Thursday, September 02, 2004

Banyak Irigasi Rusak Sawah Kekurangan Air (Lack of irrigation water for paddy-fields, Bandung)

Source: Pikiran Rakyat

BANDUNG, (PR).-
Areal pertanian irigasi di Kab. Bandung mengalami defisit air sebanyak 11.272 liter/detik atau 52,07% dari total kebutuhan 21.648 liter/detik. Pasalnya, jumlah total air di 18 irigasi di Kab. Bandung tak dapat memenuhi kebutuhan air bagi daerah di sekitarnya. Selain menurunnya debit dari sumber air akibat kemarau, defisit air diperparah dengan rusaknya hampir semua irigasi itu.

English Translation
The area of irrigation agriculture in Kab.Bandung experienced the water deficit totalling 11.272 litre/the second or 52,07% from the total requirement 21.648 litre/the second. His article, the number the total water in 18 irrigation in Kab. Bandung could not fill the requirement for the water for the area around it. Apart from the decline in the debit from the source of the water resulting from dry, the water deficit was aggravated with destruction almost all the irrigation.


Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pertanian Kab. Bandung, Ir. Sofian Nataprawira, di kantornya, Rabu (1/9). "Jumlah total ketersediaan debit air di 18 irigasi itu tercatat hanya 10.376 liter/detik atau 47,93% dari total kebutuhan," katanya.

Sofian mengakui kondisi irigasi di Kab. Bandung rata-rata sudah tak memenuhi syarat karena umumnya sudah berusia tua. "Akibatnya, pengairan bagi areal pertanian di sekitar irigasi itu menjadi tak maksimal sehingga kekeringan dikhawatirkan terus meluas. Padahal, kekeringan saat ini saja sudah mencapai 4.174 ha yang mencakup kategori puso (gagal total) 532 ha, berat 873 ha, sedang 1.254 ha, dan ringan 1.515 ha," katanya.

Dikatakan Sofian, ke-18 irigasi itu adalah Cibeureum, Leuwikuya, Leuwikuray, Ciherang, Pasirkuntul, Pasirangin, Rajamandala, Wanir, Wangisagara, Cisarea, Cigadog, Kiaraeunyeuh, Juntihilir, Malang, Cangkuang, Depok, Ciyasana dan Cidadap. "Kekurangan debit air terbanyak terjadi di irigasi Leuwikuya dengan ketersediaan debit air 9,22% dari total kebutuhan. Adapun di daerah irigasi Pasir Kuntul dan Cidadap, debit air masih mencukupi," katanya.

Sofian menambahkan bahwa defisit air tahun ini jauh lebih parah dibanding periode yang sama tahun lalu. "Periode yang sama tahun lalu, kebutuhan air masih terpenuhi 67% dari total kebutuhan atau hanya terjadi defisit 33 %. Berarti, defisit kali ini sekira 20% lebih parah dibanding yang lalu," katanya.

Berdasarkan itu, Sofian mengatakan perbaikan irigasi yang rusak sudah sangat mendesak dilakukan. "Perbaikan itu harus secepatnya dilakukan agar kejadian ini tak terus berulang di tahun-tahun mendatang. Bila tak diperbaiki, kerusakan akan semakin parah di tahun-tahun mendatang sehingga kekeringan hampir dipastikan akan terus meluas," katanya.

Keppres

Sementara itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat akan segera mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk menerbitkan keputusan presiden (keppres) untuk melindungi Kawasan Bandung Utara (KBU) dan Cekungan Bandung secara utuh. Keppres itu juga bisa menjadi "payung hukum" yang mengikat. Sehingga pemprov dapat turut mengoordinasikan pemerintah kota dan kabupaten yang berwenang menerbitkan izin prinsip di wilayah yang menjadi resapan air dan konservasi itu.

Wakil Gubenur Jabar Nu'man Abdul Hakim menyatakan demikian kepada wartawan usai membuka Seminar Sketsa Perekonomian Indonesia Pasca-pemerintahan Baru di Indonesia di Hotel Grand Hyatt Bandung, Rabu (1/9).

"Kawasan-kawasan rawan seperti Bopuncur (Bogor, Puncak, Cianjur--red.) atau Cekungan Bandung karena tidak bisa ditangani secara parsial di tingkat provinsi, kota, dan kabupaten, itu harus melalui keppres. Kesepakatan di tingkat lokal antara provinsi, kota, dan kabupaten kalau ditarik dalam konteks nasional harus ada payung hukum, yaitu berupa keppres," tuturnya.

Upaya seperti itu dilakukan, tegasnya, karena ada sementara persepsi bahwa Pemprov Jabar berlindung di balik ketiadaan wewenang, untuk menyetop perizinan yang dikeluarkan kota/kabupaten. "Kita bukan berlindung di balik itu, tapi kita ingin semuanya berada dalam koridor tertib hukum. Coba sekarang, bisa saja ketika pemprov tegas mencabut perizinan dari pengembang yang telanjur diterbitkan oleh kota/kabupaten, bisa-bisa kita yang di-PTUN-kan," kata Nu'man.

