Thursday, December 09, 2004

Sebanyak 10,85 Ton Ikan Mati di Waduk Saguling ( 10.85 ton of fish die in the Saguling Reservoir)

Source: Pikiran Rakyat




Kejadian Tersebut Berulang Setiap Tahun

BANDUNG, (PR).-
Sebanyak 10,85 ton ikan jenis nila dan mas yang dibudidayakan di Waduk Saguling dilaporkan mengalami mati akibat terjadinya arus balik air waduk. Musibah tersebut membuat para petani ikan jaring terapung (japung) di Kec. Cililin, Cihampelas, dan Cipongkor Kab. Bandung menderita kerugian sekira Rp 72 juta.

English Translation

This incident occurs each year

Bandung, (PR).-
Totalling 10,85 ton the fish of the indigo kind and Mas that was cultivated in the Saguling Reservoir it was reported experienced died as a result of the occurrence of the feedback of reservoir water. This disaster made the farmers of the net fish floating (japung) in Kec. Cililin, Cihampelas, and Cipongkor Kab.Bandung suffered the loss approximately Rp 72 million.


"Berdasarkan laporan yang masuk, ikan mas yang mati tidak kurang dari 2,6 ton. Sedangkan ikan nila 8,25 ton," jelas Kepala TU pada Dinas Peternakan dan Perikanan Pemkab Bandung, Dadang Arisudin, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (8/12).

Menurutnya, kematian ikan secara massal telah terjadi di sepuluh desa yakni Desa Bongas, Budiharja, Batulayang, Karanganyar, Mekarjaya, Tanjungjaya, Cipongkor, Citalem, dan Baranangsiang. Kemungkinan besar jumlah ikan yang mati akan bertambah terus seiring dengan masih berlangsungnya pergantian musim dari kemarau ke hujan.

Dijelaskannya, dalam pergantian musim, baik itu dari kemarau ke hujan atau sebaliknya, arus air bendungan akan mengalami perputaran. Bersamaan dengan itu biasanya kotoran dari dasar danau akan terangkat ke permukaan. Hal itu pula yang menyebabkan ikan mati keracunan atau kekurangan oksigen.

Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Bandung, Ir. Ernawan Mustika M.S. menjelaskan, arus balik terjadi karena adanya proses pendinginan pada permukaan air. Sementara suhu air di dasar waduk tetap tinggi, sehingga air dari dasar akan mengalir ke permukaan.

Dikatakan, tanda-tanda akan terjadinya arus balik biasanya diawali dengan adanya hujan lebat berturut-turut atau cuaca mendung tanpa angin, beruntun selama 3 (tiga) hari. Selain itu air danau akan berubah warna menjadi cokelat kehitaman dan berbau belerang.

Jika tanda-tanda itu muncul, biasanya ikan dalam japung akan berenang vertikal dengan mulut megap-megap. Setelah itu ikan akan berusaha ke luar dari jaring yang akhirnya menjadi lemas dan kemudian mati.

Berdasarkan data, kualitas air yang diukur setelah kematian ikan, menunjukan kadar toksik seperti NH3 dan H2S (dari total SO4) cukup tinggi. Sementara konsentrasi 02 yang kritis akan menyebabkan ikan stres yang pada akhirnya mati lemas.

"Arus balik pada air danau merupakan fenomena alam yang tidak bisa dicegah," jelasnya.

Namun demikian, agar petani tidak terlalu rugi akibat peristiwa itu, sebelumnya perlu dilakukan tindakan preventif. Petani harus segera mengurangi kepadatan ikan, sebelum arus balik terjadi.

Selain itu, karena musibah tersebut selalu terulang setiap tahun, maka sudah saatnya petani memelihara jenis ikan yang relatif tahan terhadap kondisi air semacam itu.

Dikatakannya, petani harus mengurangi kepadatan jaring. Jarak ideal antarjaring harus diperlebar yakni sekira 50 meter. Selain itu, pemberian pakan ikan tidak perlu berlebihan. "Namun yang terpenting dari semua itu adalah menjual ikan sesegera mungkin sebelum terjadinya arus balik," ujar Ernawan.