Monday, June 27, 2005

Utang PAM Jaya Ditanggung Pelanggan Air (Pam Jaya debt borne by water customer)

Source: Kompas



Kompas - 25 Juni 2005

Jakarta, Kompas - Utang Perusahaan Air Minum Jakarta (PAM Jaya) sebesar Rp 2,6 triliun selama ini ditanggung oleh pelanggan air. Utang sebesar itu muncul setelah ada kerja sama operasional atau KSO dengan dua mitra asing, Thames PAM Jaya (TPJ) dan PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).

Karena PAM Jaya terus merugi dan kerugian itu terus dibebankan ke masyarakat, beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan warga meminta agar perjanjian kerja sama itu dibatalkan. Persoalan itu disampaikan ke Komisi D DPRD DKI, Jumat (24/6).

English Translation

Jakarta, Kompas - the Jakarta debt of the Drinking Water Company (Pam Jaya) of Rp 2,6 trillion uptil now was borne by the water customer. The debt as big as that emerged after having the operational co-operation or KSO with two foreign partners, the Thames Pam Jaya (TPJ) and Pam Lyonnaise Jaya (Palyja).

Because Pam Jaya continued to run at a loss and the loss continued to be placed to the community, several non-governmental organisations (the NON-GOVERNMENTAL ORGANISATION) and the citizen asked that the co-operation agreement was cancelled. The problem was sent to the Commission of D DPRD Special Capital District, on Friday (24/6).


Beberapa LSM yang meminta perjanjian itu dibatalkan adalah Komunitas Pelanggan Air Minum Jakarta (Komparta), Masyarakat Air Minum Indonesia (MAMI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Kelompok Pelanggan Air Minum dari lima wilayah DKI.

Dalam pertemuan itu terungkap bahwa sumber masalah dalam pengelolaan air minum di Jakarta adalah sistem water charging (imbalan). Berdasarkan isi perjanjian kerja sama antara PAM Jaya dengan TPJ dan Palyja tahun 1997, ditetapkan imbalan sebesar Rp 1.788/m3 air yang harus dibayarkan kepada Palyja. Sementara kepada TPJ imbalannya sebesar Rp 1.993/m3.

”Dengan sistem ini, TPJ dan Palyja tidak pernah rugi. Belum apa-apa mereka sudah untung,” kata Poltak Situmorang, Ketua MAMI. Dalam perjanjian juga diatur soal rumusan menaikkan imbalan setiap enam bulan.

Menurut Poltak, selama tujuh tahun perjanjian kerja sama itu, PAM Jaya telah punya utang kepada TPJ dan Palyja sebesar Rp 905,687 miliar. Meskipun tarif air dinaikkan empat kali, jumlahnya tetap lebih kecil dari imbalan yang harus dibayarkan oleh PAM Jaya ke TPJ dan Palyja.

Selain soal imbalan, yang tidak lazim dalam KSO adalah tidak adanya perjanjian tentang dana/modal yang harus diinvestasikan oleh swasta pada awal kerja sama. Poltak mengungkapkan, kedua mitra swasta itu tidak menanamkan investasi apa pun. Pada awal perjanjian seluruh aset yang dimiliki oleh PAM Jaya senilai Rp 2,8 triliun diserahkan ke swasta.

Selama KSO, tarif rata-rata air telah naik empat kali dari Rp 1.444/m3 pada tahun 1998 menjadi Rp 5.200/m3 pada tahun 2005. Hal itu terjadi karena DPRD telah setuju kenaikan tarif otomatis setiap enam bulan sekali. Bulan Juli nanti tarif air di Jakarta akan naik lagi.

Ketua Komparta Achmad Djiddan Safwan mengatakan, KSO pemerintah daerah dan PAM Jaya harus terbuka kepada publik, berapa aset awal sebelum ada KSO. Palyja dan TPJ juga harus memublikasikan nilai investasi dan wujud investasi yang telah ditanamkan. Selama KSO, kapasitas produksi menurun dari 18.000 l/dt menjadi 11.000 l/dt sehingga pasokan air ke pelanggan tak cukup.

Read more!(Selengkapnya)

Antisipasi Kemarau, Disiapkan Cadangan Air Baku (Dry anticipation, Standard Water Reserve)

Source: Suara Merdeka

Suara Merdeka - 24 Juni 2005

SEMARANG- Ribuan meteran air dan jaringan PDAM di berbagai wilayah, diketahui bermasalah. Untuk itu, perusahaan daerah tersebut merencanakan merehabilitasi meteran air dan jaringan tersebut dalam waktu lima tahun.

Penjelasan tersebut disampaikan Dirut PDAM Ir Agus Sutyoso MSi, Senin (20/6) saat bersama jajarannya melakukan inspeksi mendadak di beberapa wilayah. Dia menjelaskan, meteran air bermasalah tersebut antara lain buram, ditempatkan tersembunyi, dan pengukurannya sudah tidak akurat.

English Translation

Semarang- Thousands Of water meters and the PDAM network in various territories, it was known had problems. So this regional company planned to rehabilitate the water meter and this network in time five years.

This explanation was sent by the Managing Director PDAM Ir Agus Sutyoso MSi, on Monday (20/6) during with his rank did the sudden inspection in several territories. He explained, this problematic water meter including the design, was placed was hidden, and his grating has been inaccurate.


Menurut dia, di Kota Semarang terdapat sekitar 134.000 pelanggan. Dari jumlah itu sekitar 15%, ternyata meteran airnya bermasalah. Meteran-meteran air semacam itu, antara lain terdapat di wilayah Semarang Utara di Perumahan Tanah Mas.

Warga di wilayah itu sering meninggikan rumah dan jalan untuk mengatasi persoalan rob. Akibatnya, pipa-pipa PDAM tertanam lebih dalam dan sulit dirawat. Selain itu letaknya juga banyak yang tertutup.

