Thursday, April 14, 2005

30-40 Persen Air Tanah Jakarta Tercemar Coli (30-40 Percent of Jakarta Ground Water Polluted with Coli)

Source: Suara Pembaruan




14 April 2005

BOGOR - 30 persen warga DKI Jakarta telah mempergunakan air kemasan, terutama untuk minum. Sebab, air tanah Jakarta sudah tak layak minum lagi.

Diperkirakan, 30-40 persen air tanah Jakarta sudah tercemar bakteri coli penyebab penyakit perut, seperti kolera. Banyak septik tank WC yang jaraknya begitu dekat dengan lubang air.

English Translation

Bogor - 30 percent the Special Capital District of Jakarta citizen utilised package water, especially to drink. Because, the Jakarta ground water has not been suitable to drink again.

Estimated, 30-40 percent the Jakarta ground water has been most polluted the bacteria coli the cause of the stomach illness, like cholera. Many septic tanks are close to the water hole.


Wakil Kepala LIPI, Dr Lukman Hakim APU mengungkapkan hal itu pada HUT ke-153 Kebun Raya Cibodas, Cianjur, Jabar, Selasa (12/4). Kebun Raya Cibodas berdiri pada 11 April 1852 lalu.

"Anak-anak sekolah sebaiknya dibekali air kemasan yang lebih steril, sehingga tidak sembarangan minum air yang tercemar," tambahnya.

Menurut Lukman Hakim, kasus air ini bisa menular ke kasus udara. Udara Jakarta saat ini sarat polusi. "Bagi warga Jakarta, berada di Kebun Raya Cibodas untuk menghirup udara yang bersih, segar, dan sejuk, merupakan suatu kemewahan," katanya.

Dikatakan, karena pencemaran udara itu semakin tinggi, tak sedikit warga Jakarta pemilik mobil mewah menaruh tabung-tabung oksigen (udara bersih) di mobil-mobil mereka. Tabung gas yang ukurannya tidak terlalu besar, saat ini bisa dibeli di apotek-apotek besar di Ibu Kota. "Ini lantaran udara Jakarta sudah menyesakkan," katanya.

Dikemukakan, harga udara bersih memang cukup mahal. Dia mengungkapkan pengalamannya ketika salah seorang keluarganya dirawat di rumah sakit. Selama dua minggu, sisakit menghabiskan setabung besar oksigen. Jika dihitung-hitung, satu kali hirup harus membayar Rp 250.

"Sejak sekarang, kita harus merencanakan kebijaksanaan yang melihat jauh ke depan. Jika tidak, anak cucu kita harus berbekal tabung oksigen untuk memperoleh udara segar agar tetap survival. Betapa mahalnya," katanya.