168 Juta Penduduk belum Dapat Akses Air Bersih, Indonesia akan Krisis Air pada 2025 (No Clean Water Access, Water Crisis by 2025)
Source: Media Indonesia
JAKARTA (Media): Sekitar 168 juta penduduk Indonesia (52-60%) belum mendapatkan akses terhadap air bersih dan sanitasi. Rendahnya akses mendapatkan air bersih ini disebabkan potensi sumber daya air di Indonesia cenderung menurun. Diperkirakan pada 2025 Indonesia mengalami krisis air.
Hal itu dikatakan Deputi Bidang Pelestarian Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Sudariyono, usai membuka lokakarya Pengelolaan Sumber Daya Air Berkelanjutan, kemarin di Jakarta. Menurut Sudariyono, bila manajemen pengadaan air bersih tidak dilakukan secara baik, maka Indonesia bisa menjadi negara rawan krisis air.
English Translation
Jakarta (Media): around 168 million Indonesian inhabitants (52-60%) did not yet get access against clean water and sanitation. The low level of access got this clean water as a result of the potential for water resources in Indonesia tended to descend. Estimated to 2025 Indonesia experienced the water crisis.
That was said by the Deputy of the Field of Conservation of the Environment of the Ministry of the Environment (KLH) Sudariyono, ended opened the Continuous workshop of the Management of Water resources, yesterday in Jakarta. According to Sudariyono, when the clean management of the procurement of water was not carried out well, then Indonesia could become the country of the danger of the water crisis.
Data KLH menyebutkan potensi sumber daya air di Indonesia diperkirakan 15.000 m3/kapita/tahun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari potensi rata-rata pasokan dunia yang hanya 8.000 m3/kapita/tahun. Pulau Jawa pada 1930 masih mampu memasok 4.700 m3/kapita/tahun. Tetapi saat ini potensinya tinggal sepertiga atau 1.500 m3/kapita/tahun.
''Diperkirakan pada 2020 total potensi semakin berkurang menjadi 1.200 m3/kapita/tahun. Hanya 35% dari potensi alami itu yang layak secara ekonomi untuk dikelola. Potensi ini jauh di bawah standar angka minimum yang ditetapkan PBB, yaitu 1.100 m3/kapita/tahun,'' jelasnya.
Lebih lanjut, Sudariyono mengatakan, permintaan air bersih pada 2015 untuk kebutuhan domestik diperkirakan 81 juta m3. Peningkatan permintaan air bersih telah terlihat sejak 2000, yaitu sebesar 6,7%. ''Angka tersebut belum termasuk kebutuhan air bersih untuk sektor pertanian yang mencapai 98% dari konsumsi air Indonesia. Kebutuhan akan air itu terus meningkat 6,67% per tahun sampai 2015.''
Sudariyono menjelaskan, permasalahan pengelolaan sumber daya air di Indonesia antara lain adanya fragmentasi pengelolaan air antarinstansi pemerintah dan sulitnya koordinasi. Pengelolaan sumber daya air, lanjutnya, masih berorientasi pada sisi penyediaan. Sementara pemakaian air cukup boros, karena kesadaran untuk menghemat sangat rendah di kalangan pelaku pertanian, industri maupun domestik.
Krisis air
Dalam kesempatan sama Dirjen Sumber Daya Air Departemen PU Basuki Hadimuljono mengatakan, persediaan air di Indonesia sebetulnya cukup melimpah tetapi tidak merata di setiap wilayah. Keberadaan air di sepanjang tahun sangat dipengaruhi musim dan letak geografis, ''Ketersediaan air pada 17.508 pulau di Indonesia sangat variatif. Kondisi air melimpah di Indonesia bagian barat karena kaya air hujan dibandingkan Indonesia timur.''
Kendati demikian, lanjut Basuki, Pulau Jawa yang luasnya 7% dari daratan Indonesia memiliki potensi air tawar nasional sekitar 4,5%. ''Tetapi pulau Jawa harus menopang 65% jumlah penduduk Indonesia, sehingga daerah ini rawan tekanan penyediaan air. Ini perlu diwaspadai. Indeks Penggunaan Air (IPA), yaitu rasio antara kebutuhan dibanding ketersediaan alami di beberapa wilayah sungai di Jawa cukup tinggi,'' kata Basuki.
Semakin tinggi IPA di suatu wilayah, maka potensi konflik penggunaan air di wilayah hulu dan hilir, sektor industri maupun antarindividu akan meningkat tajam. Menurut Basuki, rendahnya akses pelayanan air bersih untuk masyarakat Indonesia dikarenakan adanya degradasi di berbagai sektor menyangkut keberadaan air bersih, ''Degradasi air akibat pertambangan, perambahan hutan, eksploitasi air, pencemaran dan peningkatan sedimentasi air di sungai bisa menyebabkan krisis air. Indonesia diperkirakan mengalami krisis air pada 2025,'' jelas Basuki.
Beberapa ahli air dari Finlandia yang hadir dalam lokakarya tersebut, di antaranya Markku Maunula, Division Manager Finnish Environment Institute mendesak dilakukannya manajemen pengelolaan air untuk mengatasi krisis air.
''Meskipun Finlandia memiliki pasokan air bersih cukup banyak karena memiliki lebih dari 200 danau air tawar dan sungai-sungai besar, pemerintah mengawasi betul penggunaan air bersih,'' kata Maunula.
Ia memberi contoh dalam penggunaan air bersih untuk minum, keperluan rumah tangga dan bisnis telah memiliki regulasi sendiri-sendiri. ''Untuk air minum kualitas air yang disediakan memenuhi syarat baku mutu air minum dan kesehatan. Sedangkan untuk keperluan rumah tangga, toilet bisa menggunakan air limbah yang sudah didaur ulang. Sehingga penggunaan air bersih bisa dikendalikan.''
Sementara Timo Heinonen dari WaterFinns berbagi pengalaman mengenai bagaimana manajemen air dan sanitasi untuk masyarakat perkotaan dan pedesaan.
Menurutnya, manajemen air telah dimulai di Finlandia sejak 1800 an dengan sasaran masyarakat perkotaan. Saat ini terdapat kurang lebih 1.500 pusat pasokan air yang terbagi dalam skala besar, sedang dan kecil.
Pasokan air ini, kata Heinonen, dikelola oleh lembaga di bawah departemen atau perusahaan yang berkedudukan di kota.
''Sesuai dengan The Water Services Act maka masyarakat diwajibkan untuk peduli terhadap penghematan air dan membiasakan menggunakan air limbah untuk keperluan rumah tangga.''
Ia memberi contoh mencuci mobil, menyiram tanaman, air toilet dan keperluan rumah tangga lainnya bisa menggunakan air limbah. Contoh tersebut akan diupayakan dan dicoba di Indonesia melalui perjanjian kerja sama antara negara Finlandia dan Indonesia dalam membangun manajemen pengelolaan air.
<< Home