Friday, November 19, 2004

Miliaran m3 Air Terbuang Mubazir (Billions of cubic metres of water wasted in West Java)

Source: Pikiran Rakyat

BANDUNG, (PR).-
Sedikitnya 70 miliar m3 potensi air di Jawa Barat setiap tahunnya terbuang mubazir. Kondisi alam Jawa Barat sejatinya mampu memberikan potensi sumber daya air sebesar 81 miliar m3 per tahun. Akan tetapi yang biasa dimanfaatkan hanya 8 miliar m3 per tahun. Padahal, kebutuhan masyarakat Jabar membutuhkan air sebanyak 17 miliar m3 per tahun.

Pernyataan itu diungkapkan anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), S. Sobirin, saat ditemui di kediamannya di Cigadung, Kota Bandung, Kamis (18/11). "Saat musim hujan, potensi air 70 miliar m3 berubah menjadi banjir yang mengakibatkan erosi dan tanah longsor. Sebaliknya, saat musim kemarau, potensi air hanya tinggal 8 miliar m3 karena cadangan dan simpanan air tak ada lagi sehingga terjadi defisit air 9 miliar m3," katanya.

English Translation

Bandung, (PR).-

At Least 70 billion m3 the potential for water in West Java was each year thrown away superfluous. The West Javanese condition of nature for the identity could give the potential for water resources as big as 81 billion m3 per the year. But that normally is made use of only 8 billion m3 per the year. In fact, the West Javanese requirement for the community needed water totalling 17 billion m3 per the year.

The statement was revealed by the member of the Council of the Expert in the Council of the Observer of Forestry and the Environment upgraded Sunda (DPKLTS), S. Sobirin, when being found in his residence in Cigadung, the Bandung City, on Thursday (18/11). "During the rain season, the potential for water 70 billion m3 changed to the flood that resulted in the erosion and the landslide." On the other hand, during the dry season, the potential for water only remained at 8 billion m3 because of the reserve and savings of water was not again so as to the water deficit happen 9 billion m3, he said.


Sobirin bahkan mengatakan, kualitas dari jumlah air yang tersisa 8 miliar m3 itu pun sangat jelek karena telah tercemar oleh limbah industri maupun rumah tangga. Sebagai contoh, sepanjang 47,1% dari aliran Sungai Citarum telah tercemar berat oleh limbah industri dan rumah tangga.

Mantan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber daya Air (Puslitbang SDA) itu juga mengatakan, banjir menyebabkan tingkat erosi yang sangat tinggi di Jawa Barat, yaitu 33 juta ton tanah per tahun atau setara dengan 1 juta truk tronton berkapasitas masing-masing 30 ton.

"Erosi itu mengangkut lapisan tanah subur di gunung-gunung, di hulu terbawa ke dataran rendah dan laut sehingga potensi sumber daya laut pun bisa terancam karena pelumpuran. Akibatnya, nelayan lokal pun diambang kehancuran," kata Sobirin.

Dia mengatakan, hilangnya potensi air 70 miliar m3 per tahun di Jawa Barat tersebut disebabkan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan yang disebabkan aktivitas manusia yang melampaui batas itu mengakibatkan iklim mikro di setiap daerah aliran sungai hancur. Padahal, air adalah kebutuhan hidup yang juga berarti kehidupan. Hancurnya potensi air di sebuah negara berarti akan menjadi bencana kehidupan di negara tersebut.

Dijelaskan Sobirin, di kala negara maju semakin mampu mengelola airnya, Indonesia justru sedang membunuh dirinya dengan kehancuran iklim mikro dan sistem hidrologinya akibat kerusakan hutan yang sangat hebat. "Buktinya, hutan seluas enam lapangan sepak bola di Indonesia hancur hanya dalam hitungan per menit," katanya.

Sobirin menegaskan, guna mengatasi itu semua, perbaikan "pabrik dan lumbung air" alam mutlak harus dilakukan. Di Jawa Barat, pemulihan kawasan lindung seluar 45% dari Provinsi Jawa Barat merupakan suatu keharusan. Kesepakatan perbaikan lingkungan untuk konservasi sumber daya air dan iklim mikro melalui Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) harus menempatkan rakyat sebagai subjek, bukan sekadar penonton atau penggembira.

"Jangan pula hanya menjadi ajang kampanye serta upacara seremonial belaka," katanya.

Perbaiki sumber air

Lebih lanjut, Sobirin mengatakan, perbaikan daerah aliran sungai harus didahulukan dibanding membuat waduk seperti Jatigede. "Sembuhkan dulu sungai dan daerah aliran sungai yang sakit! Ibaratnya, perbaiki dulu sumber airnya, jangan buru-buru menyiapkan ember, apalagi ember berukuran besar," katanya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pakar DPKLTS Dr. Ir. Mubiar Purwasasmita mengatakan, perwujudan penataan ruang masih jauh dari harapan. "Padahal, penataan ruang merupakan masalah penting dalam menyelenggarakan kehidupan nasional. Arti dan perannya telah lama dipahami, tetapi perwujudannya sampai saat ini belum dapat direalisasikan. Perwujudan pembangunan berdasarkan konsep tata ruang nasional masih jauh dari harapan," katanya.