Monday, October 25, 2004

Warga Sukabumi Selatan Menjerit Kekurangan Air (Citizens of South Sukabumi voice concerns about lack of water)

Source: Pikiran Rakyat

Berharap Ada Perhatian Serius dari Pemkab

SUKABUMI, (PR).-
Kemarau panjang mulai mengusik kehidupan warga Sukabumi Selatan. Ini ditandai dengan jeritan dari masyarakat di beberapa kecamatan, seperti Kec. Bantargadung, Cikembar, Warungkiara, Waluran, Lengkong, dan Jampangtengah. Pada umumnya kecamatan-kecamatan tersebut menderita kekurangan air bersih.

English Translation

Hope for Serious Attention from Pemkab

Sukabumi, (PR).-
Dry long began to touch on the Sukabumi life of the citizen South. This was marked by the scream from the community in several subdistricts, like Kec. Bantargadung, Cikembar, Warungkiara, Waluran, Lengkong, and Jampangtengah. Generally these subdistricts suffered the clean lack of the water.


Menurut warga, sejauh ini belum ada perhatian serius dari Pemkab Sukabumi. Akibatnya, warga terpaksa harus memanfaatkan air dari beberapa aliran sungai yang berdekatan dengan kampung mereka. Namun, volume air sungai saat ini juga sudah semakin surut. Di Bantargadung misalnya, warga yang memanfaatkan aliran Sungai Cijarian semakin khawatir karena setiap hari volume air semakin surut dan dalam waktu dekat ini kemungkinan menjadi kering kerontang.

"Kalau sungai sudah kering, kami tidak bisa berbuat banyak kecuali memohon bantuan kepada peme-rintah. Seperti tahun lalu, kami mendapatkan bantuan air bersih melalui pengiriman tangki air dan masyarakat hanya mengganti biaya BBM," ujar Ketua RW Kampung Cijaringan Marsadi.

Namun, tidak semua warga berani memanfaatkan aliran sungai secara langsung. Bagi warga yang tidak turun ke sungai untuk mandi cuci dan buang air, terpaksa harus bersusah payah mengangkut air dari sungai ke rumahnya masing-masing. "Jaraknya cukup jauh. Malah ada yang sengaja menyewa kendaraan bak terbuka dan mengangkut air dari sungai ke rumah-rumah," kata Marsidi.

Potret yang sama juga tergambar di Kecamatan Lengkong. Di Desa Bojonghaur, warga terpaksa mengandalkan aliran Sungai Cihaur yang terlihat mulai kering. Bahkan, ketika "PR" melakukan pemantauan, terlihat ada beberapa warga yang sengaja membuat calobak di pinggiran sungai agar air yang tertampung lebih bersih dan air itulah yang dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga.

Akibat kekurangan air bersih, dikhawatirkan muncul berbagai penyakit. Masalahnya, air yang dikonsumsi dipastikan tidak higienis. Lebih dari itu, sudah banyak warga yang melakukan buang air besar di kebun karena keringnya aliran sungai.

"Ini bukan kebiasaan warga, tetapi semua itu dilakukan ketimbang harus ditahan-tahan dan menjadi penyakit. Jadi, warga memanfaatkan kebun atau lahan-lahan kering untuk membuang air besar," kata Sulaeman, penduduk Kampung Bojonghaur.

Tak mampu

Pejabat Kepala Desa Bojong Galing, Endin Samsudin, saat ditemui di kantornya, membenarkan terjadinya kesulitan air bersih di wilayahnya. "Dari 15 kampung yang ada, paling yang tidak kesulitan air bersih hanya ada dua kampung yakni Cibogo dan Bihbul," kata Endin yang didampingi Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) Baerudin.

Diceritakan Baerudin, dia pun pernah berupaya membuat sumur bor untuk memenuhi kebutuhan air bersih bila musim kemarau tiba. Namun, setelah digali hingga kedalaman mencapai 30 meter, airnya tetap saja tidak ada. Padahal, untuk menggali sumur tersebut memerlukan biaya hingga jutaan rupiah. "Apa boleh buat, kami sudah berupaya namun tidak ada hasilnya. Akhirnya, keluarga kami terpaksa membeli air ke Ciburial," cerita Baerudin yang setiap bulannya harus mengeluarkan dana ekstra sebesar Rp 150.000,00 untuk membeli air bersih.