Tuesday, November 02, 2004

Warga Desa Kamarang Kesulitan Air Bersih ( Kamarang Villagers Experience Clean Water Difficulties)

Source: Pikiran Rakyat



Mereka Rela Antri di Tiga Titik Mata Air

SUMBER, (PR).-
Sekira 1.000 penduduk di Desa Kamarang Kecamatan Beber Kabupaten Cirebon selama ini kesulitan mendapatkan air bersih untuk minum dan keperluan rumah tangga. Hal itu terjadi karena sumur gali milik warga yang jumlahnya mencapai 670 buah telah mengering selama 8 bulan terakhir ini.

Berdasarkan pemantauan, Minggu (31/11), air dari ratusan sumur di desa itu sudah tidak dapat dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Karena selain airnya tinggal sedikit, juga agak berbau. Bahkan tidak sedikit sumur yang kering kerontang. Sejak subuh hingga malam hari mereka terpaksa harus antri mendapatkan air di sumber mata air yang jaraknya sekitar 3 Km dari rumah mereka.

English Translation

They were willing to queue in three water points of view

SUMBER, (PR).-
Approximately 1,000 inhabitants in the Village Kamarang the Subdistrict revealed the Cirebon Regency uptil now the difficulty obtained the clean water to drink and the need of the household. That happened because of the well dug up property of the citizen that the amount reached 670 dried up during the last 8 months.

Was based on the monitoring, on Sunday (31/11), the water from hundreds of wells in the village could not have been made use of for the everyday need. Because apart from his water remained at a little, also rather flavoured. Moreover not few dry wells kerontang. Since at daybreak till tonight they were forced to have to queue obtained the water in the source of the spring that his distance around 3 Km from their house.


Warga berbondong-bondong berebut air di tiga mata air yang ada di desa itu. Bahkan yang tidak kebagian terpaksa menggunakan air kubangan berlumpur untuk keperluan rumah tangga. "Saya terpaksa mengambil air di mata air Ciseureuh sekalipun harus berdesak-desakan. Kalau tidak, keluarga saya tidak bisa minum. Apalagi sekarang bulan puasa, bertambah pula cobaannya," kata Adi saat dijumpai di mata air Ciseureuh. Namun warga mengaku selama mengkonsumi air dari Ciseureuh tidak mengakibatkan sakit perut dan gejala diare lainnya.

Bagi masyarakat kemarau tahun 2004 ini sama parahnya dengan tahun 2003 lalu. Namun demikian, untuk suhu dirasakan lebih panas pada musim kemarau saat ini. Kendati masih ada satu lagi sumber mata air yakni Cigambir, namun jaraknya cukup jauh dari rumah penduduk desa itu.

Sejumlah warga mengaku untuk mendapatkan air dengan cara mudah harus mengeluarkan uang sebanyak Rp 200 perjerigen. Warga membelinya di sebuah penampungan yang disediakan pemerintah di tengah pemukiman penduduk.

Sementara menurut Basuki (40 tahun), setiap hari ia dan penduduk lainnya harus mengangkut air dengan menggunakan sepeda bahkan dengan cara digendong. "Saya dan penduduk di sini terpaksa harus capek ngangkut air, karena sejak kemarau sumur sudah tidak keluar air lagi. Jalan nanjak bukan menjadi halangan bagi saya untuk mengangkut air menuju rumahnya," kata Basuki.

Kepala Urusan Pembangunan (Kaur Pem) Desa Kamarang, Sumarta (60 tahun), belum lama ini mengatakan, pihaknya telah berusaha mengatur pembagian air mata air dengan cara musyawarah.

Namun, katanya, fenomena warga kesulitan mendapatkan air bersih telah terjadi sejak lama. "Kesulitan warga dalam memperoleh air, sudah dirasakan sejak lama. Padahal upaya dari pemerintah beberapa kali dilakukan seperti menyediakan sumur pompa, dan tanki air," tukasnya.

Kondisi parah juga dialami penduduk di tiga desa lainnya, yakni Sedong Lor, Karangwuni, dan Panongan Kec. Sedong. Situ Pengasinan airnya susut 8,5 meter. Bahkan air kering-kerontang dan hanya tersisa di pintu air. P

enduduk yang kreatif, justru membuat lubang di sekitar danau yang tanahnya mulai mengering. Airnya keruh, namun untuk sementara air itu dianggap paling bersih jika dibandingkan air danaunya sendiri.

Air berlumpur itu diangkut dengan ember besar dan digunakan untuk keperluan mencuci pakaian, piring, bahkan mencuci kendaraan. Sejumlah anak-anak SD di sana sering menggunakan bibir danau untuk mencuci seragamnya meski di bawah terik matahari yang cukup menyengat kulit.