi optimal. Itu menjadi salah satu penyebab tingginya kehilangan air di perjalanan,' kata Kasi Operasi Pemeliharaan Jaringan Irigasi Pemerintah, Dinas Pekerjaan Umum Kota Tasikmalaya, H. Dasep Hermawan, Kamis (29/7).

English Translation

Approximately 40% the available irrigation channel in the Tasikmalaya City territory at this time was estimated by his function was already not optimal. The fact happened apart from being caused by the height of the level of the trivialising, was aggravated the number of walls of the irrigation channel that leaked in several locations.

"Almost 40% the secondary irrigation channel, the disposal, and tertiary available in the Tasik City currently could not function optimal." That to one of the causes of the height lost the water in the trip, said Kasi the Operation of the Maintenance of the Network of the government Irrigation, the Tasikmalaya Service of the City Public Works, H. Dasep Hermawan, on Thursday (29/7).


Menurutnya, kondisi itu membuat beberapa daerah, khususnya yang berada di hilir irigasi seperti Taman Sari, Sumelap, dan Cicariang Kawalu sering kali lebih awal mengalami kekurangan pasokan air setiap memasuki musim kemarau. Daerah yang areal lahannya diperkirakan rawan kekeringan seluruhnya tersebar di lima kecamatan. Sementara luas total areal lahannya mencapai 155 ha, terdiri dari Tamansari 23 ha di 8 desa, Indihiang 57 ha di 13 desa, Cibeureum 40 ha di 15 desa, Kawalu 20 ha di 10 desa, dan Mangkubumi 15 ha di 8 desa.

'Kebocoran teknis masih banyak yang perlu diperbaiki. Meski demikian, terbatasnya anggaran membuat perbaikan mengutamakan daerah-daerah yang masuk kategori rawan kekeringan,' tegas Dasep. Wali Kota Tasik H. Bubun Bunyamin dalam sidang paripurna mengungkapkan, menyikapi permasalahan penggunaan air irigasi, pemkot telah mengajukan rancangan perda tentang irigasi guna mengatur tatanan irigasi. Pasalnya, air merupakan milik bersama yang dikonsumsi tanpa biaya dan menjadi sumber daya ekonomi. "

Read more!(Selengkapnya)

Friday, July 30, 2004

Pemkab Kuningan Ancam Setop Air ke Kota Cirebon (Pemkab Kuningan Threatens to stop water supply to the City of Cirebon)

Source: Pikiran Rakyat

Jika tidak Ada Penambahan Kontribusi
Pemkab Kuningan Ancam Setop Air ke Kota Cirebon

KUNINGAN, (PR).-
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuningan akhir-akhir ini tengah berupaya meminta Pemkot Cirebon meningkatkan kontribusi atas pemanfaatan air dari wilayahnya. Karena, kontribusi yang selama ini diberikan Pemkot Cirebon ke Kab. Kuningan, nilainya sangat tidak sepadan dengan anggaran yang harus dikeluarkan Pemkab Kuningan untuk memelihara kelestarian dan kesuburan mata air yang selama ini menjadi andalan Pemkot Cirebon.

Terkait dengan masalah tersebut, Bupati Kuningan H. Aang Hamid Suganda yang ditemui "PR" usai memimpin upacara Hari Anak Nasional 2004 tingkat Kabupaten Kuningan di halaman Pendopo, Kamis (29/7) menyatakan, belakangan ini pihaknya telah merencanakan untuk membuat Memorandum of Understanding (Mou) khusus mengenai hal itu dengan pihak Pemkot Cirebon.

English Translation

If not having the Increase in Kontribusi
Pemkab Kuningan Threaten stopped the Water to the Cirebon City

Kuningan, (PR).
- the Government of the Regency (Pemkab) Kuningan lately was trying to ask Pemkot Cirebon to increase the upper contribution of the utilisation of the water from his territory. Because, the contribution that uptil now was given Pemkot Cirebon to Kab.
Kuningan, he thought really not in accordance with the budget that must be dismissed Pemkab Kuningan to maintain conservation and the fertility of the spring that uptil now became the mainstay of Pemkot Cirebon.

Related with this problem, the H. Aang Hamid Suganda Kuningan Regent that was met by "PR" after leading the National ceremony of the Child's Day of 2004 levels of the Kuningan Regency in the page of the Hall, on Thursday (29/7) stated, in recent times his team has planned to make the Memorandum of Understanding (the Mou) especially about that with the team of Pemkot Cirebon.


Namun, nota kesepahaman yang pada dasarnya sudah mendapat respons dari Pemkot Cirebon tersebut, tuturnya, hingga saat ini belum terwujud. "Kendalanya, Pemkot Cirebon sampai saat ini belum memberikan kepastian kepada kami kapan akan mengadakan MoU-nya. Bahkan, sampai sekarang terus mengulur-ulur waktu dan saya menilai Pemkot Cirebon sepertinya tidak ada itikad baik," ujarnya.

Mempertanyakan

Sementara itu, lanjutnya, masyarakat Kuningan di sekitar mata air untuk Kota Cirebon, akhir-akhir ini kerap mempertanyakan dan menuntut kontribusi atas penyaluran air ke Cirebon yang bersumber dari mata air di lingkungannya. Bahkan, tak jarang Pemkab Kuningan diminta menyetop suplai air ke Cirebon dan mengalihkannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di sekitar mata air tersebut.

Ditanya hal apa saja yang dirancang dalam MoU tersebut, Aang menyebutkan, pada intinya pihak Pemkab Kuningan ingin mendapat kontribusi yang jelas dari Pemkot Cirebon atas pengambilan airnya dari wilayah Kabupaten Kuningan. Bahkan, karena kebutuhan air di Cirebon selama ini dinilai lebih banyak ditunjang dari Kuningan, untuk itu Aang berharap dana reboisasi Pemkot Cirebon sebagian besar diarahkan untuk mereboisasi lahan penunjang ketersediaan air bagi Cirebon yang ada di Wilayah Kuningan.

Terkait dengan belum adanya kepastian penandatanganan MoU itu sendiri, Bupati Aang menyebutkan dalam waktu dekat pihaknya akan menanyakan lagi hal itu ke pihak Pemkot Cirebon. "Kenapa sih untuk mengadakan MoU saja, Pemkot Cirebon terus saja ngulur-ngulur waktu, apa airnya harus kami setop dulu?" tandasnya.

Read more!(Selengkapnya)

16 Sumur Bor PDAM Ditutup (16 PDAM artesian wells closed)

Source: Pikiran Rakyat

BANDUNG, (PR).-
Meski kemarau baru terjadi beberapa minggu terakhir, namun dampaknya sudah mulai dirasakan terutama oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung. Perusahaan itu terpaksa harus menutup 16 dari 25 sumur bor lokal karena tidak lagi menghasilkan air. Pelanggannya pun sudah mulai mengeluh kekurangan pasokan air.

Sementara itu, Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral (Dirjen GSM) Simon Sembiring menyatakan, pemanfaatan sumber air tanah di berbagai kota besar di Indonesia, masih belum memenuhi asas keadilan. Di satu sisi, golongan masyarakat kaya bisa dengan mudah mendapatkan akses air tanah dengan mudah dan murah, sebaliknya kalangan miskin justru memperolehnya dengan susah payah dan harus menebusnya dengan harga tinggi," ujar Simon, pada lokakarya "Kebijakan Nasional Air Tanah" di Auditorium Geologi Bandung, Kamis (29/7).

English Translation

Although dry just happened several last weeks, but his impact has begun to be felt especially by the Company of the Area of the Drinking Water (PDAM) the Bandung City.  The company be forced must close 16 from 25 local artesian wells because no longer produced the water. His customer then has begun to complain the lack of water supplies.

In the meantime, Director General Geologi and Mineral resources (the GSM Director General) Simon Sembiring stated, the utilisation of the source of the ground water in various cities in Indonesia, still not has filled the justice principle.  On the one hand, the rich group of the community was able easily to obtain ground water access easily and cheaply, conversely the poor circle precisely received him with great difficulty and must redeem him by the high price, said Simon, to the "National policy" workshop of the "Ground Water" in the Bandung geological Auditorium, on Thursday (29/7).


Penutupan sumur bor miliki PDAM, diakui oleh Humas PDAM Kota Bandung Meliana saat dihubungi "PR", kemarin. "Penutupan sumur bor itu tidak sekaligus tapi bertahap. Kini tinggal 9 sumur bor yang masih beroperasi, namun kapasitasnya terus menurun," ungkap Meliana, di ruang kerjanya.

Dia menjelaskan, sumur artesis yang di tempatkan di Bandung Barat dan Bandung Selatan, juga mengalami penurunan. Para pelanggan PDAM yang sumbernya dari sumur artesis, seperti masyarakat Cijerah, Holis dan sekitarnya sudah merasakan dampaknya.

Warga Cijerah, Dedi, mengungkapkan sudah dua hari ini air ledeng tidak ngocor. Kalaupun ada, waktunya tidak lama paling dua atau tiga jam saja. Ia berharap agar PDAM mengatasi masalah itu.

Hilangnya sumber air, menurut Meliana , lebih disebabkan oleh kerusakan lingkungan dan ditebangnya pohon-pohon besar di Kota Bandung. Sedangkan kawasan serapan air berubah fungsi menjadi gedung dan perumahan. Satu-satunya cara memenuhi kebutuhan air untuk 143.365 pelanggan di Kota Bandung, dengan cara memanfaatkan 12 sumber mata air dan air permukaan dari hulu Sungai Cisangkuy, Cikapundung, dan Cibeureum yang berada di Kab. Bandung. Kapasitasnya ditambah denga sumur artesis, PDAM masih bisa menghasilkan 2.500 kubik/detik.

"Angka ini masih bisa dibilang stabil meski di beberapa wilayah terpaksa harus digilir. Mudah-mudahan saja kemarau tidak berlangsung lama," ujar Meliana berharap.

Masalah manajemen

Lebih lanjut Dirjen GSM, mengungkapkan, contoh tidak adilnya pemanfaatan sumber-sumber air, adalah air bersih dengan harga murah yang dikelola PDAM, kebanyakan hanya diakses oleh mereka dari golongan menengah ke atas. Sebaliknya masyarakat dari golongan miskin dan tinggal di pedesaan, justru harus mendapatkan air bersih secara eceran dengan harga yang lebih mahal.

"Hal ini menjadi salah satu persoalan yang dihadapi dalam manajemen pemanfaatan air tanah ini," ujarnya.

Ia memaparkan, dari tahun ke tahun pengambilan air tanah terus mengalami peningkatan. "Lebih-lebih di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Denpasar, dll. Meningkatnya pengambilan air tanah untuk pemenuhan kebutuhan air, menimbulkan berbagai persoalan lingkungan dan sosial di berbagai tempat. Beberapa cekungan air tanah (CAT) yang telah mengalami hal seperti itu adalah di Jakarta, CAT Bandung, CAT Semarang-Demak, dan CAT Denpasar.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jabar Ismail Hasjim, memaparkan, bila tidak segera dilakukan pengendalian, pada 2013 luas zona kritis di CAT Bandung akan bertambah sebesar 60% atau sekira 9,8 km2. "Dengan asumsi pemanfaatan air bawah tanah oleh masyarakat dan industri tetap. Padahal pengambilan untuk kepentingan industri mengalami peningkatan lebih dari 30%/tahun,” katanya.

Oleh karenanya, kata Ismail, untuk zona kritis, pemulihan dilakukan dengan pengurangan debit pengambilan air bawah tanah sebesar 8%/tahun. Untuk zona rawan, dikurangi 5%/tahun dan penambahan resapan air ke dalam tanah 4%/tahun.

Read more!(Selengkapnya)

Wednesday, July 28, 2004

Textile companies in Bandung to be relocated away from river

Source: The Jakarta Post


(Image prepared by PT MS Water)

Yuli Tri Suwarni, Bandung

The government plans to relocate hundreds of textile companies in Bandung regency, West Java, to an integrated industrial area in Cipeundeuy, Cikalong Wetan, in an effort to stop waste from being dumped into the Citarum River.

State Minister for the Environment Nabiel Makarim said here on Tuesday the plan was discussed last Friday with Bandung Regent Obar Sobarna, West Java Governor Danny Setiawan and textile businesspeople.

