Tuesday, August 24, 2004

Warga Kesulitan Air Bersih (Clean Water Problems, Kabupaten Cirebon)

Source: Pikiran Rakyat

SUMBER, (PR).-

Musim kemarau kini sudah mendera. Sejumlah warga di berbagai daerah mulai mengalami kesulitan mendapatkan air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, menyusul mengeringnya sumber-sumber air. Sementara itu, ribuan hektare sawah terancam kekeringan, sehingga jika kekeringan terus berlanjut dikhawatirkan bakal mengakibatkan gagal panen.

English Translation

The dry season currently has whipped. Several citizens in various areas began to experience the difficulty of obtaining the clean water to fill their everyday requirement, following dried up him sources of the water. In the meantime, thousands hectare the paddy-field was threatened by the drought, so as if the drought continued to continue it was worried about will result in failed the harvest.


Dari Kab. Cirebon dilaporkan, sumber-sumber air seperti situ, kondisinya sudah sangat kritis karena airnya mulai menyusut, bahkan ada yang sudah mengering. Air di Situ Patok di Desa Sinanrancang Kec. Mundu misalnya, kini sudah menyusut hingga hanya tinggal pada kedalaman 4 meter, dari kedalaman normal yang biasanya 11 meter.

Lebih parah lagi dialami Situ Pengasinan di Desa Kertawinangun, Kec. Sedong. Situ yang terletak di perbatasan Kab. Cirebon dan Kab. Kuningan itu malah sudah kering kerontang. Padahal, dua situ tersebut selama ini menjadi sumber air utama bagi sebagian masyarakat Cirebon.

Sejumlah warga memperkirakan, musim kemarau 2004 bisa lebih parah dibanding tahun lalu. Tanda-tandanya terlihat dari keringnya situ yang selama ini menjadi sumber air utama bagi ribuan warga. Warga menuturkan, keringnya Situ Pengasinan akibat tidak ada kiriman air dari sungai yang ada di hulu kawasan Kuningan. Gundulnya hutan di bagian hulu juga dituding masyarakat sebagai penyebab parahnya kekeringan sekarang.

"Tanda-tanda kemarau tahun ini akan lebih parah dibanding tahun 2003 lalu, sudah tampak. Kalau dulu, situ baru kering setelah kemarau berjalan 10 bulan, kini baru 6 bulan sudah kering. Tak ada lagi kiriman air dari hulu. Gundulnya hutan juga memperparah kekeringan sekarang," tutur seorang warga.

Kondisi memprihatinkan juga terjadi di Situ Patok, di mana debit airnya mengalami penurunan cukup ekstrem, dari semula berada pada kedalaman mencapai 11 meter kini hanya tinggal 5 meter. Dalam waktu satu bulan ke depan, warga meyakini situ itu akan kering. "Tiap harinya menyusut 15 - 20 cm. Bahkan sawah milik Pemdes Sindarancang seluas 3,5 hektare gagal panen gara-gara sumber air kering dan letaknya berada di atas situ," kata Kuwu Sinarancang, Caca Effendi.

Jika Situ Patok kering, akibatnya sangat buruk, sebab selain padi, tanaman palawija lainnya juga ikut gagal, termasuk tebu. "Kalau tebu gagal panen, pabrik gula Sindanglaut bisa terhenti. Sebab tidak ada lagi tebu yang harus digiling," tutur dia.

Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kab. Cirebon, Ir. Yadi Djunuryadi, mengatakan, kekeringan diakibatkan lemahnya daya dukung lingkungan di sekitar situ. Areal hutan sebagai sumber resapan air telah rusak akibat penebangan liar. "Lemahnya daya dukung lingkungan di sekitar situ menjadi salah satu penyebabnya. Solusi jangka panjang ialah menghijaukan kembali daerah hulu. Sebab dengan hijaunya perbukitan maka tidak terjadi erosi yang mengakibatkan situ menjadi dangkal," tutur dia.

Krisis air bersih

Ribuan warga di wilayah tiga kecamatan di Kab. Indramayu, yakni Kec. Lelea, Krangkeng, dan Cikedung sejak sepekan terakhir mulai kesulitan air bersih, khususnya untuk memenuhi konsumsi sehari-hari. Situasi serba sulit air itu terjadi karena sumur-sumur tradisional milik warga sudah mengering, sementara air dari sumur pompa terasa asin.

Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga terpaksa mengambil air dari sumber-sumber yang ada dan jaraknya relatif jauh dari rumah mereka. Dari pemantauan "PR" di Kec. Lelea, Senin (23/8), terlihat ratusan warga dari sejumlah desa di wilayah itu berbondong-bondong ”menyerbu”' Balong Taman yang terletak di Desa Tamansari Kec. Lelea. Balong Taman merupakan cekungan yang cukup dalam dan selama ini mampu menyediakan air untuk konsumsi rumah tangga di musim kemarau.

"Meskipun warnanya agak kehijau-hijauan, namun lumayan buat masak dan minum selama kemarau berlangsung," ujar Kojab, warga Desa Tempel Wetan. Ia mengaku sejak dua pekan terakhir setiap hari mengangkut air dari sumber air di Balong Taman untuk keperluan konsumsi keluarganya.

Menurut Kojab, setiap hari ratusan warga dari berbagai desa antre mengambil air di Balong Taman, khususnya pada pagi dan sore hari. Dengan menggunakan jeriken, warga harus antre menunggu giliran. Warga yang memanfaatkan air Balong Taman antara lain berasal dari Desa Cempeh, Langut, Pengauban, Telagasari, Tempel Kulon, dan sejumlah desa lain. Di antara mereka bahkan harus berjalan kaki berkilo-kilo meter.

