Friday, March 04, 2005

Keruhnya Pengelolaan Air Bersih di Batam, Rugikan Masyarakat (Clean Water Management in Batam causes loss to community)

Source: Media Indonesia

TARIF air bersih yang mahal di Pulau Batam agaknya tidak sebanding dengan pelayanan yang baik dan lancar. Tidak heran, kalau Yayasan Lembaga Konsumen Batam (YLKB) menyatakan akan menuntut PT Adhya Tirta Batam (ATB), perusahaan pengelola air bersih di pulau industri ini.

Sebagai langkah awal, akhir Februari lalu, YLKB telah menemui Mendagri untuk meminta pertimbangannya terhadap kebijakan Wali Kota Batam. Pasalnya, Surat Keputusan (SK) Wali Kota Batam bernomor Kpts.157/HK/VII/2002 pada 6 Juli 2002, menaikkan tarif air bersih di Batam 200% hingga 300% dari harga sebelumnya.

English Translation

The tariff expensive clean water in the Batam Island apparently incomparable with the good service and flowing. Not surprised, if the Batam Foundation of the Consumer's Agency (YLKB) said will prosecute PT Adhya Batam Water (ATB), the clean company of the water manager in this island of the industry.

As the step in the beginning, late last February, YLKB met the Minister For Home Affairs to ask for his consideration towards the Batam policy of the Mayor. His article, the Instruction (SK) the Batam Mayor was numbered Kpts.157/HK/VII/2002 on July 6 2002, raised the clean water tariff in Batam 200% through to 300% of the price beforehand.


"Menurut pengakuan pihak ATB, dan setelah dilakukan perhitungan dengan cermat, masyarakat Batam telah membayar kelebihan dari tarif yang sah sebesar Rp14 miliar dalam kurun waktu tiga bulan, yakni sejak Mei hingga Juli 2002. Belum lagi dihitung setelah kurun waktu itu," kata Ketua YLKB Fachry Agusta kepada Media.

Tuntutan uang sebesar Rp14 miliar akibat kelebihan pembayaran, menurut Fachri, bukan hitungan mengada-ada. Sebab dari sekitar 90.000 pelanggan ATB, telah ditarik biaya air yang tidak sah selama tiga bulan, dan kemungkinan hingga saat ini. Jumlahnya sebesar Rp10 miliar pada Mei 2002, Rp10 miliar pada Juni 2002, dan Rp4 miliar pada Juli 2002.

Perhitungan tiga bulan sebesar Rp14 miliar itu, kata Fachri, karena SK Wali Kota Batam baru keluar pada Juli 2002, tetapi ATB telah memungut kenaikan tarif sejak Mei 2002. "Jadi kelebihan pungutan pada Mei hingga Juni 2002 tidak berdasar," kata Fachry. Itulah sebabnya YLKB berencana menggiring masalah ini ke proses hukum.

Selain ATB yang dinilai merugikan masyarakat, Wali Kota Batam juga dinilai melakukan kesalahan. Sebab SK Kpts.157/HK/VII/2002, lahir dari Keputusan DPRD nomor 11/Kpts/DPRD/IV/IV/2002, yang sudah dicabut oleh Keputusan DPRD nomor 18/Kpts/DPRD/V/2002, tentang kenaikan tarif air bersih di Batam. "SK DPRD yang hanya ditandatangani Mohammad Nabil sebagai Wakil Ketua DPRD, tidak pernah diuji publik melalui lembaga yang kompeten, serta tidak diparipurnakan," kata Fachry.

Menanggapi ancaman dari YLKB, Kepala Pelayanan Publik dan Humas ATB Adang Gumilar, menyatakan YLKB tidak memahami masalah yang diungkap. "Perusahaan ini hanya mengadakan konsesi dengan Otorita Batam, bukan dengan Pemerintah Kota Batam, jadi tidak ada pelanggaran hukum," kata Adang.

Perusahaan swasta ATB yang didirikan perusahaan Bangun Cipta Kontraktor (BCK), Cascal BV dari Inggris, dan Otorita Batam (OB), menurut Adang, telah diaudit oleh akuntan public bertaraf internasional PriceWaterhouse Coopers. Bahkan perusahaan pengelola air minum ini telah direstui oleh Setneg era Habibie sebagai proyek percontohan (pilot project).

"Tidak mungkin perusahaan kami melakukan hal-hal serupa itu, cara perhitungan mereka tidak benar, mereka tidak punya dasar. Kami sudah capek, karena mereka tidak mau mengerti. Kalau ada aturan yang tidak sah, jangan salahkan ATB, salahkan yang mengeluarkan aturan, itu bukan urusan ATB," tegas Adang.

ATB, menurut Adang, hanya berpatokan pada konsesi yang ditandatangani antara ATB dan Otorita Batam pada 1995.

Sedangkan Pemkot Batam baru datang setelah 1999. "Konsesi itu tidak pernah dicabut, dan itulah menjadi pedoman. Sedangkan keputusan DPRD dan Wali Kota Batam, bukan menjadi dasar, itu hanya sebagai dukungan. Sebab keputusan yang dikeluarkan oleh Otorita Batam sudah cukup bagi kami sebagai patokan untuk menaikkan tarif," kata Adang lagi.

Usut punya usut, ternyata OB telah memberikan persetujuan kenaikan tarif pada Maret 2002. Hanya, OB menganjurkan agar ATB berkonsultasi dengan DPRD dan Pemkot Batam.

"Tetapi tidak ada dalam konsesi agar bicara dengan A atau B, ubah dulu konsesi aturan main, apakah ke Kimpraswil atau OB, jangan ada anggapan ATB tidak menghargai pemkot," tegas Adang.

Hingga kini, setiap hari ATB masih diawasi oleh OB, bukan Pemkot Batam. Sebab itu, menurut Adang, tidak ada jalur hukum harus terikat dengan Pemkot atau DPRD Kota Batam.

"Kami telah melakukan pengembalian uang konsumen dalam bentuk pengurangan pada pembayaran September 2002. Sekarang kami silakan YLKB bawa ke mana saja, kami tetap akan menjalankan perusahaan sesuai dengan konsensus dengan Otorita Batam," katanya tegas.