Wednesday, November 03, 2004

”Projek Jatigede” Harus Dikaji Ulang (Jatigede Reservoir Project Must Be Reviewed)

Source: Pikiran Rakyat

KLH Siap Kaji Kerusakan Tampomas

BANDUNG, (PR).-
Rencana pembangunan Waduk Jatigede di Kab. Sumedang, yang direncanakan sejak 1963 harus dikaji ulang karena dipastikan sudah tidak selaras (tidak up to date) dengan kondisi saat ini. Kondisi pada 1963 dipastikan sudah jauh berubah dengan sekarang.

English Translation

KLH was ready to study Damage of Tampomas

Bandung, (PR).-
The Jatigede Plan of the development of the Reservoir in Kab. Sumedang, that had been planned since 1963 must be reviewed because of being ascertained already not one (not up to date) with the condition at this time. The condition in 1963 it was confirmed far has changed in a current manner.


Pernyataan itu diungkapkan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH), Rahmat Witoelar, saat berdiskusi dengan masyarakat Jabar di Kantor Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, Jln. Riau Kota Bandung, Selasa (2/11). "Apalagi, menurut para ahli geologi, di daerah itu banyak terdapat patahan sehingga riskan untuk dibangun waduk," katanya.

Rahmat mengatakan ketidakjelasan pembangunan Waduk Jatigede selama 41 tahun menunjukkan pemerintah sebenarnya pun bingung dengan projek itu. "Saya tidak ingin menyalahkan siapa-siapa. Namun, pemerintahan masa lalu seakan bingung sendiri sehingga projek itu tidak jelas kelanjutannya. Pemerintah tidak memiliki visi dan misi yang jelas." katanya.

Dikatakan Rahmat, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dalam 100 hari pertamanya akan segera merevisi dan me-review berbagai kebijakan masa lalu yang masih menggantung. "Selain Jatigede, projek yang akan dikaji ulang adalah Buyat, Bojong, dan sebagainya," katanya.

Karena itu, lanjut Rahmat, pemerintahan kabinet sekarang akan mengutamakan transparansi, akuntabilitas, dan komunikasi dengan rakyat. "Setelah semua itu ditempuh, rencana projek Jatigede mudah-mudahan bisa segera dipastikan jadi atau tidaknya," katanya.

Ketua Dewan Penasihat DPKLTS, Solihin G.P., mengatakan projek Jatigede harus dibatalkan karena dipastikan tak banyak berguna. "Pasalnya, citra satelit menunjukkan seluruh tangkapan air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk seluas 170 ribu ha berada pada keadaan kritis sehingga dapat membawa material tanah yang tererosi sebanyak 8,5 juta ton/tahun yang pada gilirannya akan memenuhi waduk sehingga umur waduk menjadi sangat pendek" katanya.

Dijelaskan Solihin, saat rencana Waduk Jatigede digulirkan 41 tahun lalu, kondisi Cimanuk masih sehat, tidak seperti sekarang.

"Selain itu, dengan rencana tinggi bendungan yang mencapai 100 m dan volume genangan air 1 miliar m3, sangat dikhawatirkan dengan kondisi geologi yang lemah, akan menimbulkan gempa imbas yang dapat menimbulkan bencana yang tak terduga," katanya.

Tim pengkaji Tampomas

Solihin juga mengungkapkan dari segi total biaya, pembangunan Waduk Jatigede berikut infrastruktur pendukungnya sangat mahal yaitu mencapai Rp 7 triliun. "Padahal, merehabilitasi lahan kritis di hulu DAS Cimanuk hanya membutuhkan dana Rp 1 triliun. Hal itu menunjukkan ada pemborosan sekira Rp 6 triliun," katanya.

Sementara itu, Kusnadi Candarwiguna dari Forum Komunikasi Rakyat Jatigede, mengatakan amdal Jatigede yang dilakukan pada 1992 lalu sudah tidak berlaku karena sudah lebih dari 5 tahun. "Apalagi, rekomendasi amdal disusun tim yang ditunjuk pemrakarsa sehingga sangat tidak objektif. Karena itu, amdal ke depan kelak harus disusun oleh tim independen," katanya.

Rahmat juga menegaskan KLH siap untuk membentuk tim pengkaji kerusakan G. Tampomas akibat penggalian pasir liar. "Saya akan segera membahas masalah tersebut dengan para staf saya. Pihak yang bersalah harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku," katanya.

Ketua Dewan Pakar DPKLTS, Dr. Ir. Mubiar Purwasasmita mengatakan penggalian pasir secara ngawur yang menggunakan alat-alat berat dan tanpa dilengkapi amdal seluas ratusan hektare pada ketinggian sekira 800 m dpl di lereng Gunung Tampomas itu telah mematikan belasan mata air dan mengakibatkan debit air Situ Cipantenen Sumedang menyusut drastis.

"Kerugian diperkirakan sudah mencapai sekira Rp 4 triliun yang mencakup kerusakan areal pertanian, kekeringan, dan sebagainya," katanya. Solihin G.P. menambahkan kerugian Rp 4 triliun itu sangat tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh Pemkab Sumedang sebesar Rp 340 juta/tahun. "Para perusak lingkungan itu harus ditindak tegas," tegasnya.