Monday, May 09, 2005

Dari Saluran Tersendat sampai Sambungan Liar (Eratic supply from stagnant channel)

Source: Kompas




Kompas - 09 Mei 2005

MEMASUKI musim kemarau tahun ini sebagian warga Jakarta Utara mulai merasakan kesulitan memperoleh air tawar bersih. Terutama dari saluran Perusahaan Daerah Air Minum, atau lebih sulit lagi memperolehnya dari air tanah yang sudah terintrusi air laut dan pencemaran lingkungan.

LIHAT saja keseharian warga di daerah Pluit di Kecamatan Penjaringan atau Kelurahan Ancol di Kecamatan Pademangan. Warid Waryadi, Ketua RW 01 Kelurahan Ancol, dan ratusan warga lainnya di daerah Pademangan, misalnya, harus rela begadang setiap malam. Sebab, air bersih dari saluran PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) hanya bisa diperoleh dengan lancar sekitar pukul 02.00 hingga 04.00.

English Translation

Kompas - May 09 2005

ENTER this year dry season of some citizens of North Jakarta began to feel the difficulty of receiving the clean fresh water. Especially from the channel of the Company of the Area of the Drinking Water, or more was difficult still received him from the ground water that already terintrusi sea water and pollution of the environment.

SEE daily the citizen in the area of the Pluit di Kecamatan Penjaringan or the Ancol District in the Pademangan Subdistrict. Warid Waryadi, the RW Chairman 01 Ancol districts, and hundreds of other citizens in the Pademangan area, for example, must be willing to stay up all night each night. Because, clean water from the channel of PT Pam Lyonnaise Jaya (Palyja) only could be received from 02.00 through to 04.00.


Pada dini hari itulah warga Ancol dapat mengisi bak-bak penampung air bersih mereka. Di luar jam tersebut, jangan harap mendapat pasokan air secara lancar. Bahkan, pada siang hari boleh dikatakan pasokan air tersendat-sendat atau bahkan macet sama sekali!

"Banyak warga pada siang hari tidak dapat memperoleh air bersih dari pipa yang disalurkan ke rumah masing-masing. Sebagian warga akhirnya membeli air bersih dari pedagang keliling," kata Warid pada pekan lalu.

Berdagang air bersih di daerah Jakarta Utara memang sangat membantu warga. Mereka mengambil air dari hidran umum yang disediakan PT Palyja untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga yang belum menerima akses saluran air bersih.

Meskipun demikian, pada kenyataannya warga yang sudah memperoleh saluran air bersih dari PT Palyja pun tetap bergantung pada saluran hidran umum tersebut, atau setidaknya membeli dari para pedagang keliling. Warga akhirnya menanggung biaya dua kali lipat atau lebih.

"Kami tetap harus membayar abonemen berlangganan air bersih ke PT Palyja, tetapi juga harus membayar pula air bersih yang dibeli dari pedagang," kata Warid.

Menurut Warid, kalau mengambil sendiri air bersih dari hidran umum, satu gerobak berisi 24 jeriken harganya Rp 5.000 atau Rp 200 per jeriken ukuran 20 liter. Tetapi kalau membeli dari pedagang, satu pikul (dua jeriken) harganya Rp 1.000 sampai Rp 2.000, tergantung jaraknya dari sumber hidran.

Meskipun harganya relatif mahal, warga Jakarta Utara tidak bisa protes karena pada kenyataannya mereka tidak mudah juga mengambil air langsung ke hidran umum mengingat jaraknya yang tidak selalu dekat.

KESULITAN air bersih tidak hanya dialami warga kebanyakan yang tinggal di perkampungan padat atau kawasan kumuh. Bahkan di perumahan yang tergolong elite seperti Taman Pluit Kencana pun mengalami persoalan yang sama.

Karena sulitnya mendapatkan air, banyak warga di sana yang terpaksa memasang pompa air yang disambungkan langsung ke pipa air PDAM. Mereka tahu bahwa itu melanggar peraturan, tetapi kebutuhan akan air bersih yang sulit terpenuhi membuat mereka tetap melakukannya.

"Seakan berebut air bersih dari saluran yang ada, warga harus menambah pompa penyedot meskipun itu menyalahi aturan yang ada," kata Sani, seorang warga.