"If they (the companies) are centered in an industrial estate, the management of their waste will be integrated. It will therefore be better for the environment," Nabiel said after attending a ceremony for a tree planting program in Banjaran, some 14 kilometers from downtown Bandung.

The relocation would also be economically advantageous for the companies and would cut their production costs, he said.

The minister said the price of land in the proposed industrial area was relatively cheap. This would allow the companies to use their profits from selling their current land to buy modern machinery after moving to the new location.

"With modern equipment, they will be able to compete with Vietnam and Cambodia in textile production in terms of quality and quantity. Currently, they cannot compete because they use old machines bought in 1990s," Nabiel said.

Regent Obar Sobarna confirmed the plan to relocate the textile firms, but said it still needed to be discussed with the company owners and a feasibility study had to be completed.

The regent said his administration was in the process of clearing between 1,500 and 2,500 hectares of land belonging to farmers in Cipeundeuy for the new integrated industrial area.

"What is called the Padalarang or Majalaya industrial zone was actually not designed for that purpose, so there is no adequate infrastructure prepared for companies there," Obar added.

The new Cipeundeuy industrial estate will be able to accommodate more than 500 factories, he said.

In Bandung, there are more than 500 textile companies registered with the local administration. Most of them are large factories.

Bandung environment office head Mulyaningrum said that based on a survey by her office and Padjadjaran University, the city has at least 208 textile companies in 19 districts that produce liquid waste.

They dump a total of 80,000 tons of liquid waste into Citarum River last year, she said. "Solid waste is also dumped there," she added.

Mulyaningrum said the amount of liquid waste dumped into the river reached up to 2,342 cubic meters per second. "It would be better for the factories to be relocated so their waste management could be integrated," she said.

Read more!(Selengkapnya)

Cegah Kasus Buyat Terjadi di Citarum (Re: Heavy Metal Pollution of Citarum River)

Source: Pikiran Rakyat

BANDUNG, (PR).-
Pemerintah diminta segera membentuk tim yang independen untuk meneliti keberadaan logam berat dengan toksisitas tinggi yang telah mencemari air Sungai Citarum. Hasil penelitian tim yang terdiri dari sejumlah ahli berbagai disiplin ilmu itu tidak hanya dilaporkan ke pemerintah, tapi juga dipublikasikan secara luas dan transparan kepada publik.

"Ini persoalan serius karena sudah menyangkut urusan nyawa manusia dan anak cucu kita, sehingga tak bisa lagi dianggap enteng. Kami minta pemerintah segera melakukan upaya-upaya segera, jangan sampai menunggu kasus Buyat terjadi di Citarum, baru pemerintah bereaksi," ujar Ketua Koordinator Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL), Drs. Hilmi Salim, M.Sc. saat ditemui di PPSDAL, Selasa (27/7).

English Translation (Courtesy MS Water)

The Government was asked immediately to form the independent team to research the heavy existence of metal with contain high toxide that polluted the Citarum river. The results of the research team that consisted of several experts of various discipline only were not reported to the government, but also was published widely and transparently to the public.

"This is serious problem because of being related to the human life and our grandchild, so could not be considered light. We asked the government to carry out efforts immediately, and do not wait the Buyat case happen in Citarum, just the government reacted”, the Chairman and the Environment of the Coordinator of the Laboratory of the Center of the Research of Nature resources (PPSDAL), Drs. Hilmi Salim, M. Sc said when being found in PPSDAL, on Tuesday (27/7). * Additional english translation available at end of article *


Ditegaskannya, urgensi pembentukan tim yang concern terhadap lingkungan ini karena ketercemaran aliran Sungai Citarum dari logam-logam berat seperti timbal (Pb), seng (Zn), besi (Fe), krom (Cr), dan merkuri (Hg), sudah berlangsung lama. Untuk itu, langkah pemeriksaan harus segera dilakukan.

Selain terhadap sampel air Sungai Citarum, lumpur Waduk Cirata, Saguling, dan Jatiluhur serta planktonnya, menurut Hilmi, pemeriksaan juga harus dilakukan terhadap warga sekitar yang terbiasa mengonsumsi ikan dari Waduk Saguling dan Cirata. "Kadar merkuri dalam tubuh manusia bisa dideteksi melalui pemeriksaan terhadap rambut, darah, urine, maupun fesesnya," katanya.

”Septic tank” raksasa

Sejak tahun 1982, lanjutnya, PPSDAL sudah mulai mengingatkan akan bahayanya kandungan logam-logam berat di Waduk Saguling yang berasal dari aliran Sungai Citarum. Pemantauan yang dilakukan setiap tiga bulan sekali mendapati kadar logam berat selalu naik dari tahun ke tahun. Hasil pemantauan selalu dilaporkan kepada instansi terkait. "Tapi sampai sekarang belum ada langkah nyata dari pemerintah," ujarnya menyesalkan.

Hasil pemantauan terakhir menunjukkan, ikan yang hidup di Waduk Saguling atau Sungai Citarum secara umum mengandung unsur logam berat, seperti Zn, H2S, Fe, Mn, Cr, dan Hg. "Sebenarnya Waduk Saguling dan Cirata sudah tidak layak lagi dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya ikan," katanya.

Dikatakannya, selain sampah rumah tangga, sumber pencemar sungai berasal dari industri di kawasan Bandung yang dibuang ke Sungai Cikapundung kemudian masuk ke Citarum. Begitu juga limbah industri dari kawasan industri Banjaran yang dibuang ke Sungai Cisangkuy dan mengalir ke Sungai Citarum serta industri di Majalaya yang langsung mengalir ke Sungai Citarum. "Makanya Waduk Saguling itu seperti septic tank raksasa yang menampung semua limbah baik domestik maupun industri yang masuk ke aliran Sungai Citarum," ujar Hilmi.

Rencana relokasi

Sementara itu, pakar lingkungan hidup dari Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran (Lemlit Unpad) Bandung Dr. Chay Asdak mengharapkan, rencana relokasi industri-industri di wilayah cekungan Bandung ke wilayah lain di Jawa Barat, tidak menjadi dalih untuk mencari tempat lain yang sebetulnya tidak sesuai dijadikan zona kawasan industri terpadu. Relokasi itu harus dipastikan dilakukan di wilayah yang bukan merupakan kawasan konservasi dan hutan alam, kendati memiliki potensi energi untuk dikembangkan.

"Rencana relokasi itu sebetulnya sudah dicuatkan para pemerhati lingkungan sejak 10 atau 15 tahun lalu, karena memang tingkat pencemaran Sungai Citarum yang membelah Bandung dan Jabar sudah sangat kritis. Relokasi itulah solusi yang paling bijak dilakukan dalam situasi sekarang," ungkap Chay Asdak usai rapat dengar pendapat antara para pakar dengan tim pengkaji jalan alternatif Dago-Lembang di Gedung DPRD Jawa Barat, Selasa (27/7). Chay dimintai pendapatnya tentang pencemaran sungai Citarum akibat limbah dan polusi industri.

Hanya saja, tegasnya, dalam pelaksanaannya relokasi itu harus mempertimbangkan wilayah yang akan dijadikan pusat kawasan industri terpadu. "Harus dipilih wilayah yang benar-benar sesuai. Tidak bisa misalnya dilakukan di wilayah penghasil energi panas bumi (geothermal) di Kab. Garut. Meski ada potensi energi, wilayah itu termasuk konservasi dan hutan lindung," ujarnya.

Menurut Chay, secara teknis untuk relokasi harus ada identifikasi terlebih dahulu. "Industri di Cekungan Bandung dan membuang limbah berat terutama ke Sungai Citarum, tentu saja harus dipindahkan. Tapi untuk soft industrial seperti silicon valley yang juga direncanakan dikembangkan ITB di Bandung, tidak menjadi persoalan. Sebab, industri berbasis teknologi itu tidak menghasilkan limbah melampaui batas ambang," katanya.

Antisipatif

Di sisi lain Chay mengkritik kebijakan pemegang otoritas (Pemprov Jabar dan Pemkot/Kab. Bandung) yang dinilainya selalu mengeluarkan tindakan yang reaktif merespons persoalan pencemaran akibat limbah industri. "Kebijakan yang dikembangkan seharusnya bersifat antisipatif, artinya berdimensi jauh ke depan dengan perencanaan dan tindakan yang berkesinambungan. Mereka selalu merespons hanya setelah ada kasus yang dimunculkan publik," ujarnya.

Ia mengatakan data tingkat pencemaran Sungai Citarum selalu dirilis oleh Lembaga Ekologi (PPASDAL) Unpad dalam bentuk time series (berkala) setiap tiga bulan. "Seharusnya itu sudah cukup dijadikan acuan oleh pemegang otoritas, dalam hal ini BPLHD Provinsi Jabar untuk menindaklanjutinya dengan tindakan cepat. Bukankah mereka memiliki man power (SDM) dan peralatan yang memadai untuk melakukannya," ujarnya.

Chay berharap kultur yang sekadar reaktif dari birokrasi pemerintahan itu bisa secepatnya diubah. "Dalam era keterbukaan seperti sekarang, sudah bukan saatnya mengembangkan manajemen pemerintahan yang tertutup," urainya.

Bukan PETI

Kecurigaan Sungai Citarum tercemar merkuri dari buangan penambang emas tanpa ijin (PETI) di Kab. Bandung, belum dapat dibuktikan secara nyata. Sejauh ini belum ditemukan gurandil atau penambang emas ilegal yang mengolah emas di hulu anak Sungai Citarum. Jika pun ada, jumlah mereka sangat kecil, sehingga kemungkinan mencemari Sungai Citarum tidak sebesar apa yang diungkapkan berbagai kalangan.

Atas dasar itu, kemungkinan besar unsur merkuri yang terdapat dalam air Citarum berasal dari industri-industri yang berdiri di sepanjang sempadan anak sungai tersebut. "Yang kami tahu, penambangan emas di hulu anak Sungai Citarum baru eksplorasi belum sampai ke tahap eksploitasi," jelas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Bandung, Ir. Mulyaningrum, yang dijumpai di kantornya, Selasa (2/7).

Menurutnya, selain industri, limbah domestik (rumah tangga) memberi kontribusi cukup besar dalam mencemari anak Sungai Citarum, yakni mencapai 70,94%. Selebinya limbah pertanian 17,51%, limbah peternakan 3,16%, dan limbah rumah sakit 0.04%.

Penambangan liar

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup (LH), Nabiel Makarim mengakui selama ini penambangan liar kerap kali menadi persoalan yang merepotkan dan terjadi di mana-mana. Untuk itu, secara kelembagaan, pihaknya telah mencari solusi pemecahannya. Demikian diungkapkan Nabiel menanggapi banyaknya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penambangan liar.

Menurut Nabiel salah satu cara yang kini sedang ditelapkan di Kalimantan Selatan yaitu dengan cara pendaftaran penambangan liar. Ia mengakui langkah ini adalah solusi sementara untuk menanggulangi dampak dari terjadinya penambangan liar.

"Seperti kita ketahui, selain terjadinya kerusakan lingkungan, bekas penambangan tersebut juga terjadi peningkatan racun yang diakibatkan dari aktivitas penambangan itu, yaitu tingginya kadar merkuri, makanya perlu langkah segera untuk mengatasinya," katanya.

English Translation (Courtesy MS Water)

He said, the urgency of forming the team which is concerning to environment because the Citarum River stream has been long time contaminated of heavy metals such us (Pb), zinc (Zn), iron (Fe), chrome (Cr), and mercury (Hg). So that, investigation step has to be done immediately.
Besides to sample of water of Citarum River, mud of reservoir in Cirata, Saguling, and Jatiluhur and also its plankton, according to Hilmi, investigation also must be done to surounding citizen which consumes fish from Saguling and Cirata reservoirs. " Rate of Mercury in human body can be detected through medical check to hair, blood, urine, and feces,” he said.

Huge ”Septic tank”

Since year 1982, he is continuing, PPSDAL has started to remind the danger of heavy metals content in Saguling reservoir coming from river stream of Citarum. Monitoring once every three months discover heavy metal rate always raise up from year to year. The result of monitoring always reported to related institution. "But there is no real step of government until now," he said rue.

The last monitoring result shows, in general fish life in Saguling reservoir or Citarum River contains heavy metals, like Zn, H2S, Fe, Mn, Cr, and Hg. " In fact Saguling and Cirata reservoir are no longer utilized for fish cultivation activity," he said.