''Kami akan memperbaiki jaringan dan meteran air seperti itu. Namun, itu membutuhkan waktu lama, yakni sekitar empat sampai lima tahun,'' kata dia.

Air Baku

Saat diminta memberikan penjelasan tentang pasokan air baku untuk Instalasi Pengolahan Air (IPA) PDAM di Kelurahan Kudu, Kecamatan Genuk, diperkirakan bakal turun, menyusul datangnya musim kemarau. PDAM dan Dinas PSDA Jateng melakukan berbagai upaya antisipasi, antara lain mempersiapkan cadangan air baku untuk memasok IPA tersebut.

Agus Sutyoso menjelaskan, setiap hari IPA Kudu memperoleh pasokan air baku dari Waduk Klambu di Kabupaten Grobogan. Sedangkan Waduk Klambu memperoleh air dari Waduk Kedungombo. Pada musim kemarau tahun-tahun lalu, pasokan air dari Waduk Klambu untuk IPA Kudu mengalami penurunan. Hal itu mengakibatkan produksi IPA terbesar di Kota Semarang itu juga turun.

''Hingga hari ini (kemarin-Red), kami masih menggunakan pasokan air baku dari Bendung Klambu. Namun jika pasokan menurun, kami telah mempersiapkan cadangannya,'' ucap dia.

Suplesi atau cadangan air baku tersebut diambil dari Jatijajar, Gubug, Rowo Gubug, dan Semarang Oasther Leideng di Karangawen. Total pasokan air baku dari ke empat suplesi tersebut, sekitar 600 liter per detik sampai 800 liter per detik. Sementara pada saat normal, pasokan ke IPA tersebut sudah sekitar 950 liter per detik.

Staf Ahli Direksi PDAM RHS Heru Binowo menambahkan, pada saat musim hujan Waduk Klambu memasok air baku sekitar 1.500 liter per detik ke IPA Kudu. Namun dari jumlah itu, air yang masuk ke IPA hanya sekitar 950 liter per detik.

Read more!(Selengkapnya)

Air Sumur Warga Tercemar E coli (Citizen's well polluted with E Coli)

Source: Republika



Republika - 24 Juni 2005

TANGERANG -- Petugas Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tangerang mengambil sampel air sumur. Sampel diambil dari sumur di Desa Sarakan, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang. ''Air tersebut mengandung bakteri Escherichia coli (E coli),'' ungkap Kabid Pemberantasan Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2P-PL), Dinkes Kabupaten Tangerang, Yuliah Iskandar, Kamis (23/6).

English Translation

Tangerang -- the Official of the Health of the Service (Dinkes) the Tangerang Regency took the sample of well water. The sample was taken from the well in the Sarakan Village, the Sepatan Subdistrict, the Tangerang Regency. 'This water contained the Escherichia bacteria coli (E coli),' said the Head of Sector the Eradication of the Prevention of the Illness and environmental Sanitation (P2P-PL), Dinkes the Tangerang Regency, Yuliah Iskandar, Thursday (23/6).


Uji laboratoirum untuk mencari penyebab wabah muntaber di Kabupaten Tangerang itu dilakukan di Laboratoriom Kesehatan Daerah Serang, Banten. "Pada 8 Juni 2005, ketika ada korban meninggal dari Desa Sarakan, kami kemudian mengambil sampel air sumur di desa tersebut," kata Yuliah.

Selain uji sampel air sumur, pihak Dinkes Kabupaten Tangerang juga mengambil sampel makanan dari penjual es keliling. Namun, hasilnya belum diketahui.

Menurut Yuliah, bakteri E coli biasanya ada di kotoran manusia. Di beberapa desa tempat mewabahnya muntaber, rata-rata sanitasinya cukup buruk. Sebagian besar bibir sumur warga tidak berpelindung dinding di atas tanah. Pola buang hajat warga yang masih menggunakan empang atau membuang hajat di kebun, juga memicu penyebaran bakteri itu. "Tentu saja ketika turun hujan, kotoran tersebut bercampur dengan air dan juga terserap oleh sumur-sumur penduduk," terang Yuliah.

Selama ini, warga menggunakan air sumur untuk mandi, memasak, membersihkan sayuran, bahkan digunakan untuk minum. Dari hal semacam itulah diperkirakan bakteri E coli itu masuk. Setelah diketahui ada bakteri E coli di air sumur, Dinkes segera meminta PDAM Tangerang menyuplai air bersih ke wilayah yang terserang muntaber. Inspeksi sanitasi juga dilakukan di 10 kecamatan.

Hingga kemarin sore, jumlah penderita muntaber masih terus bertambah. Data dari Puskesmas Sepatan, Pakuhaji, dan Kedaung Barat, jumlah penderita muntaber telah mencapai 700 orang, terhitung sejak 1 Juni 2005. Jumlah meninggal 18 orang.

Read more!(Selengkapnya)

Mud and Mischief

Source: The Jakarta Post




A boy plays while working in a paddy field in Sleman regency, Yogyakarta. When most parts of the province are starting to experience water shortages, the regency's residents are enjoying plenty of rain out of season. (JP/Tarko Sudiarno)

Read more!(Selengkapnya)

Konsumen PDAM Cianjur Terganggu (PDAM Cianjur consumers disturbed)

Source: Pikiran Rakyat




CIANJUR, (PR).-
Sedikitnya 9.750 pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kab. Cianjur, dipastikan tidak terlayani air bersih selama empat hari mulai 28 Juni hingga 30 Juni 2005 menyusul adanya perbaikan bocoran pipa fiber diameter 500 di Jln. Pangeran Hidayatulloh. Untuk melayani kebutuhan warga, pihak PDAM memberikan pelayanan air bersih melalui mobil tangki.