Apalagi pengoperasian pompa itu ternyata juga tidak selalu bisa mendapatkan air bersih, terutama pada siang hari. Celakanya, meski air tidak mengalir, meteran pengukur debit air tetap berputar oleh tarikan udara dari pompa. Akibatnya warga juga yang rugi, mengingat air tak dapat tetapi angka meteran terus berputar.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh PT Palyja, ujar Sani, adalah menyediakan truk tangki air bersih yang melayani permintaan warga. Setiap kali, katanya, warga dapat meminta dikirim air bersih, tetapi pengirimannya masih harus menunggu satu sampai dua hari. "Bahkan bisa lebih," kata Sani.

Pada kenyataannya, banyak warga yang tidak bisa menunggu berhari-hari untuk mendapatkan pasokan air bersih dari truk tangki Palyja. Peluang inilah yang kemudian ditangkap oleh para pedagang air bersih "kelas tangki". Bukan lagi kelas jeriken pikul dan gerobak dorong.

Menurut Sani, warga membeli air bersih dari truk tangki itu seharga Rp 30.000-Rp 40.000 per tangki ukuran 1,5 meter kubik, sementara dari truk tangki PT Palyja tidak dikenai tarif.

Kepala Humas PT Palyja Maria Sidabutar mengatakan, PT Palyja telah menanggapi setiap keluhan warga, asalkan disampaikan secara kolektif. Seperti di Pluit, keluhan warga secara kolektif segera ditanggapi. Antara lain PT Palyja pada akhir April 2005 membersihkan saluran pipa yang menuju kawasan Pluit dengan cara penggelontoran dan penambahan tiga katup.

"Selanjutnya, sampai sekarang masih dalam tahap monitoring pipa. Selain itu PT Palyja menyediakan enam sampai delapan truk tangki untuk mendistribusikan air bersih kepada warga di Pluit. Pada keadaan biasa hanya disediakan tiga truk tangki," kata Maria.

Untuk keluhan warga Ancol secara kolektif, Maria mengatakan sampai akhir April 2005 PT Palyja belum menerimanya.

Selama ini sebetulnya tidak hanya warga Ancol serta Pluit yang merasakan kesulitan memperoleh saluran air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dalam hal ini PDAM Jakarta telah bermitra dengan PT Palyja untuk pelayanan air bersih di wilayah barat Jakarta, dan bermitra dengan PT Thames PAM Jaya (TPJ) untuk pelayanan di timur Jakarta.

Dalam kondisi demikian, terutama di wilayah Jakarta Utara, masih saja ditemukan pelanggaran yang dilakukan warga. Hal itu antara lain berupa penyambungan secara liar atau tanpa izin. Dengan sambungan liar tersebut warga bisa dikatakan mencuri air bersih secara membabi-buta.

Pada 29 April 2005 PT TPJ melaporkan, tiga bulan terakhir telah memeriksa sekitar 5.300 saluran dari 13 rayon di Jakarta Utara di mana terdapat sekitar 600 saluran liar. Di antaranya dari Rayon Gading Permai, Tipar Cakung, Dewa Ruci, Sindang, Enggano, Podomoro, dan Martadinata.

"Tahun ini kami bertekad lebih waspada untuk menghentikan praktik ilegal tersebut," kata Customer Service & Operations Director PT TPJ Graham Holt.

Jumlah sambungan liar yang ditemukan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Menurut Graham, pencurian air bersih selain dengan sambungan liar juga dilakukan di antaranya dengan cara merusak meteran air sampai mengubah catatan jumlah air yang tertera.

Sambungan liar itu pada akhirnya juga memengaruhi tekanan di dalam pipa. Pada akhirnya distribusi air bersih yang diperkirakan mencukupi kebutuhan para pelanggan tidak terpenuhi.

Seperti di Jalan Bisma Raya dan Jalan Bisma Timur 2, Jakarta Utara, akhir-akhir ini TPJ menemukan dan telah memotong sambungan liar dua pipa berdiameter 100 milimeter dan satu pipa berdiameter 75 milimeter. Pada Februari 2005 di wilayah tersebut tercatat tekanan di dalam pipa sebesar 0,4-0,5 atm bar. Namun, pada saat dibongkar tekanannya jauh di bawah nilai tersebut.

Wilayah Jakarta Utara dengan 13 muara sungai itu kini makin dihadapkan pada tantangan lingkungannya. Problem air bersih yang sulit didapat warga pada musim kemarau hanyalah sebagian kecil dampak dari terpinggirkannya konsep berwawasan lingkungan.

Selama ini konsep berwawasan lingkungan sering diungkap. Tetapi, tanpa disertai tindakan semestinya. Seperti di antara 13 sungai yang ada itu senantiasa mengalirkan air berwarna hitam pekat, karena berbagai limbah.