He telling, besides household garbage, polluter source of the river come from industries in Bandung area thrown to Cikapundung River then flows to Citarum. Also industrial waste from Banjaran industrial area thrown to Cisangkuy River and flows to Citarum River and industries in Majalaya also flows direct to Citarum River. "Hence Saguling reservoir is like a huge septic tank which collecting all industrial and domestic waste flowing into Citarum river stream," say Hilmi.

Relocation plan

Meanwhile, the expert of environment of Research Department of Padjadjaran University (Lemlit Unpad) in Bandung, Dr. Chay Asdak expects relocation plan of industries in Bandung Valley to other area in West Java, does not become excuse to find other place where inappropriate as industrial zone. That relocation has to be ascertained in area where not as a conservation area and natural forest, even has potency to be developed.

"The relocation plan actually has been sounded by environmental observers since last 10 or 15 year, because it is true that contamination in Citarum River crossing Bandung and of West Java has been very critical. The relocation is the most wise solution done in present situation," express Chay Asdak after bring storming meeting between all experts and study team of alternative road of Dago-Lembang in DPRD of West Java Building, Tuesday (27/7). Chay asked his opinion about contamination of Citarum river effected by industrial waste.

He specify that in its implementation the relocation has to consider the area where become industrial integrated area. "Should select an appropriate area. We can not select an area producing geothermal energy for example in Garut Regency. Even there is potency of energy, that area including conservation area and forest," he said.

According to Chay, technically the relocation there must identification beforehand. "Industries in Bandung valley who dump heavy waste especially to Citarum River, of course have to be removed. But for the soft industry like the silicon valley planned to be developed by ITB in Bandung, does not a problem. Because, this industry base on technology and does not produce waste above allowed standard," he said.

Anticipate

On the other side Chay criticize the policy of authority owner (West Java Province and of Regencies of Bandung) which always over reactive to response the contamination problem caused by industrial waste. "Policy developed should be anticipatively, means it has dimension far away forwards with planning and action sustainability. They always response only after a case appears to public," he said.

He tell that data pollution degree of Citarum River always released by Ecology Institute (PPASDAL) of Unpad in the form of quarterly series. "it should be enough to take as reference for authority owner, in this case is BPLHD of West Java Province to do something quickly. Aren't they have man power and adequate equipments to do so," he said.

Chay hopes culture which reactive merely reactive of that bureaucracy in government can be changed quickly. "In the transparancy era like now, have not the time to develop closed management in the government," decompose him.

Not IGM

Suspicion of Citarum River polluted by mercury from Illegal Gold Mineworker (IGM) in Kabupaten Bandung has not been proved manifestly. So far has not been found yet the illegal mineworker processing gold in Citarum upstream. If even there, amount of them is very small, so the possibility to contaminate the Citarum River does not as big as laid up by a certain people.

Based on that, big possibility the containing mercury in the Citarum River is because pollution from industries placed along the river and its tributaries. "What we know, gold mining in Citarum River basin is just exploration and not yet exploitation phase yet," clear of the Head of Environmental Agency of Pemkab Bandung, Ir. Mulyaningrum, met at her office, Tuesday (2/7).

According to him, besides industry, domestic waste (household) giving big enough contribution in contaminating Citarum and its tributaries river, i.e. reach 70,94%. On top of that, agriculture waste 17,51%, husbandry waste 3,16%, and hospital waste 0.04%.

Illegal Mining

Meanwhile, the Minister of Environment (LH), Nabiel Makarim confess illegal mining always creates problem during the time and happened everywhere. Therefore, institutely, his side searched the solution. That laid up by Nabiel responding so many environmental damages caused by illegal mining.

According to Nabiel one of the way which applied in South Kalimantan nowadays is registration of illegal mining. He confess this action is a temporary solution to handle the impact from illegal mining.

"As we know, besides the damages of environment, in the ex-mining also happened the increasing poison that caused by mining activities, i.e. height rate of mercury, that is way need action to solve the problem immediately," he said


Read more!(Selengkapnya)

Tuesday, July 27, 2004

Pemprov Jabar Imbau Pemkot dan Pemkab (Re: Industrial Waste and Pollution in the Bandung Basin)

Source: Pikiran Rakyat

BANDUNG, (PR).-
Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) mengimbau Pemerintah Kota (Pemkot) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung untuk tidak lagi mengeluarkan izin pendirian industri yang berkecenderungan menghasilkan limbah dan polusi di cekungan Bandung.

Dalam jangka panjang, Pemprov Jabar juga akan merelokasi industri-industri yang ada di sebuah wilayah yang masih memiliki lahan luas, yang dibangun sebagai zona kawasan industri. Namun demikian, pemprov mengaku tidak tahu tentang keberadaan penambangan liar emas di Kab. Bandung.

English Translation (Using Toggletext)

The West Javanese government of the Province (Pemprov West Java) appealed to the Government of the City (Pemkot) and the Government of the Regency (Pemkab) Bandung to no longer dismissed permission of the founding of the industry that berkecenderungan produced the waste and pollution in the Bandung basin.

In the long term, Pemprov West Java also would merelokasi available industries in a territory that still was having the area land, that was built as the zone of the industrial region. Nevertheless, pemprov claimed did not know about the wild existence of the mining of gold in Kab. Bandung.


Hal itu disampaikan Wakil Gubernur Jabar Nu'man Abdul Hakim kepada wartawan seusai Semiloka Penyusunan Rencana Strategis Jabar Selatan (macro strategic plan) di Hotel Horison Bandung, Senin (26/7). Nu'man dimintai pendapatnya tentang kritik pemerhati lingkungan bahwa Pemprov Jabar tidak tegas dalam mengatasi pencemaran di Sungai Citarum ("PR", 26/7).

"Pemprov Jabar sebetulnya sudah melakukan upaya apa pun untuk mengatasi masalah pencemaran di Sungai Citarum, sebagai salah satu bentuk kepedulian. Di wilayah hulu, kami pernah menggulirkan program di Wayang Windu. Kemudian di kawasan hilir yang dipenuhi industri, kami juga sudah melakukan berbagai tindakan," ungkap Nu'man.

Salah satu hasil yang mengemuka adalah pengakuan 25 dari 30 pengusaha di kawasan Soreang Kab. Bandung yang menyebutkan bahwa mereka memang membuang limbah dan polusi ke DAS Citarum. "Pertemuan itu dilakukan oleh Pemprov Jabar, Pemkab Bandung, dan Kementerian Lingkungan Hidup," katanya.

Namun demikian, tegas Nu'man, pihaknya sama sekali tidak mengetahui keberadaan penambangan emas liar yang disebut-sebut berada di Kab. Bandung dan membuang limbahnya ke Sungai Citarum. "Soal (penambangan) emas itu nanti akan diteliti dulu, sebab saya tidak mengetahuinya. Kami akan memanggil Dinas Pertambangan Provinsi Jabar. Demikian juga Pak Bupati (Kab. Bandung) juga akan ditanya," ujarnya.

Sementara itu, Asda Bidang Perekonomian yang sempat menjabat sebagai Kepala BPLHD Jabar, Lex Laksamana yang dimintai informasi oleh wagub, mengatakan lokasi penambangan emas itu di sekitar Pangalengan. "Tapi, bahan-bahannya diambil dari Pongkor (Kab. Bogor--red.)," jelasnya.

Relokasi

Nu'man mengemukakan, kawasan Cekungan Bandung sudah tidak bisa lagi menampung industri-industri yang polutif (menghasilkan polusi-red.)

"Kalau industri yang bersifat high technology dan memang sangat bagus, silakan di zona industri yang ada sekarang. Tapi yang jelas menghasilkan dampak buangan sampah, sehingga harus dipindahkan ke kawasan yang memiliki infrastruktur yang memenuhi persyaratan," ujarnya.

Kendati tidak menyebutkan kapan akan mulai dilakukan rencana relokasi itu, ia menyebutkan kawasan di Kab. Purwakarta, Kab. Cirebon, dan bahkan Kab. Majalengka sebagai pusat zona kawasan industri baru itu.

"Formatnya seperti Kawasan Industri Rungkut di Surabaya, Jawa Timur. Konsep kawasan industri terpadu sangat bagus, dan mungkin bisa kami terapkan di sini. Di masa depan, seiring pembangunan infrastuktur transportasi, kami juga berharap bisa muncul zona kawasan industri yang terpisah dari area lainnya," katanya.

Di sisi lain, Wakil Bupati Bandung Eliyadi Agraraharja menepis pandangan yang mengatakan Citarum tercemar penambangan liar emas. "Citarum itu tercemar oleh industri tekstil kan? Bagi mereka yang melanggar itu sudah dilakukan pidana corporate (sanksi pidana bagi perusahaan pelanggar--red.)," kata Eliyadi.

Ia mengatakan, semua pihak untuk mengetahui lebih dulu persoalan tentang DAS Citarum. "Yang berkompeten bicara untuk pencemaran di Sungai Citarum adalah Lembaga Ekologi Unpad, tempatnya di Jln. Sekeloa (Kota Bandung)," katanya.

Kandungan logam

Sementara itu, Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, Ade Suhanda mengakui, pihaknya belum memutuskan langkah darurat seperti apa yang akan dilakukan, untuk mengantisipasi ancaman penyakit seperti di Minamata, menyusul temuan tingginya kadar merkuri (Hg) di aliran Sungai Citarum.

"Kami memang belum tahu persis cara untuk menghilangkan kandungan logam berat kalau sudah masuk ke manusia, misalnya melalui ikan yang dikonsumsi masyarakat. Paling-paling kami hanya minta kesadaran bersama untuk saling menjaga kelestarian lingkungan," ungkapnya saat dikonfirmasi soal langkah BPLHD atas laporan tingginya kadar logam berat terutama merkuri di aliran Sungai Citarum, Senin (26/7).

Ade juga mengakui bahwa pihaknya sudah mendapat laporan soal tingginya kadar logam di sepanjang aliran Sungai Citarum dari beberapa lembaga penelitian. Bahkan menurutnya, BPLHD juga langsung melakukan pemeriksaan terhadap baku mutu air di Waduk Cirata, Juni bulan silam.

"Hasil pemeriksaan air yang kami lakukan di Waduk Cirata memang mengindikasikan bahwa kadar seng atau Zn dan mercuri atau Hg dalam ikan cukup tinggi," katanya.

Meski demikian, Ade membantah kalau pemerintah provinsi (pemprov) dinilai lamban dalam mengatasi masalah pencemaran Sungai Citarum. Karena menurutnya, pemerintah telah banyak melakukan berbagai upaya salah satunya adalah melakukan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) di Hulu Sungai Citarum (Gunung Wayang).

Selain itu, pemprov juga sudah melakukan program kali bersih (proksih), lalu surat pernyataan kali bersih (super kasih), dan program penilaian peringkat kinerja perusahaan (proper). "Kami sebetulnya telah melakukan langkah-langkah konkret, hanya memang hasilnya belum seperti yang diharapkan. Disebabkan ternyata tingkat kerusakan lingkungan yang ada sudah parah," ungkapnya.

Ade juga menganggap kritik atas lambannya langkah pemprov tersebut adalah salah satu masukan untuk lebih meningkatkan kinerjanya dalam menangani Sungai Ciatrum ini. "Perlu diingat untuk mengatasi persoalan Citarum itu tidak hanya oleh BPLHD, tetapi dibutuhkan semua komponen masyarakat termasuk pers," ujarnya.

Selain melakukan penghijauan, pihak BPLHD juga melakukan laporan berkala bahkan pengecekan langsung ke lokasi. "Kami tidak hanya sendiri, tapi melakukannya dengan melibatkan perguruan tinggi seperti Unpad dan ITB," ujarnya.

Menyinggung soal tindakan tegas bagi para pelaku pencemaran, Ade mengungkapkan, pihaknya tidak akan main-main menyeret pelaku pencemaran ke pengadilan. Saat ini, setidaknya sudah ada tiga pabrik tekstil dan kimia yang mendapat vonis bersalah karena dinilai membuang limbah pabrik sembarangan.

Hal lain yang telah dilakukan yakni merealisasikan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) terpadu yang dikelola oleh PT Damba Intara. IPAL tersebut bisa mengolah limbah dari 40 perusahaan. "Memang belum bisa semua pabrik membuat IPAL terpadu, mengingat untuk membuat IPAL itu membutuhkan dana yang cukup besar. Namun nanti kami juga mengarah ke sana," katanya.