English Translation
Cianjur, (PR).-
At Least 9,750 customers the regional Company of the Drinking Water (PDAM) Kab. Cianjur, it was confirmed was not served clean water for four days from June 28 to June 30 2005 followed the existence of the improvement of the leak of the pipe of diameter fibre 500 in the Jln. Prince Hidayatulloh. To serve the requirement for the citizen, the PDAM side gave the clean water service through the tanker car.


Direktur PDAM Kab. Cianjur. Drs. Akik Darul Tahkik melalui Kepala Bagian (Kabag) Produksi dan Distribusi, Budi Karyawan, S.H. mengatakan, perbaikan saluran pipa induk distribusi tersebut akan dimulai pada Selasa (28/6) pukul 9.00 WIB. "Kami minta maaf kepada para pelanggan PDAM, khususnya yang ada di Kota Cianjur. Dengan adanya perbaikan pipa yang bocor ini pasti distribusi air yang semula lancar jadi terganggu. Apa yang kami lakukan merupakan salah satu niat kami untuk meningkatkan pelayanan kepada para pelanggan," kata Budi ketika dihubungi, Minggu (26/6).

Untuk itu atas nama PDAM Kab. Cianjur, Budi mengimbau kepada para pelanggan PDAM untuk mempersiapkan air sebanyak mungkin untuk menghadapi gangguan perbaikan pipa induk yang bocor tersebut. Pihaknya juga menginformasikan kepada para pelanggan bahwa distribusi air akan kembali normal pada empat hari setelah perbaikan.

Read more!(Selengkapnya)

Wednesday, June 22, 2005

TPJ cuts Kalibaru water supply

Source: The Jakarta Post

JAKARTA: Tap water company PT Thames Pam Jaya (TPJ) announced on Monday that it had cut off the water supply to customers in Kalibaru, North Jakarta, who had not paid their bills for several months and to others who had tampered with water pipes.

The company said in a press release that it had received complaints about water disruptions from Kalibaru residents and had repaired the pipeline.

During the repair work, the company had discovered that many customers had made illegal connections to the pipeline.

"Without tip-offs from the public, it would have been difficult to find the source of water disruption," said customer service and operations director Graham Holt.

Read more!(Selengkapnya)

Cerita Lama, Jakarta Kekurangan Air Bersih (Same old story, Jakarta lacks clean water)

Source: Kompas




Kompas - 20 Juni 2005

CERITA mengenai Jakarta kekurangan air bersih mungkin tidak akan ada habisnya, sejak Jakarta menjadi kota sampai sekarang sudah berubah status menjadi provinsi. Dilihat dari kondisi topografisnya, Jakarta tidak mungkin kekurangan air. Ibu Kota negara ini dialiri 13 sungai, terletak di dataran rendah dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Bahkan, jika musim hujan tiba, Jakarta selalu kebanjiran.

DULU, Jakarta kekurangan air bersih karena belum tersedia fasilitas instalasi pengolahan air bersih. Masyarakat masih memanfaatkan air tanah dan sungai yang saat itu kondisinya masih jernih. Masalah juga tidak kompleks karena jumlah penduduknya belum mencapai jutaan jiwa. Sekarang, ketika penduduknya hampir mencapai 9 juta jiwa, isu kesulitan air bersih semakin memanas.

English Translation

RELATE about Jakarta the lack of clean water possibly will not have completely him, from Jakarta to the city to now has changed the status became the province. Seen from his topographic condition, Jakarta was not possible the lack of water. The capital of this country was passed through 13 rivers, was located in the plain and shared directly a border with Javanese Sea. Moreover, if the rain season arrived, Jakarta always was flooded.

PREVIOUSLY, Jakarta the lack of clean water because of being not yet available facilities of clean water of the processing installation. The community was still making use of the ground water and the river that at that time his condition was still clear. The problem also not complex because the number of his inhabitants did not yet reach millions of souls. Now, when his inhabitants almost reached 9 million souls, rumours of the clean water difficulty increasingly heated up.


Neraca Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2003 menunjukkan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) diperkirakan baru mampu menyuplai sekitar 52,13 persen kebutuhan air bersih untuk warga Jakarta. Sisanya masih menggunakan air tanah dangkal dan dalam. Padahal, sampai tahun 2005 pemerintah daerah sudah membangun enam instalasi pengolah air minum di lima wilayah Jakarta. Namun, penduduk tetap saja mengeluh kekurangan air minum.

Memang pernyataan itu benar. Sampai sekarang total kapasitas produksi yang dihasilkan oleh enam instalasi pengolahan air (IPA) tersebut dalam satu hari adalah 1,3 juta meter kubik. Sampai tahun 2004 jumlah penduduk Jakarta sekitar 9 juta jiwa. Paling tidak, dengan tingkat konsumsi maksimal 175 liter per orang, dibutuhkan 1,5 juta meter kubik air dalam satu hari.

Tercatat dalam sejarah, sekitar tahun 1950 Sjamsuridjal, Wali Kota Jakarta, menyatakan bahwa air minum merupakan satu dari tiga masalah penting yang dihadapi Jakarta. Solusinya, pemerintah membangun instalasi penjernihan air di Karet untuk menambah kapasitas produksi air sebanyak 5.000 liter per detik dan meningkatkan debit air dari sumber air Ciomas, Bogor. Bagi penduduk yang belum terjangkau fasilitas air bersih disediakan 230 hidran umum.

Tujuh tahun kemudian, Sudiro, yang saat itu memimpin Jakarta, membangun instalasi pengolahan air di Pejompongan yang berkapasitas 2.000 liter per detik. Proyek tersebut merupakan instalasi penyedia air yang pertama di Jakarta. Akan tetapi, tetap saja kapasitas produksi yang dihasilkan kurang karena setidaknya harus melayani sekitar 2,5 juta jiwa penduduk.

