Tuesday, May 31, 2005

Persawahan di Rancaekek Tercemar Limbah Beracun (Rice cultivation in Rancaekek Polluted by Poisonous Waste)

Source: Pikiran Rakyat



Produksi Padi Turun Drastis, dari 7 Ton/ha Menjadi 2 Ton/ha

BANDUNG, (PR).-
Ratusan hektare sawah di empat desa di Kec. Rancaekek Kab. Bandung terindikasi mengandung bahan-bahan kimia beracun dan logam berat (B3), sehingga menurunkan produksi dan kualitas padi. Pencemaran terjadi karena para petani menggunakan Sungai Cikijing yang telah tercemar limbah industri tekstil sebagai sumber pengairan bagi pertanian mereka.

Kondisi itu terungkap dalam rapat kerja Tim Gabungan Komisi A, D, dan B DPRD Jabar dengan instansi terkait di Provinsi Jabar, yakni BPLHD, Dinkes, Distambang, PSDA, dan Satpol PP, di ruang Panmus DPRD Jabar, Senin (30/5).

English Translation

The production of Rice descended Drastic, from 7 Ton/ha To 2 Ton/ha

Bandung, (PR).-
Hundreds hectare the paddy-field in four villages in Kec. Rancaekek Kab. Bandung terindikasi contained poisonous chemicals and heavy metal (B3), so as to reduce the production and the quality of rice. Pollution happened because of the farmers made use of the Cikijing River that was most polluted the waste of the textile industry as the source of the irrigation for their agriculture.

The condition was expressed in Tim's working meeting the Combination of the A Commission, D, and B DPRD West Java with the related agency in the West Javanese Province, namely BPLHD, Dinkes, Distambang, PSDA, and Satpol PP, in space of Panmus DPRD West Java, Monday (30/5).


Menurut penelitian dari Pusat Penelitian Pengembangan Tanah dan Agroklimat sejak 2001, yang dipaparkan tim dari BPLHD maupun PSDA, tanah di persawahan Kec. Rancaekek mengandung natrium (Na) dengan konsentrasi tinggi yaitu 2,03-12,97 me/100g tanah. Sebagai perbandingan, kadar Na dalam tanah yang tidak tercemar limbah industri tekstil hanya 0,42 me/100g tanah. Selain Na, unsur logam berat pencemar lainnya yang terdeteksi adalah Hg, Cd, Cr, Cu, Co, dan Zn.

"Lokasi persawahan yang tercemar terletak di empat desa, yakni Desan Linggar, Babakan Jawa, Bojong Loa, dan Jelegong. Luasnya sekira 400 hektare. Produksi gabah yang biasanya mencapai 6-7 ton/ha setiap panen, kini turun hanya 1-2 ton/ha. Itu pun dengan kualitas yang buruk," kata staf sarana teknologi lingkungan BPLHD Jabar, Ratno Sardinata.

Ia mengungkapkan, pencemaran di sepanjang Sungai Citarum mencapai 220 ton setiap hari. "Sebanyak 40 ton di antaranya disumbang oleh sektor industri. Nah, dari 40 ton limbah industri yang mencemari Citarum itu, 20% atau 5,6 ton disumbang dari Kec. Rancaekek yang dialiri Sungai Cikijing dan bermuara ke Citarum," ujarnya.

Dari jumlah 5,6 ton itu, sumbangan limbah terbesar datang dari pabrik tekstil terbesar yang ada di wilayah Kec. Rancaekek. "Pabrik itu menyumbang limbah sebanyak 300 liter/detik dari keseluruhan limbah industri di kecamatan tersebut sebanyak 759 liter/detik," kata Ratno.

Disebutkan pula, sejauh ini memang belum ada penelitian yang menunjukkan kandungan merkuri dalam sungai yang tercemar limbah industri. "Namun, yang pasti sudah ada kandungan chrome yang juga termasuk kategori logam berat berbahaya," tuturnya.

Dibentuk pansus

Ketua Tim Gabungan DPRD Jabar Yazid Salman seusai pertemuan menegaskan, DPRD Jabar akan segera menindaklanjuti hasil rapat kerja tersebut. "Sebelumnya kami juga sudah melakukan kunjungan langsung ke lapangan. Berdasarkan laporan dan pengaduan para petani setempat, produksi panen mereka memang terus merosot. Ironisnya, mereka sendiri tidak mau mengonsumsi padi hasil panen mereka sendiri, karena takut tercemar dan lebih memilih menjualnya. Untuk makan sendiri, mereka membeli beras ke tempat lain."

Pihaknya juga mendapatkan laporan penelitian serupa dari salah seorang peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB). "Bahkan, dari penelitiannya, limbah di Rancaekek itu sudah mengandung merkuri. Ini yang akan kami kaji lebih lanjut. Bahkan, untuk mempertegas nilai politis menyikapi persoalan ini, DPRD Jabar akan membentuk Pansus Penyelesaian Limbah Industri di Rancaekek," kata Yazid.

Langkah pertama, pihaknya juga akan mengundang para pemilik industri serta para petani yang terkena dampak limbah. "Ini persoalan lama yang sebetulnya sudah diikat perjanjian, namun tampaknya ada yang tidak konsisten melakukan komitmen. Tapi, yang terpenting kehadiran limbah yang sudah kasat mata itu benar-benar membahayakan kesehatan," tegasnya.(A-64)***