Wacana lain yang saat ini muncul terkait dengan penanganan kawasan industri yakni merelokasi kawasan industri ke Cipeundeuy Kab. Bandung seperti di Pulo Gadung Jakarta.

"Hanya persoalannya untuk merelokasi kawasan industri, membutuhkan dana yang tidak sedikit karena tidak hanya bangunan, namun juga orang juga teknologi," jelasnya.

Berdampak luas

Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) Eman Surachman, yang dihubungi secara terpisah mengungkapkan, efek pencemaran limbah yang mengandung logam berat di Sungai Citarum ternyata tidak hanya berdampak pada masyarakat setempat saja, tapi juga bisa berdampak pada masyarakat luas seperti Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Tangerang (Jabotabek), serta Kota Bandung.

Hal itu bisa terjadi mengingat ikan yang dihasilkan dari Cirata itu dijual ke Jabotabek dan Bandung, padahal ikan tersebut dari hasil penelitian sudah mengandung logam berat.

"Ratusan ikan ton dari Cirata itu dijual dari petani ke bandar, kemudian oleh bandar disalurkan ke Jabotabek serta sebagian ke Bandung. Jadi, saya kira yang akan terkena dampaknya tidak hanya dari masyarakat di wilayah Cirata saja, tapi juga masyarakat yang mengonsumsi ikan dari Cirata, seperti masyarakat Jakarta dan Kota Bandung," katanya.

Read more!(Selengkapnya)

Monday, July 26, 2004

PDAM Majalengka Terancam Bangkrut (PDAM Majalengka Threatened with Bankruptcy)

Source:Pikiran Rakyat

MAJALENGKA, (PR).-


(Image prepared by PT MS Water)

Perusahaan Daerah Air Minum Majalengka saat ini terancam bangkrut akibat biaya operasional yang dikeluarkan sudah tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh pada setiap bulannya. Banyaknya jaringan pipa yang rusak serta tidak bertambahnya pelanggan baru menjadi penyebab bangkrutnya PDAM Majalengka.

"Kalau tidak segera ditangani dan dicarikan solusinya, kami khawatir perusahaan milik pemerintah daerah ini tidak akan berlangsung lama," ucap Kasubag Humas PDAM M. Wawan Ridwan disertai Kabag Umum Heri Pramono dan Kabag Teknik Yaya Sudiawan saat ditemui di kantornya, Jumat (23/7).

English Translation (using Toggletext)

The Majalengka company of the Area of the Drinking Water at this time was threatened bankrupt as a result of the operational cost that was spent has been incomparable with the income that was received to each month.  The number of networks the broken pipe as well as not the customer's increase just became the PDAM Majalengka cause of the bankruptcy.


"If immediately was not handled and look for his solution, we worried this company of property of the regional government will not take place old," said Kasubag public relations of PDAM M. Wawan Ridwan were accompanied Kabag the Heri Pramono Public and Kabag the Yaya Sudiawan Technique when being found in his office, on Friday 23/7.


Menurut Wawan, selain terdapatnya jaringan pipa transmisi dan distribusi yang perlu diganti terdapat pula bangunan penangkap air yang sudah rusak di beberapa tempat hingga menimbulkan kebocoran yang cukup tinggi hingga mencapai 35%. Hal lain juga disebabkan banyak terdapat meter air atau water meter yang rusak hingga tidak akurat lagi, sedangkan pihak PDAM tidak memiliki dana untuk memperbaiki beberapa kerusakan itu.

Selama ini bertahan disebabkan adanya efisiensi serta penjadwalan utang pada pihak ketiga hingga terjadi gali lubang tutup lubang. Beberapa karyawan PDAM saat ini bahkan terpaksa menerima gaji di bawah upah minimum .

Kabag Umum Heri Pramono menambahkan, untuk menyelamatkan PDAM selain diperlukan suntikan dana juga perlu adanya penyesuaian tarif yang saat ini dianggap sudah tidak sesuai lagi. Menurutnya, tarif dasar air minum PDAM Kab. Majalengka sebagaimana diatur melalui Keputusan Bupati Nomor 5 Tahun 1999 dengan harga dasar Rp 500,00/m3 atau per 1.000 liter sudah tidak mampu untuk menutupi biaya operasional secara maksimal.

Menurutnya, tarif dasar air minum PDAM Majalengka yang berlaku terendah di antara kabupaten lain. Alasan lainnya hingga perlu adanya penyesuaian tarif adalah terjadinya lonjakan kenaikan komponen biaya operasional, naiknya harga bahan kimia, bahan bakar serta naiknya kewajiban rutinitas pembayaran pajak air dan penanaman perpipaan dan bangunan serta kewajiban pembayaran cicilan pinjaman dari pemerintah pusat maupun bantuan luar negeri.

Read more!(Selengkapnya)

Thursday, July 22, 2004

Perpamsi bidik investor Eropa (European Investor at Permpamsi Nusantara Water 2004)

Source: Bisnis Indonesia

JAKARTA (Bisnis): Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) membidik investor asal Eropa untuk berinvestasi di Indonesia melalui forum Nusantara Water 2004.
Ketua Bidang Organisasi DPP Perpamsi, Nelson Parapat, menjelaskan organisasi tersebut telah memperoleh komitmen dari British Chamber (Kadinnya Inggris) yang akan membawa sejumlah calon investor dari Eropa terutama Inggris.

"Kepentingan antara kita dan calon investor dipertemukan pada Nusantara Water 2004," ungkap Parapat selaku ketua panitia pengarah kegiatan tersebut, di Jakarta kemarin. Dia didampingi Godman Ambarita, Direktur Eksekutif Perpamsi, yang juga ketua panitia pelaksana Nusantara Water 2004.

Nusantara Water yang dijadwalkan berlangsung di Jakarta pada 19-21 Agustus 2004 merupakan rangkaian kegiatan pameran, konferensi, dan Rakernas Perpamsi.

Keinginan untuk menggaet investor asing di bidang air minum, menurut Ambarita, dilatarbelakangi kenyataan sejak terjadinya krisis moneter, perusahaan daerah air minum belum menerima suntikan dana dari pihak mana pun.

Padahal, lanjutnya, kondisi keuangan hampir semua anggota Perpamsi saat ini praktis mengalami kesulitan, bahkan 186 dari 306 PDAM terjerat utang Rp5,3 triliun.

Kendati menginginkan masuknya investor ke bidang infrastruktur ini, Ambarita mengakui bahwa kondisi internal PDAM mesti diperbaiki dahulu.

Hanya saja, kata dia, perbaikan kinerja keuangan terkendala pada sulitnya menaikkan tarif air minum.

Parapat merinci tarif yang diberlakukan hampir semua anggota Perpamsi dewasa ini tidak full cost recovery alias defisit dalam proses produksi.

"Hal itu disebabkan selalu muncul penolakan yang kuat dari masyarakat maupun DPRD, kalau ada PDAM yang hendak menaikkan tarif."

Parapat menegaskan sebenarnya boleh saja ada permintaan supaya tarif tidak naik, tetapi Perpamsi pun menginginkan adanya solusi agar biaya produksi PDAM juga bisa ditekan.

Misalnya saja, lanjutnya, pengenaan retribusi pemanfaatan air baku hendaknya tidak diterapkan lagi.

Begitu juga rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas pemasangan instalasi ke rumah tangga oleh PDAM hendaknya tidak direalisasi.

Dia mengingatkan semua pihak terkait bahwa karya PDAM cenderung ke unsur sosial mengingat misinya adalah pemenuhan hajat hidup orang banyak.

Mengenai kemungkinan diturunkannya tarif listrik dalam proses pengolahan air baku ke air minum yang dapat dikonsumsi rumah tangga, menurut Parapat, Perpamsi sulit mendesak PT PLN menggeser dari tarif industri saat ini ke tarif yang lebih rendah.

Read more!(Selengkapnya)

Dikhawatirkan Akan Mencemari Waduk Jatiluhur (Concerns about pollution of Jatiluhur Reservoir)

Source: Pikiran Rakyat

Kontroversi ”Power Plant” Terkait Isu Lingkungan

PURWAKARTA, (PR).-
Kontroversi keluarnya izin prinsip power plant PT Indorama Synthetics, Tbk., (PT IRS) No. 053/3782/Indag oleh Bupati Purwakarta H. Lily Hambali Hasan, M.Si., terpicu akibat kekhawatiran dari sejumlah pihak akan terulang kembali kasus di PT Indo Bharat Rayon (PT IBR). Tanpa memiliki IMB (izin mendirikan bangunan), namun sudah berani membangun power plant walaupun sudah mengantongi izin prinsip.

Ketakutan lainnya adalah, mengingat lokasi PT IRS berada di atas permukaan bendungan Jatiluhur sehingga dikhawatirkan pembuangan limbah cair maupun limbah padat (slide) debu batu bara mencemari air bendungan serta menimbulkan polusi udara.

English Translation (using Toggletext)

"The controversy of the issuing of principle permission power plant PT Indorama Synthetics, Tbk., (PT IRS) No. 053/3782/Indag by the Purwakarta Regent of Handsome H. Lily Hambali, M. The., was triggered as a result of the concern from several teams will be repeated again by the case in PT Indo Bharat the Sector (PT IBR).
Without having IMB (permission established the building), but dared to constructive power plant although pocketing principle permission.

The other fear was, considering the location PT IRS was on the Jatiluhur surface of the dam so as to be worried by the liquid disposal and the dense waste of the waste (slide) coal dust polluted the dam water as well as caused pollution of air."


Apalagi, berdasarkan data dari Perum Jasa Tirta (PJT) II Jatiluhur, kebutuhan air minum, industri serta penggelontoran air terutama untuk DKI Jakarta sebagian besar disuplai dari bendungan ini hingga per tahun sekira 700 juta M3 (kubik). Lebih spesifik tingkat suplesi air waduk ke PDAM DKI per tanggal 18 Juni 2002 lalu mencapai 13,529 m3/detik. Begitu pula air irigasi untuk areal pesawahan di Karawang, Subang, Indramayu, dan Bekasi, mengandalkan sumber air Jatiluhur. "Memang kita tak menyangkal bahwa silang pendapat dari izin prinsip itu akibat kekhawatiran-kekhawatiran dampak negatif lingkungan yang bakal terjadi nanti. Misalnya khawatir bila permasalahan di PT IBR terulang kembali, tanpa IMB sudah melakukan pembangunan power plant. Kemudian juga permasalahan lingkungan di PT South Pasific Viscose (PT SPV). Wajar, bila Pak Wabup mengkhawatirkan hal-hal itu, tetapi tentunya Pak Bupati juga tak bisa menolak keinginan dari Indorama untuk segara membangun power plant-nya hingga dikeluarkan izin prinsip," kata Sekda Kab. Purwakarta, Drs. H. Dudung. B. Supardi, M.M., kepada "PR" dan "GM" ketika ditemui di kantornya, Rabu (21/7).

English Translation (Using Toggletext)
 
"Moreover, was based on the data from the Sounding Lead of the Water Service (PJT) Ii Jatiluhur, the requirement for the drinking water, the industry as well as penggelontoran the water especially for the Special Capital District of Jakarta most were supplied from this dam to per the year approximately 700 million M3 (cubic). It was more specific that the level suplesi the reservoir water to PDAM Special Capital District per last June 18 2002 reached 13,529 m3/detik. So also the irrigation water for the area pesawahan in Karawang, earplugs, Indramayu, and Bekasi, relied on the Jatiluhur source of the water. "Indeed we did not deny that cross the opinion from the principle permission resulting from concerns of the impact of the environmental negative that will happen later." For example worried when the problem in PT IBR was repeated again, without IMB has done the development power plant. Afterwards also the problem of the environment in PT South Pasific Viscose (PT SPV). Appropriate, when Mr Wabup worried the matters, but definitely Mr Bupati also could not refuse the wish from Indorama to segara constructive power plant him until being issued by principle permission, said Sekda Kab. Purwakarta, Drs. H. Dudung. B. Supardi, M. M., to "PR" and "GM" when being found in his office, on Wednesday (21/7)."