Baru pada tahun 1970, ketika penduduk Jakarta mencapai 4,4 juta jiwa, IPA di Pejompongan diperluas dan kapasitasnya ditingkatkan. IPA Pejompongan II dibangun dengan kapasitas terpasang 3.600 liter per detik. Namun, tetap saja hal itu tidak bisa memenuhi kebutuhan air minum warga Jakarta yang membutuhkan 776.000 meter kubik per hari. Warga yang belum bisa menikmati fasilitas air bersih dari PAM harus mendapatkan dari air tanah, penampungan air hujan, dan membeli air dari penjual air keliling. Mereka yang bisa menikmati kejernihan air hanya masyarakat menengah ke atas karena harga air minum mahal.

Masalah tidak berhenti pada peningkatan produksi air minum saja. Jaringan pipa distribusi air minum sudah berumur 50 tahun perlu diganti. Banyak pipa yang bocor dan berkarat yang mengakibatkan tekanan air berkurang. Kemudian, pemerintah memperbaiki dan menambah pipa-pipa distribusi sepanjang 225 kilometer.

Dua IPA di Pejompongan ternyata belum juga bisa menjawab kekurangan air bersih di Jakarta karena baru 15 persen penduduk yang bisa mendapatkan air bersih. Untuk menjawab masalah tersebut, tujuh tahun kemudian Gubernur Ali Sadikin membangun IPA Cilandak di Jakarta Selatan. Instalasi pengolahan air minum yang dibangun itu untuk menyediakan air minum bagi penduduk Jakarta Selatan.

Namun, tetap saja tiga instalasi air tersebut tidak bisa memenuhi kebutuhan 5,5 juta jiwa penduduk. Kapasitas produksi air IPA Cilandak hanya 400 liter per detik dan hanya mampu menambah 34.000 meter kubik air per hari.

Jumlah penduduk Jakarta terus bertambah. Pada sekitar tahun 1980 jumlahnya menjadi 6,4 juta jiwa, meningkat dua juta jiwa dari 10 tahun sebelumnya. Total kapasitas produksi yang dihasilkan 6.000 liter per detik atau 1,3 juta meter kubik per hari. Sedangkan kebutuhan domestik warga Jakarta adalah 1,1 juta meter kubik per hari.

Di atas kertas, empat instalasi air yang dibangun sudah bisa memenuhi kebutuhan air warga Jakarta. Sayang, keempat IPA tersebut baru bisa mencukupi kebutuhan penduduk Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan. Penduduk di Jakarta Timur belum bisa menikmati air bersih dari IPA yang dikelola PAM Jaya. Sekitar tahun 1982 IPA Pulo Gadung selesai dibangun. IPA yang berkapasitas 4.000 liter per detik tersebut untuk melayani penduduk Jakarta Timur dan sebagian Jakarta Barat.

Pada tahun yang sama, Gubernur R Soeprapto membangun IPA Taman Kota di Jakarta Barat. IPA yang berlokasi di Cengkareng tersebut berkapasitas 200 liter per detik. Air bersih yang dihasilkan diolah dari Kali Pesanggrahan dan didistribusikan untuk penduduk Jakarta Barat. Selain itu, dibangun pula IPA Buaran di Kali Malang, Jakarta Timur. Instalasi air bersih tersebut berkapasitas 5.000 liter per detik dan digunakan untuk melayani kebutuhan sebagian warga Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.

Setelah tahun 1982 pemerintah tidak membangun lagi sarana pengolahan air. Padahal, jumlah penduduk cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan kapasitas produksi air PAM dari IPA tidak pernah bertambah. Selain itu, air tidak hanya dibutuhkan untuk kepentingan rumah tangga. Fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, perkantoran, pertokoan, dan industri juga membutuhkan air bersih. Dari sumber mana lagi air bersih didapatkan?

Air tanah yang tercemar

Selain dari IPA yang dikelola PAM, pilihan penduduk adalah menggunakan air tanah yang bisa didapat dengan membuat sumur artesis. Celakanya, menurut penelitian Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Jakarta, 94 persen air tanah telah tercemar bakteri e-coli, logam besi dan mangan.

Pemompaan air tanah secara besar-besaran dan tidak terkendali juga mengakibatkan tanah ambles sekitar dua sampai tiga sentimeter per tahun. Jakarta Utara dan Barat merupakan wilayah yang rawan pencemaran dan mengalami penurunan tanah. Tidak hanya itu, intrusi air laut diperkirakan sudah sampai di Monas. Atau setidaknya sudah mencapai sepertiga wilayah Jakarta.

Sebenarnya pemerintah sudah berusaha mengatasi masalah ini dengan memperbaiki dan menambah jaringan air bersih. Tahun 2003 PT Thames Jaya, pengelola air bersih di sebelah timur Sungai Ciliwung, mengembangkan pipa saluran air bersih sepanjang 9,1 kilometer di Marunda. Setahun berikutnya, PT Palyja, pengelola air bersih di sebelah barat Sungai Ciliwung, memperluas jaringan sepanjang 829 kilometer dan merehabilitasi jaringan sepanjang 690 kilometer.

Sayang, usaha tersebut tidak efektif. Buktinya sampai sekarang masyarakat masih mengeluh kekurangan air bersih. Pencurian air juga banyak terjadi.

Masa depan air bersih di Jakarta akan semakin suram jika tidak dibangun instalasi pengolahan air minum lagi. Sepuluh tahun mendatang ketika jumlah penduduk diprediksikan menjadi 12 juta jiwa, dibutuhkan air bersih 2,1 meter kubik per hari.

Sampai saat ini PAM masih terseok-seok memenuhi kebutuhan air warga Jakarta. Air tanah sebagai alternatif kondisinya cukup buruk. Begitulah nasib warga Jakarta di ulang tahun ke-478 kotanya. (M Puteri Rosalina/Litbang Kompas)

Read more!(Selengkapnya)

Tuesday, June 21, 2005

Air Tanah di Jakarta (Ground Water in Jakarta)

Source: Kompas




Kompas - 20 Juni 2005

KUALITAS air tanah di kota metropolitan Jakarta semakin buruk. Padahal, sampai saat ini sebagian besar rumah tangga di Ibu Kota ini masih mengandalkan air tanah di samping air sungai dan situ sebagai sumber air bersih maupun air minum.

