Tuesday, August 10, 2004

77 Mata Air Terancam Mati (77 water springs dying, Northern Bandung)

Source: Pikiran Rakyat

BANDUNG, (PR).-
Kehancuran Kawasan Bandung Utara (KBU), dipastikan bakal menyebabkan 77 mata air dan 47 sungai di Kota Bandung mati. Jika itu sampai terjadi, bisa mengakibatkan kekeringan perkotaan yang mematikan kehidupan Kota Bandung.

English Translation

Bandung Destruction of the Region North (KBU), was ascertained will cause 77 springs and 47 rivers in the Bandung City died. If that until happened, could result in the urban drought that killed the Bandung life of the City.


Demikian dikatakan anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Sobirin, di Kantor DPKLTS, Kota Bandung, Senin (9/8). "Kekeringan perkotaan sering tak disadari karena datang perlahan. Padahal, kekeringan perkotaaan itu mengakibatkan debu meningkat tajam, sungai dan sumur kering, taman kota gersang, serta timbulnya berbagai penyakit seperti pernapasan, diare, dan sebagainya," katanya.

Sobirin mengatakan, ke-47 sungai yang sedang menunggu "ajal" itu terdiri dari 15 sungai utama dan 32 anak sungai. "Sungai utama adalah Cikapundung, Cipamokolan, Cidurian, Cicadas, Cinambo, Ciwastra, Citepus, Cibedug, Curugdogdog, Cibaduyut, Cikahiyangan, Cibuntu, Cigondewah, Cibeureum, dan Cinanjur. "Tangkapan air sungai-sungai itu berada di KBU melalui sub daerah aliran sungai (Sub DAS) Cibeureum, Cikapundung, Cidurian, Cicadas, dan Cikeruh," katanya.

Dijelaskan Sobirin, di bagian hulu sub DAS itulah, pada batas utara wilayah Kota Bandung terdapat banyak mata air yang keluar di permukaan lereng. "Namun, daerah tangkapan di hulu itu telah rusak, sedangkan di hilir dijadikan tempat pembuangan sampah. Banyak sekali sungai kecil menimbulkan bau menyengat tanpa ada penggelontoran," katanya.

Sobririn menegaskan, KBU mutlak harus dilestarikan jika ingin menyelamatkan kehidupan Kota Bandung. "Kekeringan sebenarnya tidak hanya melanda daerah-daerah pertanian, tetapi juga di perkotaan termasuk Kota Bandung. Kekeringan perkotaan ditandai dengan rendahnya debit sungai-sungai yang melintasi kota atau bahkan tidak ada aliran air sama sekali. Mata air tidak lagi mengeluarkan air," katanya.

Ditambahkan Sobirin, banyak sekali sungai kecil diuruk, dipersempit, diluruskan, ditalud, dibeton, ditutup menjadi trotoar dan tempat parkir mobil, dsb. "Hampir semua sungai kecil di perkotaan sudah 'diperkosa' menjadi saluran pembuangan yang tidak ekologis, sempit, penuh sampah, dan kotor. Hal itu jelas merupakan sumber penyakit bagi warga," katanya.

Kesalahan fatal itu terjadi karena masyarakat dan pihak-pihak yang bertanggung jawab, masih awam terhadap filosofi sungai kecil. "Pemahaman tentang sungai, sebagai bagian terpenting dari sistem sungai yang menyimpan rahasia kekeringan, banjir, dan kerusakan wilayah keairan secara menyeluruh suatu kawasan, sama sekali belum berkembang. Padahal, Kota Bandung juga dikenal sebagai kota pendidikan karena banyak perguruan tinggi terkenal. Sungguh ironis," katanya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pakar DPKLTS Dr. Ir. Mubiar Purwasasmita, M.Sc, mengatakan, kekeringan di Kota Bandung seakan tak terasa karena banyak beredarnya air kemasan.

"Meskipun kekeringan, masyarakat kurang menyadarinya karena bisa membeli air kemasan. Mereka tidak menyadari kekeringan perkotaan sangat membahayakan kesehatan dan bisa menghancurkan kehidupan perkotaan," katanya.