Oleh karena itu, kata dia, untuk mengeliminasi kekhawatiran itu pemkab akan berupaya meneliti secara komprehensif kajian-kajian teknis terutama analisis dampak lingkungannya (amdal) termasuk meneliti UPL dan UKL-nya (upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan). "Kami akan mengintruksikan kepada dinas dan lembaga teknis untuk sungguh-sungguh melakukan kajian seteliti dan seakurat mungkin. Sehingga diharapkan, hasil kajian ini bisa dijadikan acuan oleh bupati untuk pengambilan keputusan ditolak tidaknya pembangunan power plant Indorama ini," jelas Dudung.

Selain melakukan koordinasi secara terintegrasi di dinas dan lembaga terkait, ia juga memandang perlu dilakukan seminar guna membahas hal-hal teknis pendirian dan operasional power plant. "Kenapa tidak, kita undang para pakar lingkungan, para peneliti dari Kementerian LH termasuk LSM untuk membahas bersama-sama dalam seminar. Nah hasilnya nanti, bisa dijadikan alasan teknis bupati untuk pengambilan keputusan. Sebab bagi pemda, dengan fenomena keluarnya izin prinsip ini menjadi masalah yang dilematis. Di satu sisi industri ini bisa menyerap tenaga kerja serta investasi yang cukup besar, di sisi lain isu lingkungan yang santer ini dikhawatirkan perusahaan menutup kantornya hingga mengalihkan ke daerah lain. Jadi bagi kita dilematis sekali," ujar Dudung.

Isu lingkungan

Kekhawatiran itu, diakui pula oleh A. Haris Yogi Ketua Barisan Muda Penegak Keadilan dan Persatuan (BMPKP). Ia mengatakan, terlepas benar tidaknya ada muatan pribadi pimpinan daerah dibalik keluarnya izin prinsip itu, namun jangan dilupakan rencana pendirian power plant di PT IRS menyangkut isu lingkungan. Letaknya yang di atas permukaan bendungan Jatiluhur, dikhawatirkan buangan limbah cairnya akan mencemari air waduk yang sebagian besar menjadi sumber kebutuhan air minum khususnya untuk DKI Jakarta. Selain itu, limbah debu batu baranya pun bisa menimbulkan polusi udara. "Debu ini ada yang terapung ke udara, dan ada juga yang mengendap dalam tanah. Secara jangka panjang, limbah debu ini bisa menyebabkan hujan asam yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan sekitarnya. Bila saja mengendap di permukaan tanah waduk Jatiluhur bisa berubah,” ujarnya.(A-67)

Read more!(Selengkapnya)

Wednesday, July 21, 2004

Fungsi Saluran Air Jatiluhur Turun 40%

Source: Pikiran Rakyat

BANDUNG, (PR).-
Minimnya dana pemeliharaan bagi prasarana pengairan di sepanjang saluran Waduk Jatiluhur, menyebabkan penurunan fungsi prasarana sampai 40%. Kalau kekurangan dana pemeliharaan tersebut terus terjadi tanpa ada penanganan, dikhawatirkan bisa mengancam ketersediaan air bagi sekira 240 ribu ha lahan sawah di pantura.

Menurut Dirum Perum Jasa Tirta II Ir. Tjetjep Sudjana, tidak hanya ratusan ribu hektare lahan sawah yang terancam, namun juga ketersediaan sekira 80% air bersih bagi kebutuhan penduduk Jakarta pun bisa terancam. "Biaya eksploitasi dan pemeliharaan prasarana Waduk Jatiluhur sangat besar, sementara kami tidak bisa memenuhi semua kebutuhan dananya," ujar Tjetje usai penandatanganan kerja sama Pemprov Jabar dengan Perum Jasa Tirta di Gedung Sate, Selasa (20/7). Kerja sama yang ditandatangani Tjetje dengan Gubernur Jabar Danny Setiawan menyangkut pemungutan pajak air permukaan dan iuran pembiayaan dan pemeliharaan prasarana di wilayah kerja Perum Jasa Tirta II.

Dikatakan Tjetje, Perum Jasa Tirta setidaknya membutuhkan dana pemeliharaan sebesar Rp 177 miliar per tahun. Namun, pendapatan Jasa Tirta dari hasil penjualan tenaga listrik ke PT PLN dan iuran pemeliharaan prasarana irigasi hanya sebesar Rp 55 miliar. "Perum Jasa Tirta saat ini hanya mampu melaksanakan pemeliharaan 35% dari prasarana irigasi yang ada. Kondisi tersebut terus saja berlangsung selama 36 tahun lalu sejak Waduk Jatiluhur dibangun," jelasnya.

Untuk Waduk Jatiluhurnya sendiri, lanjutnya, tidak terlalu bermasalah bahkan masih kuat bertahan sampai 100 tahun . "Penurunan fungsi terjadi di sepanjang prasarana irigasinya yang setiap hari setidaknya mengalirkan 6 miliar meter kubik air," katanya.

Kualitas air buruk

Pada kesempatan itu, Gubernur Jabar Danny Setiawan mengungkapkan kondisi bagian hulu Sungai Citarum yang memprihatinkan dengan maraknya perambahan dan pembukaan hutan. "Perambahan dan pembukaan hutan menjadi lahan-lahan perladangan masyarakat setempat, telah memengaruhi siklus pengendali air," katanya.

Akibat perambahan itu, terjadi erosi di sekitar hulu Sungai Citarum yang dulunya berfungsi sebagai tempat resapan air. "Hal itu menyebabkan daya dukung dan daya tampung air sebagai bahan baku Sungai Citarum menjadi berkurang," ungkap Danny.

Sementara di bagian hilir Sungai Citarum pun kondisinya makin memprihatinkan dengan semakin buruknya kualitas air dalam beberapa tahun terakhir. Penurunan kualitas air di hilir akibat pesatnya peningkatan kegiatan ekonomi dan pertumbuhan penduduk di sekitar aliran Sungai Citarum yang juga dijadikan tempat pembuangan terbuka. "Untuk memulihkan kondisi Sungai baik di hulu maupun di hilir membutuhkan waktu dan dana cukup besar. Dan yang paling penting butuh perhatian kita semua," kata Danny.

Read more!(Selengkapnya)

Untuk Pasokan PDAM Cianjur Pemkab Dukung Manfaatkan Sumber Air di Bekas Galian

Source: Pikiran Rakyat

CIANJUR, (PR)
Pemkab Cianjur mendukung penuh rencana Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat untuk memanfaatkan air di danau bekas galian pasir yang ada di daerah Cikahuripan dan Gekbrong sebagai pasokan sumber air baku.

Bahkan, menurut Bupati Cianjur Ir. Wasidi Swastomo, M.Si., pihaknya akan segera mewujudkan rencana tersebut sebelum tahun 2006. "Saya mendukung sepenuhnya rencana pihak PDAM memanfaatkan air di bekas galian pasir di daerah Gekbrong sebagai sumber air baku dan rencana tersebut kami upayakan untuk direalisasikan sebelum tahun 2006," ujar Wasidi yang ditemui seusai pencanangan penanaman sejuta pohon di Lapangan Joglo, Selasa (20/7).

Wasidi juga mengungkapkan sebelumnya Pemkab Cianjur tengah berpikir untuk melakukan kegiatan reklamasi terhadap kerusakan alam di lokasi bekas galian pasir yang ada di daerah Cikahuripan dan Gekbrong. Namun, gagasan dari pihak PDAM untuk memanfaatkan air di danau-danau bekas galian tersebut sebagai sumber air baku, lebih realistis dan manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

"Awalnya kami akan melakukan reklamasi terhadap bekas galian pasir di Gekbrong, tetapi gagasan dari PDAM untuk menggunakannya sebagai sumber air baku ternyata lebih realistis," kata Wasidi.

Mengenai sumber dana untuk membiayai kegiatan PDAM tersebut, menurut Wasidi, pihaknya akan mengalokasikan dana dari APBD Cianjur dan sebagian lagi akan diupayakan dari bantuan pemerintah pusat dan provinsi. "Dari perhitungan yang dibuat PDAM, pembangunan unit pengolahan dan pembuatan jaringan pipa membutuhkan dana sekira Rp 30 sampai dengan Rp 40 miliar," papar Wasidi.

Kepala Bagian Produksi dan Distribusi PDAM Cianjur Budi Karyawan mengungkapkan saat ini PDAM Kab. Cianjur hanya mampu memproduksi air bersih sebanyak 230 liter/detik untuk memenuhi kebutuhan sekira 25.099 pelanggan.

Dengan keterbatasan sumber air baku yang dihadapi PDAM, permohonan ribuan warga untuk menjadi pelanggan baru kemungkinan tidak akan terpenuhi. Salah satu solusinya adalah dengan mencari sumber air baku lain dan belum lama ini PDAM punya gagasan untuk memanfaatkan air di danau bekas galian pasir yang ada di daerah Cikahuripan dan Gekbrong.

Read more!(Selengkapnya)

Tuesday, July 20, 2004

PDAM Kekurangan Pasokan Air (PDAM Lacks Water Supply)

Source:Pikiran Rakyat


CIANJUR, (PR).-
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Cianjur saat ini kekurangan pasokan air baku yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air 25.099 pelanggan di Cianjur. Bahkan, dengan minimnya sumber air baku saat ini, diperkirakan pada tahun 2010 mendatang PDAM akan mengalami defisit air sehingga tidak akan mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih.

English Translation (using Toggletext)

"The company of the Area of the Drinking Water (PDAM) the Cianjur Regency at this time the standard lack of water supplies that was utilised to fill the requirement for the water 25,099 customers in Cianjur. Moreover, with the standard insignificance of the source of the water at this time, was estimated to this coming 2010 PDAM will experience the water deficit so as still can not fill the requirement for the community would the clean water."


Menurut Direktur PDAM Kab. Cianjur Drs. Akik Darul Tahkik mengatakan saat ini pihaknya baru memproduksi air bersih 230 liter/detik yang berasal dari tiga mata air yaitu Cilembang, Cirumput, dan Selawangi. Selain itu, masih ada sumber air baku lainnya yang diambil dari dua buah sumur bor, yaitu sumur Gombong dan Cihideng. Namun, debit air dari dua buah sumur ini relatif lebih kecil yaitu sekira 29 liter/detik.

Dengan jumlah air baku ini, menurut Akik untuk sementara kebutuhan warga bisa terpenuhi. Namun, jika tidak segera dilakukan penambahan sumber air baku, diperkirakan ribuan warga yang saat ini telah mengajukan permohonan untuk menjadi pelanggan PDAM tidak dapat terlayani.

"Dengan debit air baku sebesar 230 liter/detik yang dimiliki PDAM, kebutuhan pelanggan akan air masih bisa terlayani. Tetapi, jika sumber air baku tidak bertambah, kami tidak bisa melayani pelanggan baru yang saat ini telah mengantre," ujar Akik yang didampingi Kepala Bagian Produksi dan Distribusi PDAM Cianjur, Budi Karyawan, saat ditemui di kantornya, Senin (19/7).

Bekas galian

Kurangnya sumber air baku yang dihadapi PDAM Kab. Cianjur menurut Akik sempat membuatnya putus asa. Pasalnya, jika masalah ini tidak bisa ditanggulangi kemungkinan PDAM Cianjur tidak bisa berkembang secara maksimal. Namun, belum lama ini, pihaknya mendapat ide untuk memanfaatkan air genangan di danau-danau bekas galian pasir di aerah Cikahuripan dan Gekbrong di Kecamatan Warungkondang.

Berdasarkan survei awal PDAM, di Gekbrong dan Cikahuripan yang berbatasan dengan Cimangkok Sukabumi terdapat 5 danau bekas galian pasir dengan luas 1 hektare dan kedalaman 20 hingga 80 meter. Hasil perhitungan sementara, dari satu danau saja terdapat cadangan air sejumlah 2 juta meter kubik.

Untuk memanfaatkan air baku tersebut, diperkirakan butuh dana sekira Rp 30 miliar. Dana tersebut untuk pembangunan tempat pengolahan air dan pipa untuk menyalurkan air ke rumah-rumah pelanggan.