Hasil pemantauan yang dilakukan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta terhadap 48 sumur yang tersebar di lima wilayah pada Oktober 2004 menunjukkan, air tanah di Jakarta memiliki kandungan pencemar organik dan anorganik tinggi. Akibatnya, air tanah di wilayah Jakarta tidak sesuai lagi dengan baku mutu peruntukannya, terutama air minum.

English Translation

The QUALITY of the ground water in the metropolitan Jakarta city increasingly bad.
In fact, until this of most households in this Capital still was relying on the ground water by the river water and there as the source of clean water and the drinking water.

Results of the monitoring that was carried out the Control Body of the regional Environment (BPLHD) the Special Capital District of Jakarta against 48 spread wells in five territories in October 2004 showed, the ground water in Jakarta had the content of the organic and inorganic pollutant high. As a result, the ground water in the Jakarta territory again inappropriate in a standard manner the quality of his allocation, especially the drinking water.


Hasil klasifikasi indeks pencemaran (IP) di 48 sumur yang tersebar di lima wilayah menunjukkan, sembilan sumur cemar berat, 18 sumur cemar sedang, 12 sumur cemar ringan, dan sembilan sumur dalam kondisi baik. Wilayah yang mempunyai kualitas air paling jelek adalah Jakarta Utara. Tujuh dari delapan sumur yang dipantau di wilayah ini masuk kategori cemar berat dan sedang. Pada umumnya wilayah ini digunakan untuk kawasan industri dan permukiman padat.

Sementara wilayah yang kualitas airnya masih cukup baik adalah Jakarta Selatan yang umumnya digunakan untuk permukiman teratur, yakni permukiman yang pola bangunan serta sarana dan prasarananya teratur.

Berdasarkan ketinggian tanah, pada region pertama dari sumur yang dipantau, di antaranya masuk kategori cemar berat, yaitu di kawasan Pademangan, Penjaringan, Cilincing (ketiganya di Jakarta Utara), serta Kemayoran (Jakarta Pusat). Pada region kedua dan ketiga, dari 21 sumur yang dipantau, tiga sumur masuk kategori cemar berat, yaitu Cengkareng dan Kalideres (Jakarta Barat), serta Pulo Gadung (Jakarta Timur). Kawasan- kawasan tersebut merupakan kawasan industri dan permukiman padat.

Sedangkan pada region keempat dan kelima, kualitas air tanah mengalami pencemaran ringan dan sedang. Kedua region ini pada umumnya digunakan untuk permukiman teratur dan permukiman padat. Meski demikian, tidak semua permukiman padat selalu mengalami pencemaran. Di Pesanggrahan, misalnya, kualitas airnya masih cukup baik.

Dari segi kualitas fisik air tanah, pada umumnya keluhan yang disampaikan pemilik sumur adalah air yang berwarna kuning dan agak berbau. Di Jakarta Barat, dari sembilan sumur yang dipantau, tujuh sumur di antaranya berbau, keruh, berkarat, dan berkapur.

Di wilayah Jakarta Selatan dari 12 sumur yang dipantau, tujuh sumur berbau. Di wilayah Jakarta Timur dari 11 sumur yang dipantau, delapan di antaranya berbau, keruh, dan berwarna kuning. Sedangkan di Jakarta Utara terdapat satu sumur di Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, yang kualitasnya jelek, dan dua sumur berbau.

Hasil pemantauan juga menunjukkan 67 persen sumur pantau mengandung bakteri coliform dan 58 persen mengandung fecal coli melebihi baku mutu. Bakteri ini biasanya berasal dari air buangan rumah tangga, sungai, atau septic tank. Bakteri penyebab diare, sakit perut, muntah, dan mulas-mulas ini merembes dari permukaan tanah ke dalam air resapan dengan gampang.

Sementara itu, hasil analisis kimia dari air tanah menunjukkan jumlah sumur yang melebihi baku mutu mangan (Mn) mencapai 33 persen. Sedangkan persentase sumur yang melebihi baku mutu detergen mencapai 46 persen.

Salah satu penyebab pencemaran air tanah di Jakarta adalah penataan instalasi air yang amburadul. Misalnya, pembuatan septic tank yang terlalu dekat dengan air resapan. Padahal, idealnya jarak antara keduanya minimal 10-15 meter. Namun, seperti diketahui, persyaratan seperti itu sangat sulit dipenuhi oleh kawasan permukiman, terutama permukiman padat dan kumuh di kota besar yang berpenduduk sembilan juta ini.

Kalau tercemar secara bakteriologis mungkin lebih mudah karena proses alam, cemaran itu lebih gampang terurai. Namun, bila tercemar bahan organik, ceritanya lain lagi. Bahaya yang mengintai juga sangat besar.

Cemaran bahan kimia, obat-obatan, atau limbah elektronika akibatnya tidak terasakan saat ini, melainkan butuh waktu cukup lama, paling tidak sekitar 5-10 tahun. (Antonius Purwanto/ Litbang Kompas)

Read more!(Selengkapnya)

Presiden Ingatkan Masyarakat agar Hemat Air (President reminds community about saving water)

Source: Media Indonesia

Media Indonesia - 17 Juni 2005

WONOGIRI: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan masyarakat agar tetap berhemat dalam penggunaan air karena ketersediaan air bersih makin berkurang.

"Tetap berhemat menggunakan air, jangan biarkan air terbuang percuma, jangan mubazir," kata Presiden Yudhoyono dalam peresmian penggunaan sarana air bersih di Indonesia dalam meningkatkan ekonomi kerakyatan di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Jumat.

