Friday, April 22, 2005

Air Tanah DKI Tidak Layak Diminum (DKI Groundwater Not Suitable for Drinking)

Source: Suara Pembaruan




Suara Pembaruan - 21 April 2005

JAKARTA - Kandungan bakteri Eschercia coli (E Coli) yang mencemari air tanah di seluruh wilayah DKI Jakarta, rata-rata mencapai 41 persen. Kandungan bakteri yang cukup tinggi itu, membuat air tanah di Ibukota tidak memenuhi syarat untuk diminum.

Menurut Kepala Humas Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Evi Salvino, tingginya kandungan E Coli yang mencemari air tanah, diperoleh dari pemeriksaan bakterologi terhadap sampel air tanah yang diambil dari seluruh wilayah DKI Jakarta.

English Translation

Jakarta - the Eschercia Content of the bacteria coli (E Coli) that polluted the ground water all over the Special Capital District of Jakarta territory, in general reached 41 percent. The content of the bacteria that quite high that, made the ground water in the capital not fill the condition to be drunk.

According to the Special Capital District of Jakarta Head of public relations of the Health Service, Evi Salvino, the E Coli height of the content that polluted the ground water, was received from the inspection bakterologi of the sample of the ground water that was taken from all over the Special Capital District of Jakarta territory.


Dari pemeriksaan bakterologi, wilayah yang paling tinggi tingkat pencemarannya adalah Jakarta Barat, di mana sekitar 93,3 persen sampel air tanah yang diuji tidak memenuhi syarat sebagai air minum.

Sementara wilayah lainnya, lanjut Evi, juga mengalami pencemaran yang cukup tinggi. Dari sample air tanah yang diuji di wilayah Jakarta Pusat, sekitar 43,5 persen tidak memenuhi syarat sebagai air minum. Selanjutnya, Jakarta Timur 26,2 persen dan Jakarta Selatan 25 persen.

"Secara keseluruhan, sekitar 41 persen air tanah di Jakarta tidak memenuhi syarat sebagai air minum. Ini masih di luar pengujian untuk air ledeng atau air PAM," kata Evi, kepada Pembaruan, di Jakarta, Selasa (19/4).

E Coli adalah indikator dalam penentuan tercemarnya air oleh limbah domestik, seperti limbah rumah tangga, hotel, dan lain-lain. Bakteri E Coli biasanya ke luar menuju alam bebas bersama tinja.

Bakteri ini dijadikan indikator karena paling mudah diindentifikasi dengan pemeriksaan di laboratorium. Jika E Coli terdeteksi dalam air, berarti air tersebut tercemar tinja manusia dan sangat mungkin mengandung bibit penyakit berbahaya sehingga air yang tercemar E Coli perlu diwaspadai atau tidak layak diminum.

Bacteri E Coli dapat menimbulkan gangguan kesehatan jika masuk ke saluran pencernaan, baik melalui minuman maupun makanan. Gangguan kesehatan tersebut, bisa berupa tifus, kolera, hepatitis, diare, dan lain-lain.

Terkait dengan itu, WHO mensyaratkan kandungan E coli pada air bersih sebesar nol. Sedangkan Departemen Kesehatan menyatakan kandungan E coli pada air perpipaan maksimal 10 per 100 ml dan air nonperpipaan maksimal 50 per 100 ml. Namun berdasarkan pemeriksaan bakterologi, air nonperpipaan atau air tanah di DKI rata-rata tercemar bakteri E Coli sebesar 41 persen.

Menurut Evi, tingginya pencemaran air di DKI Jakarta oleh bakteri E Coli tidak terlepas dari bencana banjir yang sering melanda Ibukota setiap tahun. Pasalnya, air di daerah rawan banjir umumnya mudah tercemar bakteri, kuman, jamur, dan bakteri patogen yang diantaranya adalah E Coli.

Saat banjir, lanjutnya, septik tank dan pembuangan kotoran kemungkinan besar rusak hingga tinja yang ditampung merembes keluar dan mencemarkan atau mengotori air tanah. Akibatnya, masyarakat yang mengonsumsi air dari sumur yang sudah tercemar tinja, akan mengalami gangguan kesehatan.

Evi menjelaskan, tidak mudah mengenali air yang mengandung bakteri patogen, seperti air yang terkontaminasi partikel. Secara fisik, air yang terkontaminasi bakteri patogen tetap terlihat bersih dan jernih, padahal di dalamnya mengandung banyak bakteri merugikan.

Terkait dengan itu, Dinas Kesehatan DKI terus berupaya melakukan penyuluhan mengenai cara membersihkan dan mensterilkan air secara sederhana. Pembersihan air secara sederhana melalui dua tahap, yaitu pembersihan fisik dan bakteri.

Untuk pembersihan fisik, air didiamkan sehingga kotoran mengendap atau air diberi bahan pengendap (koagulan), seperti tawas. Pada tahapan ini, hampir 80 persen bakteri patogen yang ada di air akan mati. Proses ini dapat menjernihkan air hanya dalam waktu 5-15 menit.

Setelah melakukan pembersihan air secara fisik, langkah selanjutnya adalah membunuh sisa bakteri merugikan. Caranya adalah dengan mencampurkan aquatabs. Aquatabs merupakan alat pembunuh bakteri berbentuk tablet berisi kaporit (70 persen klor aktif) untuk mematikan bakteri patogen. Proses pembersihan untuk membunuh bakteri dilakukan selama 30 menit sebelum air dimasak untuk diminum.

"Setelah air dibersihkan, tetap harus dimasak hingga mendidih sebelum diminum. Sayuran untuk lalapan dan buah-buahan, sebaiknya dicuci dengan air mineral atau air yang sudah dimasak," kata Evi.