Read more!(Selengkapnya)

Monday, July 19, 2004

Dirut PDAM, ”BPK Nilai Baik & Wajar” Tak Benar Ada Indikasi Dugaan Penyimpangan

Source: Pikiran Rakyat

Dirut PDAM, ”BPK Nilai Baik & Wajar”
Tak Benar Ada Indikasi Dugaan Penyimpangan

BOGOR, (PR).-
Direktur Utama PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Drs. Helmi Soetikno, M.M., M.B.A. menegaskan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang telah mengaudit (melakukan pemeriksaan-red) terhadap kinerja dan keuangan tahun anggaran 2003 perusahaan daerah yang dipimpinnya, ternyata menyimpulkan kondisinya baik dan wajar. Bahkan, kinerja PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor diberi nilai sebesar 60,30 oleh tim audit BPK RI.

"Jadi, adanya indikasi dugaan penyimpangan keuangan di PDAM yang mencapai angka Rp 10 miliar itu tidak benar. Sebab, BPK telah mengeluarkan hasil laporan auditor independennya dan menyatakan kondisi kinerja serta keuangan kami baik dan wajar," jelas Helmi sambil memperlihatkan surat laporan BPK RI bernomor laporan 52/S/XIV.7-XIV.7.1/07/2004, tertanggal 14 Juli 2004 yang ditandatangani Perwakilan Khusus BPK RI, Nila Eka Putri, S.E., Ak., saat memberikan keterangan pers di Sekretariat PWI Perwakilan Bogor, Minggu (18/7).

Dijelaskannya, dari laporan BPK tersebut dinyatakan penilaian audit dilakukan terhadap tiga aspek, masing-masing aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administrasi. Aspek keuangan dengan bobot 32, nilai kinerja yang dicapai 24,00. Sedangkan aspek operasional bobotnya 26 dan nilai kinerja yang dicapai 22,13. "Kalau untuk aspek administrasi bobotnya 34 dan nilai kinerja yang didapat 14,17. Jadi, dari hasil nilai kinerja ketiga aspek itu bila dikumulatifkan nilai kinerjanya diperoleh sebesar 60,30," sebut Helmi.

Menurut Helmi, tim audit BPK saat melakukan pemeriksaan di PDAM yang dipimpinnya itu, menilai 10 poin dalam setiap aspek. Sebab, setiap poin penilaian itu memiliki bobot dan nilai kinerja masing-masing. "Dari penilaian tersebut, BPK menyimpulkan tingkat kinerja dan keuangan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Tahun 2003 kondisinya baik, dengan nilai kinerja 60,30. Sedangkan untuk tahun sebelumnya (2002-red), kondisi kinerja PDAM Tirta Pakuan juga meraih status yang sama, baik," tandasnya.

Dengan penilaian tersebut maka opini auditor independen BPK terhadap laporan keuangan, memberi status kepada PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor, wajar tanpa pengecualian. Sedangkan tim auditor tersebut melaksanakan sistem auditnya berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan Standar Audit Pemerintah (BPK RI).

"Proses audit itu meliputi penilaian atas prinsip akuntansi yang digunakan dengan estimasi signifikasi, yang dibuat oleh manajemen serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan," papar Helmi.

Read more!(Selengkapnya)

Thursday, July 15, 2004

Tangerang to control groundwater usage

Source: The Jakarta Post

Multa Fidrus, Tangerang

The Tangerang regency administration will be the first administration to control groundwater usage at industrial plants and residential areas,the exploitation of which has caused land subsidence and seawater intrusion.
Head of the Tangerang environmental impact management agency Deden Sugandhi said the administration had installed an automatic water level recording (AWRL) device designed by the Bandung Institute of Technology (ITB).

'We started to use the devise last month,' he told The Jakarta Post on Wednesday.

The transmitters were installed to record groundwater levels at several wells in Bintaro, Serpong and Pasar Kemis districts.

The data will be transmitted via satellite to the monitoring computer screen at the environmental management agency office.
Deden said all industrial firms that have secured groundwater use permits will have their wells numbered for easy control.
'If the graph on the screen shows a vertical line, it means that the usage of groundwater is high. If the users have increased the capacity of the water pumps, officials will call them up and warn them to halt usage for a while,' he said.
Deden revealed that the agency will use more sophisticated technology in the near future.
'With the new technology, we can order the users to stop using the wells directly from the office if the companies use excessive groundwater.'
He added the office had recorded an excessive use of groundwater in Pasar Kemis district, but did not say whether the office had asked the users to stop taking water from the wells.
'Any firm that intends to extend their permits for groundwater usage must first equip their wells with the device to enable us to monitor "

Read more!(Selengkapnya)

Wednesday, July 14, 2004

KIMPRASWIL Organisation Structure

Source: Kimpraswil



High Level Organisation Structure for Kimpraswil.

This web page contains organisation structure and photos/individual profiles for heads of departments.

Read more!(Selengkapnya)

PANTURA Dibayangi Krisis Air Bersih (Clean Water Crisis - Indramayu, Majalengka, Kuningan, Cirebon)

Source: Suara Karya Online

Musim kemarau yang diperkirakan akan berlangsung cukup lama dikhawatirkan akan menimbulkan krisis air bersih di wilayah III Cirebon, seperti Indramayu, Majalengka, Kuningan, Cirebon dan Kota Cirebon.

Krisis air bersih pada musim kering ini mulai dirasakan oleh beberapa warga masyarakat seperti di Indramayu, Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon yang sangat bergantung kepada Perusahaan Daerah Air Minum sebagai perusahan pemasok air bersih.

Pasokan air bersih untuk konsumsi kebutuhan rumah tangga di Kabupaten Cirebon, misalnya dilaporkan mengalami penurunan drastis. Penurunan itu terjadi karena persediaan air baku yang dikelola Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat menyusut tajam akibat dari kekeringan.

Persediaan air bersih yang dikelola PDAM tersebut berkurang hingga 30 persen. Selain karena kekeringan, berkurangnya sumber air bersih itu juga disebabkan karena menyusutnya jumlah mata air di kawasan Gunung Ciremai akibat rusaknya ribuan hektare kawasan hutan yang menjadi daerah resapan dan kantung air.

Pasokan air PDAM Kabupaten Cirebon berasal dari sejumlah mata air yang bersumber dari kawasan Gunung Ciremai, Kuningan, Jawa Barat.

Direktur Umum PDAM Kabupaten Cirebon, Nasir Asman mengatakan, sejak awal musim kemarau kali ini tiga sumber mata air untuk bahan baku air PDAM mengalami penurunan sekitar 30 persen dan diperkirakan akan terus menyusut apabila tidak ada pasokan dari air hujan.

Ketiga sumber air baku PDAM tersebut adalah mata air Cibodas, mata air Cikalahang, Kecamatan Sumber, dan air permukaan dari Bendung Karet Kumpulkuista di Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon.

Pada kondisi normal, debit air dari mata air tersebut berkisar 100 liter per detik, tetapi sekarang tinggal tersisa 40-60 liter per detik. "Ini jelas sangat berpengaruh terhadap pasokan kami bagi masyarakat pelanggan dan kami terpaksa menggilir jatah air bagi konsumen," kata Nasir Asman.

Akibat penyusutan persediaan air baku PDAM tersebut, maka pasokan air bersih bagi puluhan keluarga pelanggan PDAM yang tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Cirebon mengalami gangguan. "Air yang kita terima sangat sedikit sekali. Jumlahnya sangat tidak mencukupi. Paling kita hanya gunakan untuk memasak saja. Kebutuhan lainnya kita penuhi dengan cara membeli dari pedagang air keliling," kata Yunasril (32), warga Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon.

Nasir Asman mengatakan, pihaknya kini tengah mengupayakan berbagai alternatif mencari sumber pasokan air baku tersebut, di antaranya bekerjasama dengan Perhutani setempat. "Pasokan air bahan baku PDAM, memang selalu kekurangan, jadi tidak hanya musim kering saja, pada musim hujan pun masalah kurang pasokan air selalu ada. Yang lebih parah tentunya pada musim kering seperti ini. Hal ini karena Kabupaten Cirebon tidak memiliki waduk penampung air hujan," katanya.

Selama ini, lanjut Nasir, PDAM Kabupaten Cirebon sangat bergantung pada pasokan air baku dari sumber mata air dan air permukaan yang selalu mengalami penurunan setiap kali musim kering. "Sepanjang kita tidak memiliki waduk penampung air, masalah kekurangan bahan baku bagi PDAM pasti terulang setiap tahun dan dari tahun ke tahun kondisinya semakin memprihatinkan," ungkapnya.

Sedangkan mengenai sumber mata air yang berada di kawasan hutan Gunung Ciremai saat ini dilaporkan lebih dari 20 persen, atau sekitar 2.000 hektar dari 8.975 hektar luas total areal hutan di Kawasan Gunung Ciremai mengalami kerusakan serius. Areal hutan yang rusak tersebut 70 persen berada di wilayah Ka-bupaten Kuningan dan sisanya masuk Kabupaten Majalengka.

Daerah lain yang juga ikut terganggu pasokan air bersihnya akibat kerusakan hutan Gunung Ciremai tersebut adalah Kota Cirebon, Kabupaten Kuningan, Majalengka, dan Kabupaten Indramayu.

Selain sebagai pemasok air bersih, sumber mata air di Gunung Ciremai juga menjadi pemasok air bagi sejumlah wa-duk atau bendungan bagi pengairan sawah di Majalengka, Indramayu, Kuningan dan Cirebon, diantaranya waduk Darma di Kabupaten Kuningan dan Bendung Rentang di Kabupaten Majalengka.

Berkurangnya jumlah pasokan air tersebut bisa dilihat dari penyusutan tajam air yang berada di Waduk Darma, Kuningan. Dalam situasi normal, waduk yang airnya berasal dari sungai-sungai yang berhulu di Gunung Ciremai tersebut mampu menampung 30 hingga 39 juta meter kubik air.

Krisis air saat ini juga berlangsung di Kabupaten Indramayu. Puluhan ribu warga pelanggan PDAM setempat juga mulai mengalami kesulitan memperoleh pasokan air bersih. Bahkan akibat krisis air, PDAM setempat sempat berhenti berproduksi.

Untuk pertama kalinya sejak 20 tahun terakhir, BUMD itu berhenti berproduksi secara total pada Rabu siang (16/7), sehingga distribusi ke masyarakat perkotaan dengan jumlah pelanggan mencapai 10.000 orang terhenti sama sekali.

Meski penghentian pasokan air kepada warga yang dilakukan PDAM sempat terjadi hanya beberapa saat, namun kejadian itu sempat meresahkan pelanggan.

Plh Dirut PDAM Indramayu H Moch Sofyan ketika dikonfirmasi wartawan membenarkan penghentian produksi tersebut karena BUMD yang dipimpinnya sempat tidak memperoleh air baku dari Cimanuk yang ke arah Desa Terusan, Kecamatan Sindang.

"Air benar-benar habis. Malah petani yang telah menjebol bendung darurat sia-sia. Bukannya air tawar mendorong air laut, justru air laut mendorong sisa air tawar, sehingga saat ini warga setempat benar-benar kekurangan air bersih," tuturnya. Dijelaskan Sofyan, begitu air habis, intake Plumbon tidak bisa dipaksakan untuk memproduksi air bersih. Bila dipaksakan, akan terulang kejadian Desember 2002 lalu yaitu yang masuk ke jaringan pipa berupa air laut yang banyak mengandung kadar garam.

"Kami mengimbau masyarakat untuk sebisa mungkin menghemat air, ter-utama masyarakat di lingkungan perkotaan. Kebetulan yang lumpuh intake Plumbon, daerah pelayanannya meliputi perkotaan," katanya.

Diakui Sofyan, lumpuhnya intake Plumbon itu diduga akibat tambahan pasokan air dari Bendung Rentang telah habis terlebih dulu sebelum sampai ke Plumbon. "Penyebabnya, di daerah hulu airnya terlebih dulu diambili petani le-wat ratusan bahkan ribuan pompa air untuk mengairi sawah mereka," ujarnya.

"Petani membutuhkan air, begitu juga PDAM, tambahan air dari Bendung Rentang juga sia-sia karena lebih dulu dipompa petani hingga setelah sampai Plumbon sudah habis," tutur dia.

Menurut Sofyan, kebutuhan air untuk PDAM sebenarnya relatif kecil, yakni hanya 0,5 meter kubik per detik.