English Translation

Wonogiri: President Susilo Bambang Yudhoyono reminded the community in order to stay thrifty in the use of water because of the availability of clean water increasingly decreased.

"Stay thrifty made use of water, should not let water was thrown away no use, don't be superfluous," said President Yudhoyono in the appointment of the use of clean water means in Indonesia in increasing populist economics in the Wonogiri Regency, Central Java, on Friday.


Pada acara itu, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro menyerahkan sarana air bersih kepada 52 kabupaten di seluruh Indonesia yang kekurangan air, yang secara simbolis diterima oleh lima bupati masing-masing Bupati Wonogiri (Jawa Tengah), Bupati Pacitan (Jawa Timur), Bupati Padang Pariaman (Sumatera Barat), Bupati Belu (Nusa Tenggara Timur), dan Bupati Ponali (Sulawesi Tenggara).

Presiden Yudhoyono menyebutkan bahwa potensi air di Indonesia saat ini adalah 515 miliyar kubik per tahun dari 421 cekungan air yang tersebar di seluruh Indonesia. "Namun penyebaran air bersih di Indonesia tidaklah merata, sehingga banyak daerah yang mengalami kekurangan air bersih," katanya.

Ia menyebutkan banyak penduduk di pedesaan yang harus menempuh perjalanan jauh hanya untuk mendapatkan air bersih. Begitu pula di daerah perkotaan, banyak air yang sudah kotor karena tercemar polusi.

"Kelangkaan air bersih mulai dirasakan. Saya sering turun ke daerah-daerah yang kekurangan air bersih. Air mungkin saja ada, tetapi kotor dan tercemar polusi, sehingga tidak sehat untuk mencuci, masak, atau minum," kata presiden. "Dengan kondisi seperti itu, sering kali dilakukan upaya penjernihan, tetapi memakan biaya yang tidak sedikit."

Itu sebabnya presiden menyarankan agar berhemat air, dan jangan sampai lalai memelihara ketersediaan air, agar tidak terjadi malapetaka. "Tidak ada satu pun makhluk hidup yang bisa bertahan hidup tanpa air," katanya mengingatkan.

Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 27 tahun 2004, tentang sumber daya air, negara wajib memenuhi hak-hak rakyat akan tersedianya air bersih. Namun menurut presiden, upaya pemerintah dalam penyediaan air masih jauh dari harapan.

Dia menyebutkan Depertemen ESDM dan Pekerjaan Umum (PU) pada tahun 2004 telah membangun 58 sarana air bersih, dan pada tahun 2005 ditargetkan akan membangun 26 sarana air bersih.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri ESDM menyebutkan banyak penduduk yang saat ini harus menempuh perjalanan jauh hanya untuk pendapat sepikul air dan kalaupun membeli harganya sangatlah mahal.

Menteri mencontohkan, demi 1 tangki air ada masyarakat yang harus membayar Rp8-16 ribu/meter kubik.

Dia menegaskan, kini tercatat 900 desa yang memiliki kesulitan akses air bersih di seluruh Indonesia.

Usai acara peresmian, presiden dan rombongan menunaikan sholat Jumat di Masjid Taqwa, Kabupaten Wonogiri, dilanjutkan dengan meninjau sarana air bersih di Desa Eromoko, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.

Read more!(Selengkapnya)

Monday, June 20, 2005

Survey finds pollution remains unchecked

Source: The Jakarta Post




Abdul Khalik, The Jakarta Post, Jakarta

Jakarta's water, air and land continue to be heavily polluted by poisonous materials originating from households and factories, a survey shows.

Data from the Jakarta Environmental Management Agency (BPLHD) revealed that all 13 rivers here have been heavily polluted with industrial and domestic chemical wastes over the last several years.

BPHLD pollution control unit head Junani Kartawiria said that the average water pollution index in all rivers in Jakarta has reached more than 31 points, far above the tolerable level of under 10.

"The score shows that rivers here are heavily polluted with many dangerous materials. Both households and industry play a role in polluting the rivers," she told The Jakarta Post.

Junani said that her office's survey on water in household wells showed that around 75 percent of well water in the city is contaminated with E. coli bacteria.

As river water ends up in the sea, sea water along Jakarta's shoreline has also been affected. In addition, there have been at least four cases of sea pollution since 2004 around the Thousand Islands.

In April 2004, for example, 30 islets were polluted with oil, while similar incidents occurred in October 2004 and February 2005. Around 10,000 fish and turtles died in those incidents.

No action was taken against the persons or companies responsible for the oil spills, despite the fact that the agency and police handled the cases.

BPLHD has warned at least 13 companies about polluted rivers in the capital.

On March 30, the agency gave administrative sanctions to four companies -- PT United Can Co., PT Alaska Extrusindo, PT Hawaii Confectionery and PT Sinar Antjol -- because their waste exceeded pollution standards, while on May 20 another nine companies, including PT Artha Buana Sakti, PT Wirontono Baru, and CV Perfecta Textile, were given warnings.

Junani said that in all these years, her office has only reported one company to the police for pollution offenses that was subsequently prosecuted in court.

"Usually, we warn them first, and we give three months to make their waste tolerable. If they still ignore our warnings we block their waste pipes, and give them another three months. They can still do their business, but they can't dispose of their waste. If they still can't improve their waste, then we report the case to police," she said.

This means, she said, that it could take months or even years for an environmental case to reach court.

To make matters worse, although city police have a special unit for handling environmental violations based on Law No. 23/1997 on pollution, they seem to wait for reports from BPLHD before handling cases.

"We have to have a report from BPLHD to be able to deal with a case. We can directly handle a case if someone dies or the pollution has made huge impact on the public," Adj. Sr. Comr. Haydar, chief of natural resource unit at the city police, told the Post.

