Monday, June 13, 2005

Pemberlakuan UU SDA Ditentang (Implementation of UU SDA was opposed)

Source: Kompas



Kompas - 10 Juni 2005

Bandung, Kompas - Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air ditentang oleh organisasi Hizbut Tahrir Indonesia Daerah Kota Bandung. Penolakan tersebut dilakukan dengan berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Kamis (9/6).

Sekitar 300 pengunjuk rasa memulai aksinya pukul 09.00 dari Gedung Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Jabar dengan berjalan kaki. Selama lebih kurang satu jam pengunjuk rasa berorasi serta memegang spanduk dan karton berisikan pernyataan menolak UU Sumber Daya Air (SDA).

Humas Hizbut Tahrir Indonesia Daerah Kota Bandung Luthfi At-Tahriri mengatakan, unjuk rasa itu merupakan bentuk keprihatinan terhadap lolosnya undang-undang tersebut. "Kami mendukung upaya untuk menolak Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 karena kental dengan indikasi privatisasi dan komersialisasi," kata Luthfi.

English Translation

Kompas - June 10 2005

Bandung, Kompas - the Implementation of number regulations 7 2004 about Water resources was opposed by the organisation of Hizbut Tahrir Indonesia the Area of the Bandung City. This refusal was carried out in a demonstrating manner in front of the Satay Building, Bandung, on Thursday (9/6).

Approximately 300 demonstrators began his action struck 09.00 of the central buildings of Islam Preaching (Pusdai) West Java in a walking manner. For demonstrators's approximately one hour berorasi as well as held the banner and the containing carton of the statement refused UU of Water resources (SDA).

Public relations Hizbut Tahrir Indonesia the Area of the Bandung City of Luthfi At-Tahriri said, the demonstration was the form of the concern towards the escape of these regulations. "We supported efforts to refuse number regulations 7 2004 because thick with the indication of the privatisation and the commercialisation," said Luthfi.


Saat ini, kata dia, kebutuhan masyarakat Jawa Barat terhadap air sebanyak 17 miliar meter kubik per bulan masih sulit dipenuhi. Potensi air di Jawa Barat sebanyak 81 miliar meter kubik per bulan pada musim hujan, turun drastis menjadi 8 miliar meter kubik pada musim kemarau.

Unjuk rasa juga dilakukan sebagai upaya untuk menyadarkan masyarakat karena banyak yang belum mengetahui peraturan tersebut dan dampaknya. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 akan berakibat buruk karena di dalamnya dibahas mengenai hak guna usaha (HGU) air.


Luthfi menilai, perusahaan swasta baik lokal maupun asing dikhawatirkan akan menguasai distribusi air di Indonesia. "Air adalah hak setiap individu sehingga tidak boleh dikelola perusahaan swasta untuk dikomersialisasikan," tegasnya.

Luthfi mencontohkan dampak buruk penguasaan air oleh pihak swasta sudah dirasakan, antara lain di negara Afrika Selatan dan Bolivia. "Di negara tersebut, rakyat dan pemerintahnya harus menyediakan anggaran untuk penyediaan air," ujarnya.

Aksi Hizbut Tahrir tidak hanya dilakukan di Kota Bandung, tetapi juga di Makassar dan Jakarta. "Ini langkah awal untuk memberi pencerdasan supaya masyarakat sadar akan haknya," kata Luthfi.

Saat ini Undang-Undang SDA sedang dikaji kembali oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Luthfi tidak mengetahui sejauh mana proses pengkajian UU itu oleh MK. Namun, dia berharap UU terkait dibatalkan karena banyak pihak yang mendukung pembatalan UU itu.

Beberapa organisasi yang turut mendukung unjuk rasa Hizbut Tahrir Indonesia Daerah Kota Bandung, menurut Luthfi, antara lain Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) serta Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).

Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto menegaskan, UU SDA bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 33 Ayat (3) tercantum, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

"UU SDA menyebutkan, air adalah barang privat. Ini tercermin melalui pelimpahan pengelolaan air dalam rangka monopoli sumber daya air oleh pihak swasta, padahal dalam syariat Islam, sumber daya alam lain termasuk air adalah milik rakyat," demikian Ismail.