Karena jumlah warga yang memanfaatkan air dari Balong Taman terus bertambah, pihak BPD Desa Tamansari dan sejumlah tokoh masyarakat terpaksa mengatur pembagian air tersebut. "Kalau tidak diatur, kami khawatir terjadi apa-apa. Soalnya jumlahnya cukup banyak. Ada yang membawa becak, sepeda dan angkutan lain," kata Junedi, anggota BPD Desa Tamansari.

Selain dengan mengambil air di tempat yang cukup jauh, untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga juga memanfaatkan jasa para penjual air bersih yang berkeliling kampung. "Untuk ukuran satu becak berisi enam jeriken, warga harus merogoh uang sekira Rp 7.500,00 hingga Rp 9.000,00, tergantung jarak angkut bagi penjualnya," kata Yonif, warga Desa Pangauban yang juga menjabat sebagai Ketua KNPI Kec. Lelea.

Wabup kaget

Wakil Bupati Indramayu H. Dedi Wahidi, S.Pd., yang dikonfirmasi berkaitan adanya sejumlah wilayah yang mulai kesulitan air bersih, mengaku kaget. "Saya justru baru tahu dari Anda. Mestinya, camat dan kuwu harus proaktif. Tinggal kirim surat atau telefon saja, kalau tidak ke Pak Bupati, bisa langsung ke saya," ujarnya kepada wartawan, Senin(23/8).

Oleh karenanya, ia menyayangkan sikap para camat dan kuwu yang daerahnya mengalami krisis air bersih. Pasalnya, selama tidak ada laporan yang masuk ke pemkab, wabup beranggapan tidak ada persoalan menyangkut krisis air bersih di daerah. "Saya berjanji akan segera mengerahkan armada tangki yang selama ini kita miliki," katanya.

Diakui, krisis air bersih yang terjadi di Kab. Indramayu harus diakui sebagai "agenda tetap" tahunan. Sepanjang tahun, beberapa kecamatan di Indramayu kerap diwarnai krisis air bersih. Untuk itu Dedi berharap, agar pemerintahan di level desa dan kecamatan ikut aktif menginventarisir persoalan yang terkait hal itu. "Sesungguhnya ini menjadi agenda tahunan kita. Soal krisis air bersih itu tidak hanya menjadi kasus regional. Ini sudah menjadi kasus nasional," kata Dedi.

Sawah kering

Dari Tasikmalaya dilaporkan, hingga pertengahan bulan ini sudah ada sekira 119,5 ha lahan sawah di Kota Tasikmalaya sudah terkena kekeringan. Luas areal lahan yang terkena kekeringan itu berada di dua kecamatan, masing-masing Kawalu dan Mangkubumi. "Dari laporan yang masuk hingga tanggal 15 Agustus lalu, lahan yang terkena kekeringan baru melanda dua kecamatan. Itu pun tingkatannya masih dalam kategori ringan dan sedang," kata Kasi Produksi Bidang Tanaman Pangan, Ir. Hj. Dedeh Rosidah, saat mendampingi Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Kota Tasik, Ir. Dedi Trisnadi, Senin (23/8).

Menurutnya, dari total areal lahan yang sudah terkena kekeringan sekira 119,5 ha, masing-masing 49 ha berada di Kec. Mangkubumi dan 70,5 ha terdapat di Kec. Kawalu. Rinciannya 40 ha masuk kategori ringan dan 79,5 ha kategori kekeringan sedang. Sedangkan areal sawah paling luas terkena kekeringan berada di Desa Cibeuti Kec. Kawalu yang mencapai 61 ha, terdiri dari sedang 55 ha dan ringan 6 ha.

Lebih lanjut dikatakannya, memasuki musim kemarau tahun ini, Dinas Pertanian memperkirakan ancaman kekeringan terhadap areal lahan sawah di Kota Tasik akan melanda sekira 584 ha. Daerah paling parah terkena dampak kekeringan, diperkirakan ada di Kec. Kawalu, di mana sekira 262 ha dari seluruh areal sawah yang ada di sana sekira 1.202 ha, sudah terancam.

Pasokan tersendat

Di Majalengka, debit air PDAM yang berasal dari Sungai Cisurian mengalami penyusutan hingga lebih dari setengahnya. Akibatnya, pasokan air ke konsumen tersendat. Untuk memperbaiki dan memenuhi kebutuhan air secara normal, pihak PDAM membutuhkan dana sekira Rp 40 miliar. Hal tersebut diungkapkan Dirut PDAM Majalengka Drs. H. Ruhiat, menanggapi semakin menurunnya pasokan air ke beberapa wilayah di Majalengka, Senin (23/8).

Menurut Ruhiat, musim kemarau menyebabkan debit air di Sungai Cisurian mengalami penurunan dari 90 liter/detik menjadi hanya 41 liter/detik. Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan konsumen, pihak PDAM Majalengka menggunakan tiga reservoar yang sudah lama tidak digunakan. Langkah itu pun berisiko menambah beban biaya, karena ketiga reservoar tersebut membutuhkan biaya operasional lebih tinggi, termasuk untuk bayar PLN dan BBM. "Konsekuensinya, biaya operasional lebih tinggi, karena kami harus mengeluarkan BBM dan membayar PLN." tegas Ruhiat.