Read more!(Selengkapnya)

Saturday, June 18, 2005

Public told to conserve water

Source: The Jakarta Post




WATER: President Susilo Bambang Yudhoyono (center) refreshes himself with water from a well in Sumber village, Wonogiri, Central Java. The President urged the public on Friday to help conserve water in order to avoid shortages. Speaking during a ceremony titled "Using Clean Water to Support the People's Economy", Susilo said that while Indonesia had a great deal of water resources, they were not evenly spread.

"Some water can be obtained through drilling but that costs a lot," said Susilo.

He also took the opportunity to defend the much-criticized Law No.7/2004 on water resources, saying it was enacted to ensure that the state fulfilled its obligation to provide clean water to the public.

The law is currently being challenged before the Constitutional Court, with non-governmental organizations arguing that it commercializes water and converts it into an economic commodity.

Minister of Energy and Mineral Resources Purnomo Yusgiantoro said there the country had some 5,500 billion cubic meters of water reserves, and at least 421 major water basins.

In Central Java alone, at least six districts and 35 villages have no access to water, forcing residents to spend their hard-earned cash on buying water. At least seven regencies -- Rembang, Blora, Purwodadi, Pati, Kudus, Sragen and Wonogiri -- regularly experience severe droughts during the dry season.

This situation, said Central Java Governor Mardiyanto, resulted in farmers losing up to Rp 327.6 billion (US$34.5 million) every year.

Minister of Public Works Djoko Kirmanto said that over 900 villages were categorized as water critical due to problems in accessing water sources.

"In these areas, people have to pay between Rp 25,000 and Rp 50,000 for just one cubic meter of water. In Jakarta, people only pay about Rp 5,000 for the same amount of water," said Djoko. -- Blontank Poer/The Jakarta Post, Wonogiri

Read more!(Selengkapnya)

Friday, June 17, 2005

500 Keluarga Kesulitan Air Bersih (500 families experience clean water difficulty)

Source: Kompas



Kompas - 14 Juni 2005

Bandung, Kompas - Sebanyak 500 keluarga di Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, mempermasalahkan pembangunan kompleks perumahan Century Hill. Akibat kegiatan di kawasan Bandung Utara itu, sumber air bersih di desa tersebut kering dan warga kesulitan mendapat air bersih.

Keluhan itu disampaikan wakil warga Desa Cihideung sebanyak delapan orang, kepada anggota Tim Kecil Kawasan Bandung Utara (KBU) DPRD Jawa Barat di Bandung, Senin (13/6).

English Translation

Bandung, the Compass - totalling 500 families in the Cihideung Village, the Parongpong Subdistrict, the Bandung Regency, made an issue of the development of Century Hill housing of the complex. Resulting from the activity in the Bandung region North that, the source of clean water in this village was dry and the citizen of the difficulty of getting clean water.

The complaint was sent by the representative of villagers Cihideung totalling eight people, to the member Tim Small the Bandung Region North (KBU) DPRD West Java in Bandung, Monday (13/6).


Juru bicara wakil warga, Asep Sutarma, mengatakan, sebelum pembangunan berjalan, dua sumber mata air di Rukun Warga (RW) 06 dan RW 07 mengalir dengan lancar. Setelah pengerjaan proyek diperluas, kedua sumber air itu menjadi kering.

Pihak PT Cahaya Adiputra Sentosa sebagai pengembang, diakui Asep, sudah menyediakan air bersih. Bantuan itu disepakati dalam surat perjanjian antara warga dan pihak pengembang.

Dalam perjanjian, pengembang bersedia menjaga kelestarian sumber mata air bersih yang berada di Desa Cihideung serta menertibkan sarana saluran limbah dari kompleks perumahan yang dibangun. Namun, warga menganggap air bersih yang disediakan tidak layak dikonsumsi karena bercampur lumpur.

Kesulitan air itu sudah dialami warga selama dua tahun. "Sekarang masyarakat resah karena kesulitan air," kata Asep.

Awalnya, pembangunan yang diketahui warga hanya sebanyak tiga rumah, tetapi belakangan didapati bahwa proyek tersebut memiliki luas 30 hektar.

Anggota Tim Kecil KBU DPRD Jawa Barat, Syaiful Huda, mengatakan, aspirasi warga Desa Cihideung akan diperjuangkan.

Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Barat menyebutkan, Kawasan Bandung Utara merupakan daerah konservasi yang harus dilindungi.

Read more!(Selengkapnya)

Eksploitasi Air Akibatkan Pergeseran Tanah di Cekungan Bandung (Exploitation of water results in shifting land in the Bandung Basin)

Source: Republika




Republika - 14 Juni 2005

Di sebelah timur Kabupaten Bandung terdapat daerah industri yang dapat menyerap ratusan ribu tenaga kerja. Secara kasat mata, daerah yang berada di Kecamatan Rancaekek ini, memberi kontribusi yang cukup besar dalam kemajuan ekonomi di Jabar. Namun, bila dihitung-hitung, ancaman yang akan timbul dari daerah ini sangat besar.

Seperti diketahui, permukaan air di cekungan Bandung, setiap tahun, terus menurun, termasuk yang terjadi di Rancaekek. Sementara, tiap perusahaan tekstil, memerlukan air yang cukup besar untuk proses produksinya.

English Translation

On the east of the Bandung Regency was gotten the area of the industry that could absorb hundreds of thousands of manpower. Secara kasat the eyes, the area that was in this Rancaekek Subdistrict, gave the contribution that quite big in the progress of economics in West Java. However, when was counted-counted, the threat that will emerge from this area was very big.

As is known, the surface of water in the Bandung basin, every year, continued to descend, including that happened in Rancaekek. Now, each textile company, needed water that quite big for the process of his production.


Namun, penggunaan air yang sudah sangat besar ini, terkadang disalahmanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan. Buktinya, mereka mengambil air dalam jumlah yang lebih banyak tanpa izin.

