Friday, December 03, 2004

Unjuk Rasa Diwarnai Aksi Pembakaran Ban (Students Demo over PDAM Cirebon tariff increase)

Source: Pikiran Rakyat






Tuntut Kenaikan Tarif Air PDAM 40 % Dicabut

CIREBON, (PR).-
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Peduli Rakyat Cherbon (Apra-Che) berunjuk rasa sekaligus membakar ban-ban bekas di DPRD Kota Cirebon, Kamis (2/12) siang, setelah aksi yang sama dilakukan di halaman kantor PDAM Kota Cirebon.

Mereka menolak kenaikan tarif PDAM sebesar 40% yang mulai diberlakukan pada tagihan rekening Desember 2004. Karenanya, mahasiswa mendesak agar kenaikan tarif itu dibatalkan demi alasan kemanusiaan.

English Translation

Demand the PDAM Rise of the Water tariff in 40 % Dicabut

Cirebon, (PR).-
Dozens Of students who were bundled into the Alliance cared about the Cherbon People (Apra-Che) demonstrated at the same time burning second-hand tyres in DPRD the Cirebon City, Thursday (2/12) the afternoon, after the same action was carried out in the page of the office PDAM the Cirebon City.

They refused the PDAM rise in the tariff as big as 40% that began to be put into effect to the account bill in December 2004. Because of this, the urgent student so that the rise in the tariff is cancelled for reasons of humanity.


Terdapat tujuh tuntutan yang mendasari mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa. Selain menolak kenaikan tarif sebesar 40%, mahasiswa juga mendesak SK Wali Kota No. 15/2004 (tentang Penetapan Kembali Tarif Air Minum PDAM Kota Cirebon) agar dicabut. Yang harus dilakukan selanjutnya adalah merasionalisasi perhitungan kenaikan tarif air PDAM, transparansi neraca keuangan di tubuh PDAM Kota Cirebon, dan melakukan audit keuangan PDAM Kota Cirebon, secepatnya. "Tentang oknum pejabat yang melakukan pungutan liar, mahasiswa minta agar memecatnya. Dan mengusut tuntas uang jaminan pelanggan air PDAM yang diperkirakan berjumlah miliaran rupiah," teriak Tirto Wiguno juru bicara unjuk rasa.

Mahasiswa Fakultas Hukum Unswagati itu menambahkan, PDAM Kota Cirebon sebelum menaikkan tarif beralasan terdesak kebutuhan menyusul meningkatnya harga-harga barang, bertambahnya kebutuhan dan operasional perusahaan. Namun, alasan itu menurut Tirto tidak cukup dan kurang transparan.

Sementara itu, Presidium Basis sekaligus mahasiswa Fakultas Hukum Unswagati, Agung, menambahkan, kejadian itu membuktikan PDAM Kota Cirebon tidak mampu bekerja secara profesional. "Akibat dari tidak profesionalnya PDAM Kota Cirebon, maka rakyat selalu dikorbankan untuk menutupi biaya akibat inefisiensi (KKN), kebocoran pipa, dan lainnya. Caranya dengan menaikkan tarif air," ungkap Agung.

Akibatnya, lanjut Agung, dengan kenaikan tarif air PDAM Kota Cirebon, rakyat semakin bertambah menderita karena terbebani cost sosial ekonomi yang semakin tinggi. "Karenanya, beberapa persoalan yang melanda PDAM Kota Cirebon harus segera dituntaskan," tandas Agung.

Tolak diskusi

Saat mahasiswa meminta bertemu dengan Direktur Utama PDAM Kota Cirebon, H. Moh. Santoso Aman, S.H., M.M., yang bersangkutan tidak ada di kantor. Setelah cukup lama menunggu, mahasiswa nyaris saja melakukan aksi pembakaran ban. Namun, akhirnya diterima Direktur Umum, Dharliana, S.E., S.H. M.M. Orang kedua di PDAM itu keluar dari kantor dan menemui demonstran didampingi Kasat Intel Polresta AKP Adang. Tetapi, mahasiswa yang hendak melakukan dialog melarang Dharliana berbicara karena dinilai ia tidak bisa mengubah kebijakan.

Setelah itu, mahasiswa melanjutkan orasinya di depan gedung DPRD Kota Cirebon dengan menempuh Jln. R.A. Katini. Mahasiswa berjanji akan datang lagi dan akan terus merangsek masuk hingga ke gedung PDAM, bila tuntutannya tidak dipenuhi dan tidak juga berhasil bertemu dengan direktur utama.

Sesampainya di gedung dewan, 10 menit kemudian diterima Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon Edi Suripno, S.I.P., dan Anggota Komisi B, H. Ahmad Azrul, S.Si. Apt. Dalam dialog terungkap, Edi Suripno sependapat dengan tujuh tuntutan mahasiswa terutama mengenai audit keuangan PDAM dan mengusut tuntas uang jaminan pelanggan air PDAM.

Namun demikian, ketika dialog digelar terjadi perdebatan sengit antara kedua pihak. Mahasiswa mendesak agar PDAM mengembalikan uang kenaikan 40% yang semestinya dibayar pada awal Januari 2005 tetapi telah dibayar pada awal Desember