Jumlah pelanggan PDAM di Indramayu yang bakal terkena krisis air bersih diperkirakan lebih dari 30.000 pelanggan, meliputi wilayah Lohbenar, Jatibarang, Balongan, Juntinyuat, sampai Karangampel. "Saat ini debit airnya sekitar 20 liter per detik, dan beberapa pekan terakhir mulai menurun," katanya. (Ant/D-2

Read more!(Selengkapnya)

Bridge Of Sighs

Source: The Jakarta Post




BRIDGE OF SIGHS: Two women bathe while another washes dishes on the riverbank under the bridge at Jembatan Dua, West Jakarta. A shortage of clean water in slum areas forces squatters to use river water for their daily needs, including bathing, washing dishes and cooking, despite the fact that it is highly polluted. JP/R. Berto Wedhatama

Read more!(Selengkapnya)

Sungai Cimanuk Mengering (Cimanuk River Dries Up)

Source: Pikiran Rakyat




BELASAN anak memanfaatkan surutnya debit air Sungai Cimanuk di sekitar daerah perbatasan Desa Haurpanggung, Kec. Tarogong Kidul dengan Kel. Sukamentri Kec. Garut Kota, Kab. Garut, Selasa (13/7) sore. Sungai Cimanuk terlihat surut sejak datangnya musim kemarau yang melanda Kab. Garut sebulan ini.*DENI YUDIAWAN/"PR"

(BELASAN: Children make use of subsided Cimanuk river water capacity around the Haurpanggung area of the border of the Village, Kec.Tarogong Kidul with Kel. Sukamentri Kec. Garut the City, Kab. Garut, on Tuesday afternoon (13/7).
The Cimanuk river has subsided since the arrival of the dry season that struck Kab. Garut this month)

Read more!(Selengkapnya)

Tuesday, July 13, 2004

Victorian Government Water Strategy Paper

Source: Victorian Government Water Strategy Paper - "Our Water, Our Future"

The above link is to a Victorian Government water strategy white paper entitled "Our Water, Our Future".

Whilst it relates to the state of Victoria, some of the issues are similar to those faced in Indonesia. As such, the respective strategies may be of interest.

Pdf format files for each chapter of the document are available for viewing and/or download.

A brief outline of the content is as follows:

Chapter One: A Secure Water Future for Victoria(PDF 1327 kb)
Meeting the challenge
A pathway to sustainable water management

Chapter Two: Water Resources and their Allocation(PDF 782 kb)
Our Water Resources and Its Values
Improving the water allocation system
Creating a New Sustainable Framework
The New Water Allocation Framework in Practice
Long-Term Water Resource Planning
Varying Water Entitlements
Improving Compliance and accountability
Managing future risks
Addressing impacts of catchment land use

Chapter Three: Dealing with Stressed Rivers(PDF 1983 kb)
Tackling all aspects of river health
Additional resources for protecting and repairing rivers and aquifers
The Environmental Water Reserve: From Concept to Reality
Enhancing the Environmental Water Reserve in stressed rivers
Managing the Environmental Water Reserve

Chapter Four: Smarter Use of Irrigation Water(PDF 1014 kb)
Refining water entitlements to improve choice
Simplifying and providing more certainty about water shares
Dealing with channel congestion and stranded assets
Upgrading and rationalising distribution services
Helping water use on farms to be sustainable

Chapter Five: Smarter Use of Water in Cities and Towns(PDF 1475 kb)
Policy framework for sustainable urban water management
Balancing water supply and damand
Reducing water consumption
Actions to deliver water savings
Recycling And Alternative Water Supplies
Securing our drinking water supplies
Getting The Right Planning Framework And Regulation

Chapter Six: Pricing for Sustainability(PDF 647 kb)
Structure and design of prices driving sustainable use
Environmental contribution
Pricing to recover service delivery costs
Long-term interests of customers
Revised concession arrangements

Chapter Seven: An Innovative and Accountable Water Sector(PDF 708 kb)
Improved clarity and allocation of roles and responsibilities
Improved capability and effectiveness
Improved integration and coordination
Incentives for innovation and improved performance

Glossary of Terms and Appendix(PDF 211 kb)

Read more!(Selengkapnya)

Villagers accuse ceramics factory of contaminating local wells

Source: The Jakarta Post 13/7/2004

Multa Fidrus, Tangerang

Villagers from Curug Kulon in Tangerang say the waste from ceramics producer PT Karemindo is polluting their wells.

A villager, Syaiful, said the water in all wells around the company premises had turned whitish and was not safe for consumption.

The residents took a sample of the groundwater from the wells and brought it to the Tangerang tap water company PDAM Tirta Kerta Raharja (TKR) for a laboratory test.

The test revealed the water sample was contaminated with dangerous levels of ammonia, manganese and calcium, which exceeded the safety standards as stipulated in the Minister of Health Decree No. 907/2002.

Syaiful said none of the villagers had so far suffered from any illnesses likely to have been caused by consuming the water. Some long-term effects from drinking the polluted water include osteoporosis and internal organ damage.

Residents said they made their concerns clear to the company management on May 27 but it had done nothing to rectify the problem.

"The management had promised to supply clean water for us as compensation but it did not happen. Finally, we decided to buy clean water from PDAM TKR," Syaiful said over the weekend.

The residents called for the regency to mediate with them and company management to find an amicable solution.

"If we don't get any response from the administration, we plan to stage a massive rally and file complaints with the regency environmental agency," he said.

When contacted, regency secretary Nanang Komara only said the administration had set up a team assigned to list industrial firms that did not have proper documents for their environmental impact analysis.

PT Karemindo executives could not be reached for comment.

However, the company's chief of security, Hartono, denied the accusations.

"I have summoned and questioned 30 residents. They claimed they never signed any statements saying their wells were contaminated by factory waste," Hartono told The Jakarta Post.

"We suspect certain individuals have tried to discredit this firm," he said. The firm had already undertaken an environmental impact study and had a proper waste treatment facility, Hartono said.

Read more!(Selengkapnya)

Saturday, July 10, 2004

Company postpones water rate hike

Source: The Jakarta Post - Company postpones water rate hike

TANGERANG: The Tangerang regency tap water company PDAM Tirta Kerta Raharja has decided to postpone a water rate hike until 2005 when the company will be able to provide better services and cleaner water, spokesman Anda Suhanda said on Friday.

The company increased its water prices by 300 percent in January and planned to increase the price again in August.
After the increase at least 2,000 of the company's 110,000 customers changed to Tangerang municipal tap water company PDAM Tirta Dharma.

However, former customers expressed doubt about the company's commitment to improve service. 'It's a trick to get the people back, the price will be increased anyway,' Lilie Weh of Bugel Mas Indah housing complex said.
Muslih Amin, coordinator of Regional Information Study Center (Pattiro), said the postponement was only a temporary answer to the strong protests.

Read more!(Selengkapnya)

Friday, July 09, 2004

NUSANTARA WATER 2004 Conference and Exhibition

Source: Perpamsi - Nusantara Water 2004

NUSANTARA WATER 2004 Conference and Exhibition
19-20 August 2004, Jakarta Convention Center

MAIN PURPOSES

To show the results of drinking water development during 59 years of independence.

To show the existence and the potential of all players in drinking water industry from local, national, regional and international level.

To attract foreign investors to take part in the development of Indonesia’s drinking water industry.

To offer space for promotion as well as transactions of goods and services in the drinking water industry, also to create an active market for those who are interested in this sector.

To give chances for professionals in the drinking water industry to meet one another to exchange ideas and informations for mutual benefit.


STRATEGIC VALUES

NUSANTARA WATER 2004 Conference and Exhibition will be held to highlight the Annual Meeting of PERPAMSI, where all top managers of water supply companies throughout Indonesia will be there together with their partners within the province and local governments. This is a golden opportunity to approach those decision makers.

This forum will also be attended by professionals in drinking water from various countries, and so this will be a good moment to achieve cooperation and to learn from the exchange of information.

NUSANTARA WATER will be a right place for business meeting as well as doing transactions in drinking water and other sectors concerned.



VISITORS

Management of water supply companies throughout Indonesia

Top officials of provinces and local governments who are the stakeholders of water supply companies.

Top executives of drinking water industry from Indonesia and abroad.

Professionals in the field of drinking water affairs.

Scientific community from universities and research institutions.


SPECIAL GUESTS

Coordinating Minister of Public Welfare

Minister of Environment

Minister of Settlement and Area Infrastructure

Minister of Finance

Chairman of National Development Planning Board

Parliament members of Commission II, IV and IX

Read more!(Selengkapnya)

Debit Air Saguling Menyusut (Water Debit, Saguling)

Source: Pikiran Rakyat 9/7/2004

Akibatnya PLTA Beroperasi Hanya Malam Hari

BANDUNG, (PR).-
Meski musim kemarau belum berlangsung lama, namun debit air Citarum yang mengairi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling Kab. Bandung, sudah turun cukup drastis dari seharusnya 150 m3 per detik menjadi 15 m3 per detik.

Dampak dari kondisi itu, kini PLTA Saguling kadang beroperasi hanya pada malam saja, karena harus menunggu air untuk mencapai ketinggian yang dibutuhkan. Meski begitu, saat ini belum ada pengaruh terhadap kapasitas produktivitas instalasi listrik yang dihasilkan.

Demikian diungkapkan General Manager (GM) Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling PT Indonesia Power Ir. Sumarna P., M.M., M.T., kepada "PR", Kamis (8/7), usai mengikuti acara penyerahan sertifikat Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001 di Gedung Serba Guna UBP Saguling, Cioray-Rajamandala, Kab. Bandung. Hadir dalam kesempatan itu unsur muspida dan undangan lainnya.

Penghargaan di bidang lingkungan bertaraf internasional tersebut diserahkan oleh Presiden Direktur PT TUV Internasional Mattius Hotten, kepada Direktur Utama PT Indonesia Power Abimanyu Suyoso. Selanjutnya sertifikat diserahkan oleh Abimanyu kepada GM UBP Saguling Sumarna.

Lebih jauh Sumarna, mengungkapkan, akibat penurunan debit itu dilakukan upaya agar debit air bisa menyesuaikan dengan kebutuhan produksi listrik. Salah satunya dengan menahan air yang masuk, kemudian pada saat digunakan tidak dikeluarkan semuanya, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan. "Kami selalu menjaga agar ketinggian air seimbang dengan kebutuhan produksi listrik tersebut," ungkapnya.

Ketinggian air yang dibutuhkan adalah berkisar antara 150 m3 per detik sampai 170 m3 per detik. Akan tetapi karena sekarang ini hanya mampu 15 m3 per detik, pengelola mengatur interval waktu dengan cara menahan air sampai kebutuhan ketinggian air terpenuhi. "Jadi kami operasikan pembangkit itu untuk sekarang ini terkadang hanya malam hari saja," katanya.

Secara keseluruhan dengan berkurangnya debit air itu belum memengaruhi kapasitas produksi PLTA Saguling yang mencapai 700,7 MW. "Pengaruhnya belum sampai mengurangi produksi listrik, hanya baru berpengaruh terhadap kontinuitas operasi pembangkit saja," kata Sumarna.

Lingkungan rusak

Direktur Utama PT Indonesia Power Abimanyu Suyoso, kepada "PR", mengungkapkan, penurunan debit air Saguling tidak hanya semata oleh masuknya musim kemarau, tetapi karena kerusakan lingkungan mulai dari hulu Citarum, yaitu di Gunung Wayang dan sepanjang bantaran Sungai Citarum hingga ke Saguling.

Sementara itu, sekarang cara yang dilakukan untuk mengembalikan debit air kembali tinggi dan tidak terjadi sedimentasi di waduk, dengan cara memperbaiki hulu Citarum dengan menanam kembali pohon bersama masyarakat. "Hulunya harus ditanam lagi, lalu dijaga dan dilestarikan. Untuk mencapai itu semua tentu saja membutuhkan keterlibatan semua pihak baik pemda setempat maupun masyarakatnya. Apalagi sekarang, di Citarum telah banyak limbah yang sudah barang tentu sangat mencemari aliran sungai," katanya.

Abimanyu mengungkapkan, memperbaiki hulu Citarum (Gunung Wayang) dan bantaran sungai, ditanami 250 ribu pohon kopi dan cokelat. Penanamannya oleh mayarakat yang tergabung dalam Masyarakat Cinta Citarum. "Target kami adalah 1 juta pohon, namun tahun ini baru terealisasi 250 ribu," ujarnya.

Selain itu, kata Abimanyu, bersama Perhutani mengoptimalkan sistem pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) serta program gerakan rehabilitasi lahan kritis (GRLK), yang dicanangkan Provinsi Jabar.

