Monday, December 20, 2004

UU Sumber Daya Air tak Mengarah Privatisasi Air? (UU Water resources did not direct the privatisation of water?)

Source: Investor Daily

JAKARTA, Investor Daily Online

Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Departemen Pekerjaan Umum Basuki Hadimuljono menegaskan, sumber daya air tetap dikuasai oleh negara dan negara menjamin alokasi air untuk masyarakat pengguna air sehari-hari serta untuk irigasi. Tak perlu ada kekuatiran UU No. 7 Tahun 2004 mengarah pada "privatisasi" air.

"Tidak ada roh-nya UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air itu ditujukan untuk privatisasi air," ujar Basuki kepada Investor Daily, Rabu (15/12).

English Translation

Jakarta, the Investor Daily Online

The director general of Water resources (SDA) the Department of the Public Works of Basuki Hadimuljono stressed, water resources continued to be controlled by the country and the country guaranteed the allocation of water for the everyday community of the user of water as well as for the irrigation.

No need to have the UU No. concern 7 2004 headed in the "privatisation of" water".
"There was none of his spirit of UU No. 7 years 2004 was about the Water resources aimed for the privatisation of water," said Basuki at the Daily Investor, on Wednesday (15/12).


Memang, menurut dia, dalam UU SDA mengatur lebih jelas mengenai kesempatan bagi swasta untuk mengusahakan air. Namun, bukan berarti UU tersebut memberikan kesempatan kepemilikan (privatisasi) air oleh swasta. Sumber daya air tetap dikuasai dan dimiliki oleh negara, dalam hal ini pemerintah sebagai regulator.

"Tetap ada batasan-batasan yang diberikan kepada swasta untuk pengusahaan air. Dan, selain itu, alokasi untuk masyarakat yang menggunakan air sehari-hari dan irigasi dijamin oleh negara," tambahnya.

Basuki menjelaskan bahwa UU SDA yang ditetapkan Maret 2004 lalu disusun atas lima aspek utama antara lain aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, pemberdayaan masyarakat, dan, keterbukaan data sumber daya air.

Dalam aspek pendayagunaan air, terdapat aspek pengusahaan air, dimana dalam pengusahaan air terdapat hak guna air yang terbagi atas hak pakai air dan hak guna usaha air.

"Untuk individu, masyarakat yang menggunakan air untuk kebutuhan sehari-hari dan irigasi dijamin alokasinya melalui hak pakai air. Jadi kalau ada yang mengusahakan air, akan aman alokasi bagi mereka dengan adanya hak pakai air ini," papar Basuki.

Sementara itu, peluang swasta untuk pengusahaan air diakomodir melalui hak guna usaha air. Hak guna usaha air merupakan hak yang diberikan bagi individu, masyarakat atau swasta yang akan memanfaatkan air untuk usaha.

Di samping dijamin oleh hak pakai air, alokasi air untuk masyarakat juga terlindungi oleh batasan-batasan hak guna usaha air. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi bagi pengusaha swasta, individu atau msyarakat untuk mendapatkan hak guna usaha air.

Antara lain, perlu ada kesepakatan dari masyarakat setempat untuk pengusahaan air, melalui proses konsultasi publik. Perlu juga izin dari pemerintah daerah setempat. Selain itu, wajib bagi pengusaha air melakukan konservasi sumber daya air. Syarat lainnya yang tak kalah penting adalah tidak diperkenankannya melakukan transfer air dari satu wilayah sungai ke wilayah sungai lainnya.

"Mereka juga hanya boleh mengusahakan SDA pada satu titik wilayah saja, tidak boleh lebih," kata Basuki.

Melalui penjelasan itu, Basuki mengharapkan tidak ada lagi kekuatiran dari masyarakat akan adanya kepenguasaan air oleh swasta yang akan membahayakan jaminan alokasi air untuk masyarakat. Menurut dia, dengan adanya UU No. 7 Tahun 2004, pengelolaan sumber daya air akan lebih tertata dan teratur.

"Saya tidak menyalahkan bila ada presepsi yang berbeda dalam menginterprestasikan UU ini. UU ini kan milik masyarakat, dan bisa diinterprestasikan apa saja termasuk kekuatiran privatisasi air melalui UU ini," kata dia.

"Semua orang berhak menginteprestasikan UU, karena UU ini kan bagi semua orang. Dan, untuk itu perlu dilakukan terus sosialisasi," lanjutnya.

Berkaitan penerbitan UU No. 7 Tahun 2004, Departemen Pekerjaan Umum akan melakukan sosialisasi kepada publik yang akan diselenggarakan hari ini (16/12).

Sebelumnya diberitakan, terbitnya UU No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air mendapat reaksi keras dari beberapa organisasi masyarakat dan lingkungan hidup. Mereka menilai mengundang komersialisasi SDA yang selanjutnya bisa membahayakan penyediaan air bagi masyarakat. UU tersebut dinilai mengarah lebih lanjut oleh penguasaan air oleh swasta (privatisasi air).

Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan beberapa organisasi lainnya serta juga lebih dari 800 individu telah mengajukan permohonan judicial review/pengujian UU No. 7/2004 terhadap UUD 1945.

Khusus permintaan dari Walhi, yang mewakili sekitar 16 organisasi, diharapkan MA mencabut UU No. 7 Tahun 2004 dan menyiapkan UU baru yang intinya terutama dalam hal pengusahaan air memberikan batasan dalam bidang produksi. Walhi menilai UU no. 7 Tahun 2004 tidak mengakomodasi mengenai hal tersebut. Sementara beberapa organisasi meminta agar pasal-pasal dalam UU No. 7 Tahun 2004 yang mengatur mengenai kesempatan pengusahaan air oleh swasta dihapuskan.

Judicial Review UU No. 7 Tahun 2004 di Mahkamah Konstitusi sedang berjalan. Selasa (14/12) sidang kedua dilakukan, dimana pemohon (WALHI) mengajukan tiga saksi ahli dari institusi pendidikan yang menyampaikan hasil studi atas dampak pengusahaan asing yang diberikan swasta, kepada rakyat.

Pada sidang-sidang berikutnya, Mahkamah Konstitusi akan mendengarkan pula saksi-saksi ahli dari pihak lainnya termasuk dari pemerintah.