Thursday, October 28, 2004

Warga Cibeber, Kembali Tuntut Wali Kota Cimahi (The Cibeber citizens demand action from the Cimahi Mayor)

Source:Pikiran Rakyat

Hentikan Aksi Penjual Air Ciseupan

CIMAHI, (PR).-
Sedikitnya seratus warga Kel. Cibeber Kec. Cimahi Selatan Kota Cimahi, kembali menuntut Wali Kota Cimahi segera menghentikan pihak-pihak yang menjual air Danau Ciseupan ke pabrik-pabrik. Dampak yang dialami warga, sumur-sumur kekeringan diduga tidak mendapat resapan dari air danau yang permukaannya menyusut.

English Translation:

Stop the Ciseupan Action of the Seller of the Water

CIMAHI, (PR).-
At Least one hundred Kel citizens. Cibeber Kec. Cimahi South the Cimahi City, again demanded the Cimahi Mayor immediately stopped teams that sold the Ciseupan Lake water to factories. The impact that was experienced by the citizen, drought wells it was suspected did not receive the absorption from the lake water that his surface shrank.


Tuntutan tersebut disampaikan warga melalui surat yang ditandantangani oleh H. Endang Sukaryat, tokoh masyarakat RW 5 dan Ketua RT 6 RW 5 Kel. Cibeber Rahmat, ditujukan kepada Wali Kota Cimahi H.M. Itoc Tochija, Selasa (26/10). Surat itu pun dilampiri 127 tanda tangan warga dan Ketua LSM Forum Pemberdayaan Mayarakat (FPM) H. Barkah Setiawan.

Warga mengutarakan, penyusutan air bawah tanah diduga sebagai dampak eksploitasi air Danau Ciseupan yang berada di RW 7 Kel. Cibeber, tepatnya berada di bawah lokasi permukiman warga RW 5 dan sekitarnya. Apalagi, tahun ini penjualan air Ciseupan oleh kelompok tertentu ke pabrik-pabrik dirasakan lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan suplai air PDAM Kab. Bandung dirasakan sangat kurang, sehingga tidak memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Oleh karenanya, kata warga, hendaknya wali kota segera menindaklanjuti permasalahan tersebut. Jangan sampai aspirasi mereka diabaikan seperti oleh aparat Kel. Cibeber, yang berkali-kali menerima keluhan warga.

Menurut Ketua LSM FPM H. Barkah Setiawan, warga terpaksa mengirim surat kepada wali kota sehubungan dengan masalah kekeringan di wilayah Cibeber dan sekitarnya semakin menjadi. Diharapkan, wali kota bisa menginstruksikan perangkatnya untuk segera menindaklanjuti masalah itu. Jika kondisi itu dibiarkan berlarut-larut, bisa menimbulkan kejengkelan dan bukan tidak mungkin jika kekesalan warga memuncak akan terjadi aksi unjuk rasa.

Turun ke lapangan

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Cimahi H.M. Sedar, Rabu (27/10), bersama Asisten Pemerintahan dan Kesejahtaraan Daerah Kota Cimahi Encep Saepulloh, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi Arlina Gumira, dan Kabag TU, Lingga Sethyanegara, serta Kepala Badan Kesbang A. Ridwan langsung turun ke RW 7 Kp. Ciseupan Kel. Cibeber. Mereka menyurvei kondisi Danau Ciseupan sehubungan dengan adanya dugaan eksploitasi air di kawasan tersebut.

Menurut Arlina dan Lingga, saat ini pemkot tengah mengkaji guna mencari solusi terbaik bagi semua pihak. Selain itu, mereka membentuk tim kecil untuk memantau kondisi di lapangan dan mengetahui jumlah pengambilan air yang diangkut dari danau ke pabrik-pabrik.

Seperti diberitakan "PR" sebelumnya, Ketua RT 6 RW 5 Kel. Cibeber menyatakan warga kesulitan air, karena sumur-sumur kekeringan menyusul kemarau panjang dan ditambah lagi dengan adanya eksploitasi air Danau Ciseupan. Bahkan, sejumlah sumur warga akhirnya dijadikan septic tank karena selalu kering. Meski berkali-kali diperdalam, tetap tidak berair. Warga terpaksa mengambil air dari sumur umum sekalipun tidak mencukupi.

Secara terpisah, sejumlah warga RW 7 Kp. Ciseupan yang berada di sekitar Danau Ciseupan, mengeluhkan hal yang sama. Meskipun ada konpensasi dari setiap truk yang membawa air, tetapi jumlahnya tidak seimbang dengan kerugian yang mereka terima. Warga harus membeli air Rp 20.000,00/tangki. Selain itu, kenyamanan hidup mereka terganggu akibat adanya aktivitas pengambilan air danau selama 24 jam.

Selain bising, jalanan di sekitar kampung pun seringkali rusak. Apalagi menurut informasi yang ada, setiap harinya ratusan tangki air diambil dari danau tersebut. Untuk itu, mereka menuntut agar penyedotan air danau dibatasi sehingga tidak mengganggu jam istirahat warga. Jika tidak, mereka mengancam akan kembali berunjuk rasa seperti yang pernah terjadi sebelumnya.