Friday, April 15, 2005

Air Baku PAM Tercemar Kimia (PAM's water polluted)

Source: Sinar Harapan




KLH Belum Terima Laporan

Jakarta,
Deputi IV Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Sumber Institusi pada Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Isa Karmisa, menyatakan, belum menerima laporan tentang temuan air baku PDAM yang tercemar limbah kimia. Diduga, temuan limbah kimia pada air baku ini akan menurunkan kadar standar baku air siap olah beberapa tahun ke depan.

English Translation

KLH did not yet receive the Report

Jakarta, the Deputy IV the Field of the Control of the Impact of the Environment of the Source of the Institution to the Ministry of the Environment (KLH), Isa Karmisa, said, did not yet accept the report about the standard PDAM water findings that most polluted the waste of chemistry. Suspected, the findings of the waste of chemistry will to this standard water reduce the level of standard standard of water was ready processed several years in the future.


”Saya belum terima laporannya,” ujarnya saat dihubungi SH melalui telepon, Kamis (14/4). Biarpun demikian, Isa menyatakan akan memverifikasi laporan ini pada staf terkait di jajarannya. ”Kalau benar, akan kami tindak lanjuti,” tambahnya
Pengamat masalah lingkungan, Karya Er Sada telah menemukan bukti tingkat pencemaran di beberapa sungai di Jabodetabek makin parah. Menurutnya baku mutu beberapa zat kimia tertentu yang dikandung dalam air telah jauh melampaui batas yang ditentukan. Karya memperkirakan beberapa tahun ke depan air-air sungai tersebut tidak akan lagi bisa memenuhi standar sebagai air baku siap olah. Isa menyatakan, akan menerjunkan staf terkait untuk melakukan investigasi.
Pada Selasa (12/4) harian ini memberitakan sejumlah sungai di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), seperti sungai Cisadane, Ciliwung, Cileungsi dan Citarum, yang selama ini menjadi sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat, sudah tercemar bahan-bahan kimia berbahaya (B3). Sehingga dalam beberapa tahun ke depan, diperkirakan air-air sungai itu tidak akan lagi menenuhi standar sebagai air baku siap olah.
”Dalam beberapa tahun terakhir, tingkat pencemaran sungai di Jabodetabek semakin parah. Beberapa sungai, baku mutu zat kimia tertentu yang dikandung dalam air telah jauh melampaui ambang batas,” tutur Karya Er Sada.
Sebagai contoh, sampel yang diambil oleh Badan Pengendali Dampak Lingkungan (Bapeldal) Provinsi Jawa Barat tahun 2000 menyebutkan kandungan besi (fe) di sejumlah sungai sudah demikian tinggi. Sungai Cisadane di kawasan Tangerang kandungan besinya mencapai antara 0,35-0,55 miligram per liter padahal ambang batas air baku untuk minum yang ditentukan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air hanyalah 0,3 miligram per liter.
Kandungan besi (fe) untuk sungai Cileungsi antara 0,09-0,7 miligram per liter dan 0,14 hingga 0,42 miligram per liter di sungai Citarum. Sedangkan kadar COD sungai Ciliwung antara 10-16 miligram per liter, Cileungsi (6,5 – 18), Citarum (10-24), Cisadane (10-18). Sedangkan baku mutu yang diperbolehkan hanya 10 miligram per liter.

Bakteri Koli
Hal yang sama juga terjadi pada kandungan BOD. Di sungai Ciliwung kadar BOD mencapai 1,4-3,8 miligram per liter, Cileungsi (1,8-5,6), Citarum (1,7-7,4) dan Cisadane (1,8-6). Adapun ambang batas layak untuk air baku minum adalah 2 miligram per liter. Tak cuma itu beberapa bahan kimia lain seperti amoniak (NH3N), merkuri dan deterjen juga merupakan zat-zat yang perlu diwaspadai.
Mantan aktivis Walhi ini juga menyebutkan selain banyak mengandung zat-zat kimiawi, air sungai se-Jabodetabek juga sangat rawan dengan kehadiran bakteri koli. Hal ini berbahaya kalau pengolahan air baku dari sungai-sungai tersebut tidak dilakukan secara serius. ”Sebab masih dalam pemantauan yang dilakukan lembaga Bapedal Jabar juga ditemukan adanya sejumlah koli tinja dalam jumlah lumayan besar.
Seperti di Citarum total koli tinjanya antara 2.400 hingga 68.000 bakteri per militer air. Di Cisadane (3200-7510), Ciliwung (2100-7800) dan Cileungsi (2800-3400). Sementara baku mutu air baku yang diizinkan menurut PP tahun 2001 jumlah bakteri koli yang ada tak boleh lebih dari 1000 bakteri per mililiter air,” tutur Karya.
Ditambahkan tingginya kandungan kadar kimiawi yang terdapat pada masing-masing sungai ini paling tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor. ”Faktor pertama adalah masalah kurangnya disiplin masyarakat terhadap upaya pelestarian sungai. Kedua adalah masih lemahnya penegakan hukum terhadap para pencemar.