Pada sisi ini, keberadaan keppres itu diarahkan sebagai pedoman bagi semua level pemerintahan daerah. "Sehingga tidak ada lagi celah ketika kita akan menunjukkan ketegasan sikap. Yang penting sekarang kita melalukan status-quo dulu di KBU, sehingga tidak ada lagi izin keluar. Projek-projek yang ada seperti di Punclut, juga harus dihentikan," paparnya.

Sementara itu, anggota DPRD Jabar dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aji Asyhari memandang ada atau tidak ada keppres itu, tanpa disertai itikad serius untuk menegakkan hukum pada relnya, kawasan KBU dan Cekungan Bandung tetap terancam. "Yang penting adalah keseriusan menegakkan hukum. Adanya keppres itu nanti jangan sampai menjadi sekadar formalisme," ucapnya.

Air tanah

Direktur Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, Dr. A. Djumarma Wirakusumahmengatakan, pengambilan air tanah di Cekungan Bandung dinilai sudah melebihi batas normal, dari jumlah keseluruhan air tanah di Cekungan Bandung yaitu 108 juta meter kubik per tahun telah diambil sekira 46 juta meter kubik per tahun. Padahal pengambilan air tanah yang diperbolehkan hanya sekira 30% atau sekira 30 juta meter kubik per tahun.

Ia menyatakan hal itu didampingi Kasub Direktorat Konservasi Air Tanah, Ir. H. Danaryanto, M.Sc, Rabu (1/9) kemarin di Kantor Dinas Pertambangan dan Energi Jabar disela-sela melakukan pembahasan dan diskusi mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengelolaan Air Tanah.

Diskusi yang dipandu oleh Kadis Pertambangan dan Energi, Ismail Hasjim itu dihadiri seluruh pejabat di lingkungan dinas pertambangan kota/kabupaten serta provinsi Jawa Barat.

Lebih jauh Danaryanto memprediksikan bila kondisi ini dibiarkan maka bisa terjadi kekosongan air di wilayah cekungan Bandung bahkan sekarang saja beberapa tempat seperti di Leuwigajah, Ujung Berung, Cicalengka, Majalaya, dan sebagian Kota Bandung air tanahnya sudah mulai kurang.

Yang lebih parah lagi ungkap Danaryanto bila air tanah itu sudah kosong dan untuk mengisi kembali kita harus menunggu 900 tahun lagi. "Hasil penelitian menunjukkan betapa sulitnya untuk mengembalikan air tanah. Jadi kita harus menyadari bahwa sangat penting untuk menjaga dan memelihara air tanah ini," ungkapnya.

Menurutnya, di Cekungan Bandung ini pengambilan air harus dikurangi hingga mencapai 30%. Kemudian pengambilannya pun tidak terpusat dalam satu tempat tapi harus dilakukan secara merata. "Maksimal 30% air tanah itu diambil, kalau memang kita menginginkan air tanah itu tetap lestari," tandasnya.

Sementara Dr. A. Djumarma mengemukakan untuk membuat air tanah ini lestari harus dilakukan pengaturan, salah satunya dengan perangkat Undang-undang yang dijabarkan dalam peraturan pemerintah (PP). "Dalam pengaturan air tanah ini dikoordinir oleh propinsi dengan tujuan manajemen pengaturannya dapat terkontrol," ungkapnya.

Ia juga menjelaskan bahwa Cekungan Bandung itu dibagi berdasarkan wilayah, Cekungan Bandung Soreang, Cekungan Bandung Lembang dan cekungan Bandung Batujajar. Dan sekarang cekungan yang sudah berkurang air tanahnya adalah Bandung dan Soreang akibat banyaknya pabrik-pabrik di wilayah tersebut yang memerlukan air.

Bahkan diindikasikan lima daerah yang air tanahnya rawan yaitu Leuwigajah, Ujung Berung, Majalaya, Cicalengka dan Kebonkawung Kota Bandung. "Upaya yang harus dilakukan sekarang adalah pengawasan pengambilan air tanah diperketat. Namun, itu juga harus ada kerja sama terus-menerus dari pusat sampai daerah," katanya.

Kadis Pertambangan dan Energi, Ismail Hasjim mengemukakan cara yang sedang ditempuh untuk melestarikan air tanah itu dengan cara melakukan pengawasan dan pengendalian bahkan pihaknya kini tengah menertibkan sebanyak 900 sumur bor ilegal. Namun ia juga mengakui belum bisa terpantau semua mengingat sumur bor ilegal itu susah untuk dideteksi.

Ia mengharapkan dengan terbitnya Undang Undang No. 7/ 2004 tentang sumber daya air dan peraturan pemerintah (PP) mengenai pengelolaan air tanah diharapkan mampu mengatur air tanah. Apalagi sekarang ini sudah dirasakan dampak negatif yaitu berkurangnya air tanah. "Mudah-mudahan PP pengelolaan air tanah mampu mencari solusi terhadap permasalahan yang ada mengenai air tanah ini," katanya.