Kemudian dalam rangka mengoptimalkan air Saguling, Abimanyu meminta kepada bawahannya untuk mengoptimalkan air tersebut, dengan cara seluruh air yang lewat ke Saguling harus jadi listrik. "Kalau tidak, kami akan salahkan manajemen di sini (PLTA Saguling)," kata Abimanyu.

Dia juga berpesan, hal yang harus diperhatikan yakni menjaga air agar menghasilkan listrik sepanjang tahun, termasuk kemarau sekalipun. "Makanya kami minta atur manajemen airnya semaksimal mungkin, sehingga pada musim kemarau bisa menghasilkan listrik," katanya.

Read more!(Selengkapnya)

Projek Air Bersih di Ciherang Menyimpang (Clean Water Project, Cianjur)

Source: Pikiran Rakyat 9/7/2004


CIANJUR, (PR).-
Projek pembangunan sarana air bersih senilai Rp 164,2 juta di Blok Ciheulang sampai dengan Panyaweuyan sepanjang 4.817 meter di Desa Ciherang Kec. Pacet Kab. Cianjur diduga dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan rancangan biaya (RB) yang telah ditetapkan. Projek yang masuk dalam Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang didanai World Bank itu terdapat banyak ketimpangan dalam pembelian material.

Dalam RB yang telah ditetapkan tertera untuk pembangunan sarana air bersih tersebut menggunakan pipa paralon ukuran 4 inci. Tetapi, dalam pelaksanaannya di lapangan ukuran tersebut diganti dengan pipa paralon ukuran 3 inci. Demikian juga dengan pipa paralon yang dalam RB ukuran 3 dan 2 inci juga mengalami penggantian dengan ukuran yang lebih kecil.

"Kami terpaksa melakukan perubahan ukuran pipa paralon karena dana pembangunan projek tersebut tidak mencukupi kalau dalam pelaksanaannya mengacu pada RB yang telah dibuat. Dengan terpaksa untuk melakukan efisiensi dan agar pelaksanaan projek itu selesai kami melakukan pengurangan ukuran pipa paralonnya," ujar Ketua Tim Penanggung Jawab Kegiatan (TPK) pembangunan projek sarana air bersih, Rahmat A. ketika dihubungi "PR", belum lama ini.

Menurut Rahmat, perubahan ukuran pipa paralon yang digunakan untuk pembangunan sarana air bersih telah dirapatkan melalui pemerintahan Desa Ciherang. Dalam rapat yang dihadiri dari unsur kepala desa, lembaga pemberdayaan Masyarakat (LPM), badan perwakilan desa (BPD), dan pihak TPK tersebut sepakat terhadap perubahan ukuran pipa paralon yang akan digunakan untuk pembangunan saluran air.

"Dalam musyawarah itu pihak desa menerima perubahan ukuran pipa paralon yang akan digunakan, demi pelaksanaan projek bisa kelar sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Kalau tidak demikian, projek tersebut saya yakin tidak akan kelar karena swadaya masyarakat yang semula diharapkan masuk ternyata tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan," kata Rahmat

Dijelaskan Rahmat, alasan perubahan ukuran pipa paralon selain biaya projek yang tidak mencukupi kalau mengikuti RB, juga karena masalah teknis lainnya. Di antaranya adalah medan yang akan dipasang pipa paralon terlalu sulit sehingga dalam pengerjaannya memerlukan waktu yang lebih panjang.

Selain itu, karena bron captering (bak penampungan air besar-red.) yang terlalu rendah sehingga perlu ditinggikan. "Untuk meninggikan bron captering tersebut perlu tambahan biaya lagi, sedangkan dana projek yang ada sangat terbatas. Mungkin semua itu tidak akan menjadi masalah kalau swadaya dari masyarakat masuk semuanya. Ini kan tidak, kenyataannya tidak sesuai dengan yang diharapkan," ujar Rahmat seraya mengatakan swadaya dari masyarakat hanya masuk Rp 1,1 juta dari perhitungan awal Rp 36,6 juta.

Baru tahu

Sementara itu, Ketua Unit Pengelola Kegiatan PPK Kec. Pacet H. Haerul Tamam, S.E., mengaku baru tahu kalau projek pembangunan sarana air bersih di Desa Ciherang tersebut tidak sesuai dengan RB yang telah dibuat. "Kita baru tahu setelah melakukan kunjungan ke lapangan. Bahkan, salah satu anggota tim kami sempat menggali pipa yang telah dikubur untuk membuktikan apakah ukurannya sesuai dengan RB atau tidak. Ternyata memang benar, ukuran pipa yang digunakan tidak sesuai dengan RB yang telah dibuat," ujar H. Tamam ketika dihubungi secara terpisah.

Pihaknya sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan tim PPK Desa Ciherang yang melakukan pengerjaan projek tidak sesuai dengan RB yang ditetapkan. "Kita selama ini sebelumnya tidak pernah diajak bicara meski mereka mengaku telah musyawarah terlebih dahulu dengan pihak pemerintahan desa. Untuk itu tim kami akan turun ke lapangan melakukan penyelidikan tentang kejadian itu," ujarnya.

Menurut H. Tamam kalau dalam penyelidikan yang dilakukan nantinya terbukti telah terjadi penyimpangan RB, akan dikenakan sanksi. "Inilah uniknya projek PPK, meski projeknya tidak sesuai dengan RB karena alasan tertentu, sanksi yang akan diberikan paling sebatas penalti. Tahun berikutnya desa tersebut tidak akan mendapatkan bantuan lagi," kata H. Tamam.

Read more!(Selengkapnya)

Waduk & Situ di Jabar Harus Dilestarikan (Damaged Reservoirs in West Java)

Source: Pikiran Rakyat 9/7/2004

Wagub, ”Saat Ini Sudah Banyak yang Rusak”

PURWAKARTA, (PR).-
Wakil Gubernur Jawa Barat (Wagub Jabar) H. Nu'man A. Hakim mengakui kalau sekarang ini telah banyak waduk dan situ di Jabar yang mengalami kerusakan akibat terjadinya sedimentasi. Proses itu juga menurutnya terkait erat dengan kerusakan lingkungan di hulu dan sepanjang bantaran sungai yang mengalir ke waduk tersebut. Untuk itu, wagub meminta agar waduk dan situ tersebut kembali dilestarikan.

Wagub Jabar mengatakan hal itu saat pembukaan Rapat Koordinasi Panitia Pelaksana Tata Pengaturan Air (PPTA) di Wilayah Sungai Citarum, Kamis (8/7) bertempat di Gedung Serbaguna Graha Vidya Perum Jasa Tirta II Jatiluhur Purwakarta. Hadir dalam kesempatan itu Kepala Badan Koordinasi Wilayah Purwakarta Drs. H. Unang Sunarya, para bupati dari 13 kab./kota yang daerahnya dialiri Sungai Citarum, serta Direktur Utama Perum Jasa Tirta II, Ir. Tjetjep Sudjana.

Lebih lanjut wagub mengungkapkan akibat sedimentasi, selain terjadinya kerusakan juga sangat berpengaruh terhadap umur waduk. "Akibat sedimentasi, umur waduk menjadi pendek dan efeknya akan berdampak luas bagi kehidupan kita," ungkapnya.

Selanjutnya dampak dari sedimentasi itu juga dapat menyebabkan kerugian dalam bidang prasarana irigasi karena selain mengurangi kapasitas pengaliran air juga dapat menyulitkan operasi jaringan irigasi di musim kemarau serta meningkatkan biaya operasi dan pemeliharaannya.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, menurut wagub pihaknya telah melakukan upaya seperti pemulihan lahan kritis melalui Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) dengan target Jabar harus bisa mewujudkan 45% kawasan lindung.

Hadapi kemarau

Sementara itu, menurut wagub akibat terjadinya banjir, longsor, dan bencana alam lainnya selain merusak harta benda masyarakat juga merusak prasarana irigasi dan kerusakan itu diperparah dengan kurangnya upanya pemeliharaan yang disebabkan terbatasnya sumber dana dan sumber daya manusia.

Ia juga mengakui kalau pengelolaan irigasi sekarang ini masih menghadapi permasalahan yang disebabkan sumber air yang makin menurun, areal sawah yang makin menipis, serta SDM pengelola irigasi yang semakin berkurang. Untuk menanggulangi masalah itu, perlu meningkatkan ketersediaan air melalui operasi dan pemeliharaan waduk, rehabilitasi situ dan bendung, pembangunan waduk atau embung baru, mempertahankan kondisi jaringan irigasi yang ada, dan membangun irigasi baru.

Dalam menghadapi musim kemarau tahun 2004 sekarang ini wagub mengharapkan kepada pihak terkait untuk melaksanakan upaya pemeliharaan prasarana irigasi sehingga pada saatnya nanti jaringan dapat dioperasikan semaksimal mungkin. "Tidak lupa juga kita harus bisa mengendalikan penggunaan air pada waduk atau tampungan air lainnya," katanya.

Sementara itu, Kepala Bakorwil Purwakarta Drs. Unang Sunarya yang juga selaku ketua penyelenggara mengungkapkan rapat tersebut dimaksudkan dalam rangka melaksanakan koordinasi tata pengaturan air di wilayah Citarum. Rapat itu juga bertujuan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya kekeringan pada musim kemarau di wilayah Sungai Citarum.

Read more!(Selengkapnya)

Thursday, July 08, 2004

Court dismisses water case

Source: The Jakarta Post 8/7/2004

Urip Hudiono, Jakarta

The Central Jakarta District Court dismissed all charges by the Jakarta Water Consumers Community (Komparta) against PT Thames PAM Jaya (TPJ) and PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) as the consumer group failed to comply with required legal procedures in its class action suit against the firms.

Presiding judge Suripto read out the ruling on Wednesday that the court found that Komparta lacked legal standing as it only had powers of attorney from three out of the eight customers who had complained of the water firms' poor service.

"The authorization stipulated in the letter is also of a general nature," he said. "It does not define what the letter would be used for. In this case, it was for a lawsuit against the defendants."

Suripto said since Komparta was not entitled to represent the customers, the court had to reject the suit and drop all charges and demands against the defendants.

Komparta filed the suit last June, after the firms' insisted on raising water rates despite customer complaints of a lack of improvement in the service.

Komparta demanded compensation amounting to Rp 990 million (US$110,000) for material losses and claimed punitive damages of Rp 1 billion. It also demanded the firms publish a public apology to customers in several major media.

While the water firms' defense team was satisfied with the verdict, Komparta lawyer J.J. Armstrong Sembiring was unhappy with the ruling.

He questioned the verdict since an earlier ruling by the court had concluded that all legal procedural requirements -- including the letter of authorization -- were fulfilled.

"How can it now become a consideration in the final verdict?" he said, alleging that the ruling was connected to the replacement of Judge Andriani Nurdin with Judge Suripto around three months ago.

Komparta previously won a similar case against the city administration. The trial was then presided over by Judge Andriani, in which the court ordered the administration to postpone the implementation of a water rate hike in 2003.

Komparta will appeal the verdict, and if necessary, file a new class action suit against the firms.

Read more!(Selengkapnya)

Wednesday, July 07, 2004

Singapore company wins Indonesia water deal

Source: The Jakarta Post 7/7/2004

SINGAPORE (DPA): A Singapore company has signed a US$75 million deal to treat and supply water to the more than 1 million residents of the Indonesian tourism hotspot Yogyakarta.

Boustead Singapore, an engineering services and technology group, confirmed on Tuesday it has signed an agreement with the Yogyakarta governor to treat and supply water to the city and its sub-districts.

Boustead intends to own 49 percent of the equity in the project to bring residents clean, treated water for the first time.

Only 20 per cent of the population living in the Yogyakarta area currently have that access.

The cultural and intellectual center of Indonesia, Yogyakarta is the country's most popular tourist destination after Bali.

Work is expected to begin late this year and be completed in 2006.

On June 25, Indonesian President Megawati Soekarnoputri warned that the country will be short of water in the next decade if there is no sustainable effort to conserve the environment.

"If the Indonesian people do not have full awareness on the need to conserve clean water resources, they will face a fresh water crisis in 2005," she said after inaugurating the Leuwigoong irrigation project development in Garut regency, West Java province


Read more!(Selengkapnya)