Wednesday, December 15, 2004

Sebanyak 62 DAS Kritis (62 River Basins Critical)

Source: Republika Online



Lima faktor penyebab kritisnya DAS adalah penutupan lahan oleh tanaman, jarak tanam, kejenuhan tanah, kekasaran lahan, dan penutupan lahan antar tanaman. Kondisi lingkungan di Tanah Air kian memprihatinkan saja. Saat ini Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilyah (Depkimpraswil) telah mengindikasikan sebanyak 62 daerah aliran sungai (DAS) di Indonesia kritis. Kondisi itu menyebabkan sekitar 21 juta hektar lahan juga mengalami kritis.

English Translation

Five factors of the cause of the criticalness of the DAS were the closing of the land by the crop, the distance planted, land saturation, coarseness, and the closing of the land of the land delivered the crop. The condition for the environment in the Homeland increasingly just worrying. At this time the Department and the Wilyah Infrastructure of the Settlement (Depkimpraswil) indicated as many as 62 river basins (DAS) in critical Indonesia. The condition caused around 21 million hectare the land also experienced critical.


Penelitian terhadap sungai-sungai kritis tersebut, dilakukan oleh Ery Suhartanto, mahasiswa S3, Ilmu Keteknikan Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian yang dilakukan Ery selama dua tahun ini juga menyimpulkan beberapa faktor penting penyebab kritisnya DAS di Tanah Air. Menurut Ery ada beberapa indikator penting yang bisa dijadikan acuan sehingga sebuah DAS bisa dikategorikan kritis. Beberapa kriteria penetapan DAS kritis antara lain rendahnya persentase penutupan lahan, tingginya laju erosi tahunan, besarnya rasio debit sungai maksimum dan debit minimum, serta kandungan lumpur yang berlebihan (sediment load).

Pendugaan erosi, sedimen, dan run-off tersebut dilakukan berbasis model hidrologi Water Erosion Prediction Project (WEPP) dan System Information Geografis (SIG). Teknologi ini pula yang digunakan, sehingga diketahui kondisi sekitar 62 DAS di Indonesia dalam kondisi kritis. ''Dengan tehnik WEPP, kita bisa menentukan titik kritis DAS dan memulai merancang upaya konservasi,''papar Ery.

Setelah melakukan penelitian di sejumlah lokasi, akhirnya Ery berhasil mengetahui lima faktor tanaman dan lahan yang signifikan berpengaruh terhadap erosi, sedimen, dan run off. Kelima faktor tersebut di antaranya penutupan lahan oleh tanaman, jarak tanam, kejenuhan tanah, kekasaran lahan, dan penutupan lahan antar tanaman.

Menurut Ery, erosi bisa menimbulkan kerusakan pada tanah, terjadinya erosi di hulu maupun daerah hilir di tempat tanah yang terangkut tersebut diendapkan. Kerusakan pada tanah erosi dapat berupa kemunduran sifat-sifat kimia dan fisik tanah yang pada akhirnya mengakibatkan pertumbuhan tanaman dan produktivitasnya turun. Sedangkan di daerah hilir, pengendapan berdampak pada pendangkalan sungai, waduk, dan saluran irigasi.

Beberapa faktor yang berkenaan dengan erosi sungai diketahui setelah Ery melakukan penelitian di sub-DAS Ciriung dan DAS Cidanau, Jawa Barat. Selain itu, menurut Ery, perubahan penggunaan lahan (vegetasi) yang tak terkendali merupakan salah satu faktor meningkatnya erosi, sedimen, dan run off di DAS. Faktor lain yang tak kalah berpengaruh yakni iklim, topografi, tanah, dan manusia. Namun, dari sekian faktor tersebut, beberapa faktor dapat dimanipulasi. Tentu ini memberikan alternatif pengendalian atau pencegahan erosi.

Komponen yang bisa dikendalikan tersebut antara lain faktor tanaman, tanah, dan topografi. Sementara, usaha mempertahankan keberadaan vegetasi penutup tanah merupakan cara paling efektif dan ekonomis dalam mencegah meluasnya erosi permukaan. Dalam penelitiannya, Ery lebih memfokuskan upaya pencegahan dan pengendalian erosi, sedimentasi, dan run off dengan memilih lokasi di Sub-DAS Ciriung dan DAS Cidanau. Tak jauh berbeda dengan DAS lain, DAS Cidanau berpotensi mengalami erosi lebih besar dari batas yang ditolerir.

Kualitas air DAS Cidanau juga memperlihatkan kecenderungan degradasi dari tahun ke tahun. Keadaan ini sangat mengkhawatirkan. Sebab, Danau Cidanau selama ini dijadikan sumber air berbagai kegiatan industri di daerah sekitarnya. Apalagi berkenaan rencana Pemerintah Daerah Banten yang ingin membangun pelabuhan di dekat kawasan ini. Tentu, kebutuhan air bersih terus meningkat. Oleh karena itu, diperlukan teknik pendugaan dan pengendalian erosi berbasis model hidrologi berskala ruang dan waktu terpadu untuk mengurangi degradasi DAS Cidanau dan mendukung konservasi lahan dan air. Pengendalian erosi dan sedimen, menurutnya, dilakukan dengan mencegah perluasan ladang dari hilir ke hulu, terutama pada luas ladang 60 persen. Sementara, pengendalian run off bisa ditempuh dengan mencegah perluasan ladang dari hilir ke hulu, terutama pada luas ladang 40 persen.

Ery juga menyarankan, pengendalian erosi dilakukan dengan cara memperbesar tingkat penutupan lahan oleh tanaman lebih dari 60 persen, mengatur jarak tanam yakni untuk ladang 10 cm hingga 20 cm dan kebun 100 cm. Selain itu di Sub DAS Ciriung khususnya dan DAS Cidanau umumnya, sebaiknya dilakukan pendekatan sosial, ekonomi dan budaya. Sehingga, pemilik lahan atau petani setempat mau melakukan usaha konservasi dengan tidak membuka lahan pertanian di kawasan penyangga atau proteksi.