Friday, February 11, 2005

Warga Konsumsi Air Keruh Tercemar (Citizens Consume Polluted Turbid Water)

Source: Kompas

Danau Panggang, Hingga kini warga pedalaman rawa-rawa Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan masih mengonsumsi air rawa-rawa berwarna hitam keruh. Selain terkontaminasi dengan limbah rumah tangga penduduk, air keruh itu juga terkontaminasi kotoran yang dihasilkan kerbau peliharaan yang populasinya melebihi jumlah penduduk.

Pengamatan Kompas selama selama tiga hari hingga Kamis (10/2) tinggal di pedalaman rawa-rawa tersebut dan menyaksikan kehidupan warga pedalaman yang terpaksa mengonsumsi air "hitam" keruh itu. Berbeda dengan air hitam yang di kawasan hutan gambut, air hitam rawa-rawa lebih keruh dan terkontaminasi berbagai limbah karena lokasinya berada di dataran rendah.

English Translation

Danau Panggang, Up To Now the Danau Panggang citizen of the swamp countryside, the North Regency of the River Upstream, South Kalimantan still mengonsumsi swamp water was black turbid. Apart from being contaminated with the waste of the inhabitants's household, turbid water same was contaminated by the waste that was produced by the kept water buffalo that his population exceeded the number of inhabitants.

Observation of Kompas during for three days till Thursday (10/2) lived in this swamp countryside and witnessed the life of the citizen of the countryside that be forced mengonsumsi "black" water turbid that. Was different to black water that in the region of the peat forest, black water the swamp more turbid and was contaminated by various wastes because of his location was in the plain.


“Kami sudah mengajukan permintaan ke pemerintah daerah agar kami diberi fasilitas air bersih, tetapi sampai sekarang belum dikabulkan," kata Sahni, Pembakal (sebutan Kepala Desa di Kalsel-Red) Desa Sapala, Kecamatan Danau Panggang.

Dari tahun ke tahun, air rawa-rawa itu semakin kotor, baik pada musim kemarau maupun penghujan. Di musim kemarau warga memanfaatkan air yang tercemar kubangan kerbau dan pada musim hujan air yang mereka konsumsi tak terhindarkan lagi tercemar kotoran ribuan kerbau peliharaan mereka.

“Sebenarnya kami sangat terbebani dengan kondisi seperti ini, banyak tamu kami yang menolak minum air atau makanan yang kami suguhkan karena masalah air ini," kata Sahni.

Kenyataannya juga banyak warga setempat yang sakit, terutama diare, karena air tersebut. Anak-anak juga menjadi langganan sakit gatal serta berbagai penyakit kulit lainnya.

Kepala Sekolah SMP 3 Danau Panggang Marjuni yang tinggal di Desa Sapala menuturkan, warga luar yang masuk dan tinggal di Danau Panggang pasti akan mengalami nasib serupa yaitu terkena penyakit kulit.

“Kami guru-guru yang bertugas di sini sudah mengalami penyakit gatal-gatal ini," kata Marjuni. Air hitam yang bercampur dengan berbagai limbah rumah tangga dan kotoran ternak tersebut tidak hanya menyerang manusia saja.

“Ternak itik yang dibeli dari daerah luar kalau diturunkan ke air hitam itu kakinya langsung lumpuh, ikan-ikan juga tidak ada yang bisa tahan dengan air hitam ini kecuali ikan tauman (sejenis ikan gabus-Red)," kata Sahni.

Petugas kesehatan yang ada di daerah tersebut juga tidak tahan dengan kondisi air hitam tersebut. Hampir semua warga bisa menyebutkan para dokter yang bertugas di desanya yang terpaksa mandi dengan air minum dalam kemasan.

“Dokter-dokter dari pulau lain pasti tidak tahan tinggal di sini, karena itu kami benar-benar terpukul dua kali," kata Sahni yang berharap pemerintah bisa memberikan solusi pengadaan air bersih.

Marjuni berharap ada teknologi tepat guna yang bisa menetralisir air hitam rawa-rawa. Kalau desa diwajibkan mengambil air bersih dari Kecamatan Danau Panggang dan mengangkutnya ke desa masing-masing, maka warga akan terbebani biaya tinggi.

Terancam kelaparan

Persoalan lain yang mendera daerah rawa-rawa itu adalah hadirnya keong emas sebagai hama rumput yang membuat ribuan kerbau rawa-rawa di pedalaman Kecamatan Danau Panggang terancam kelaparan. Di daerah yang jumlah kerbaunya lebih banyak dibanding penduduknya itu kini sedang mengalami krisis makanan.

Akibat kesulitan rumput banyak kerbau yang kekurangan gizi dan berakibat pada kematian kerbau. “Dalam tahun 2004 saja tercatat sudah 882 kerbau yang sakit," kata Sahni.

Dari jumlah 882 ekor kerbau yang sakit tersebut tercatat sudah 259 ekor mati, 468 ekor sempat disembelih dan dijual, dan sebanyak 155 ekor hingga kini masih sakit. Total populasi kerbau hanya di Desa Sapala tercatat 1.818 ekor, lebih banyak dibanding jumlah penduduknya yang 1.374 jiwa.

Kondisi serupa juga melanda tujuh desa peternak kerbau rawa yang ada di Kecamatan Danau Panggang. “Sampai sekarang masih banyak kerbau yang sakit, kami sempat berkirim surat ke pemerintah tapi jawabannya hanya kekurangan gizi, tidak ada usaha mencari jalan keluarnya," kata Sahni.

Warga berharap pemerintah merespon kesulitan para peternak di daerah rawa-rawa tersebut. “Kami mengusulkan agar di daerah kami ini dibuatkan Pos Hewan yang ada dokter hewannya, jadi kalau ada kerbau kami yang sakit bisa ada yang diminta mengobatinya," kata Sahni.

Danau Panggang selama ini dikenal sebagai daerah rawa-rawa penghasil kerbau rawa-rawa terbesar di Kalsel. Selain itu, kerbau rawa-rawa selama ini juga sudah menjadi salah satu ikon pariwisata Kalsel dengan atraksinya balap kerbau rawa.

Warga berharap tidak sekadar menjadikan kerbau rawa sebagai aset wisata, namun juga harus diikuti tindak nyata untuk membantu menyelamatkan masa depan kerbau rawa. Saat musim kemarau rumput di rawa-rawa banyak yang mati dan musim hujan serangan keong emas merajalela.