Saturday, December 11, 2004

Pintu Klep Citanduy Kerap Macet (Entrance to Citanduy River blocked)

Source: Pikiran Rakyat




CIAMIS, (PR).-
Pimpro Induk Pengembangan Wilayah Sungai Citanduy-Ciwulan, Agus Rahardjo, sering dibuat jengkel oleh sikap masyarakat yang masih membuang sampah ke Citanduy seenaknya. Padahal sampah yang masuk ke Citanduy, kerap menyebabkan dua pintu klep utama di Kec. Padaherang, Ciamis, tidak berfungsi. Akibatnya, daerah Padaherang, Banjarsari dan sekitarnya mengalami banjir, sewaktu hujan lebat.

English Translation

Ciamis, (PR).-
Pimpro the Mother of the Development of the River Territory of Citanduy-Ciwulan, Agus Rahardjo, was often made irritated by the community's attitude that still was throwing the waste to Citanduy in any way away. In fact the waste that entered Citanduy, often caused two main doors to the valve in Kec. Padaherang, Ciamis, did not function. As a result, the Padaherang area, Banjarsari and surrounding area experienced the flood, when heavy rain.


"Masyarakat sering membuang batang pisang ke sungai. Padahal dampaknya cukup besar, karena bisa mengganggu pintu klep," jelas Agus Rahardjo, kepada "PR", Jumat (10/12), di Ciamis.

Dari beberapa kali kasus banjir di Ciamis Selatan, seperti Padaherang, sebagian besar atau 50 persen, karena pintu klep di Ciganjeng tidak berfungsi. Padahal pintu klep itu berfungsi untuk mengatur keluar masuk air dari sungai atau dari daerah Ciganjeng menuju sungai. "Kalau pintu klepnya sudah macet, jelas genangan air dari Ciganjeng menjadi terhambat," paparnya.

Oleh karena itu, Agus berharap agar masyarakat tidak membuang sampah, terutama batang pohon pisang, ke Citanduy, sehingga pintu klep di daerah alirn sungai itu bisa berfungsi dengan baik.

Pada kesempatan itu, Agus juga mengaku, saat ini ada enam titik tanggul di daerah DAS Citanduy yang mengalami kerusakan. Tanggul-tanggul penghalang itu, sedang diupayakan untuk diperbaiki, karena fungsinya juga cukup baik untuk mencegah luapan sungai ke daerah pemukiman.

Mengenai banjir yang terjadi di Cipatujah, Tasikmalaya, menurut Agus Rahardjo, hal itu karena daerah muara Ciwulan sudah dangkal. Muara Ciwulan itu mestinya segera dikeruk, tapi belum bisa dilakukan karena biayanya cukup besar. Selain itu, upaya pengendalian Ciwulan selama ini juga tidak dilakukan berdasarkan master plan, karena memang baru akan diusulkan.