Ada sejumlah perusahaan yang memerlukan cukup banyak air, di antaranya Kahatek. ''Perusahaan ini, memang perusahaannya besar dan membutuhkan air yang banyak. Tapi tidak bisa dipungkiri, Kahatek merupakan perusahaan yang bandel dan ngotot,'' ujar Kepala Seksi Bina Produksi Dinas pertambangan Jabar, Acep Turisno.

Pada 2002, kata Acep, pemprov membatasi perizinan penggunaan sumur artesis untuk Kahatek, hanya 23 sumur. Saat itu, kata dia, Kahatek mendesak kepada pemprov untuk memberikan tambahan izin, namun pemprov tidak menghiraukannya.

Memasuki otonomi daerah (otda), provinsi tidak mempunyai wewenang untuk membatasi ataupun memberikan izin. Akhirnya, Pemkab Sumedang memberikan tambahan izin menjadi 33 sumur artesis.

Pemberian tambahan izin, kaat Acep, sebenarnya bukan masalah. Namun, secara teknis, hal itu tidak layak karena daerah tersebut termasuk tanah merah. ''Artinya, daerah tersebut daerah kritis atau daerah yang airnya kritis,'' katanya menegaskan.

Acep menjelaskan, jika pengambilan air, bahkan pengeksploitasian air ini terus berlangsung, maka pengaruhnya sangat buruk. Permukaan air akan terus menurun, dan hal ini sudah terjadi di Rancaekek yang merupakan bagian dari Cekungan Bandung. Selain itu, kata dia, pengambilan air tersebut akan mengakibatkan pergeseran tanah dan mengakibatkan pengeroposan tanah.

''Jika tanah di Rancaekek keropos, maka jalur Rancaekek-Cicalengka terancam amblas,'' katanya menandaskan. Hal ini, karena penurunan air sudah sangat tinggi. Kondisi ambalasnya tanah akibat pengeroposan tanah, pernah terjadi di sebagian ruas Jalan Tol Padalarang-Cileunyi (Padaleunyi).

Untuk mengantisipasi hal itu, kata Acep, ada berbagai langkah yang harus diambil pemerintah. Yakni, tidak memberikan izin baru bagi perusahaan yang notabene memerlukan air dalam jumlah yang besar. Sedangkan bagi perusahaan yang sudah berdiri, disarankan untuk menggunakan air permukaan bukan, air tanah seperti bendungan.

Selain itu, kata Acep, pemerintah tidak menerbitkan syarat teknis dalam pemberian izin. Maksudnya, pemerintah akan memberikan izin jika pemilik perusahaan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Kalaupun tidak, kata dia, pemerintah mengurangi debit maksimal pengambilan air yang diizinkan dalam perpanjangan izin.

Untuk perusahaan lain, kata dia, yang memiliki lebih dari tiga sumur sebanyak 20 perusahaan. Perusahaan lainnya, hanya memilkki 3-10 titik sumur artesis.

Selain persoalan air tanah, Acep menjelaskan, Kahatek dan sejumlah perusahaan lainnya memiliki persoalan air limbah. Berdasarkan izin yang ada, Kahatek setiap hari hanya diperbolehkan membuang libah sebanyak 100-120 meter kubik per hari.

Kalau dikalikan dengan 33 sumur artesis yang dimiliki, maka limbah yang akan terbuang mencapai 3.960 meter kubik per hari. ''Berarti dalam satu bulan, limbah yang dibuang mencapai 100 ribu m3. Namun kenyataannya, limbah yang terbuang mencapai 150 m3 per hari,'' katanya menjelaskan.

Sementara itu, Direktur PDAM Kota Bandung, Maman mengatakan, PDAM menggunakan tiga sumber air, yaitu air permukaan, air tanah, dan sumber mata air. Namun, pasokan air tanah, saat ini, mengalami penurunan sekitar 60 persen dari debit air semula yang berkisar 20-40 liter per detik, menjadi sekitar lima liter per detik.

Maman mengatakan, menipisnya pasokan air tanah, di antaranya disebabkan semakin banyaknya sumur artesis dan peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang. Akibatnya, penggunaan air sulit terkendali. ''Saat ini, semakin banyak ruang terbuka yang kini dibangun perumahan,'' katanya.

Read more!(Selengkapnya)

Thursday, June 16, 2005

Ratusan Desa Terancam Krisis Air (Hundreds of villages threatened by Water Crisis)

Source: Pikiran Rakyat



CIREBON, (PR).-
Ratusan desa di delapan kecamatan di Kab. Cirebon terancam menderita krisis atau kekurangan air bersih. Ancaman itu menyusul bocornya sebuah pipa induk milik PDAM yang berada di Ds. Dukuhpuntang, Kec. Cikalahang.

Ada dugaan, bocornya pipa induk atau Bronc A (pengumpul air) di Cikahalang, disebabkan aktivitas galian C (penambangan pasir) liar. Penambangan pasir itu dikatakan liar, sebab Pemkab Cirebon hanya mengizinkan penambangan pasir di Kec. Astanajapura (Asjap), itu pun di lahan yang terbatas, di luar Asjap tidak ada penambangan pasir yang diizinkan. "Karena pipa bocor, suplai air dari Bronc A Cikalahang menjadi berkurang. Dampaknya akan dialami masyarakat pelanggan yang suplai air bersihnya dari pipa induk itu," tutur Direktur PDAM, Ir. Nasija, Rabu (15/6).

English Translation

Cirebon, (PR).-
Hundreds Of villages in eight subdistricts in Kab. Cirebon was threatened with suffering the crisis or the lack of clean water. The threat followed the leaking of a parent pipe belonging to PDAM that was in Ds. Dukuhpuntang, Kec. Cikalahang.

There was the assumption, the leaking or Bronc A of the parent pipe (the collector of water) in Cikahalang, was caused by the activity galian C (the mining of sand) wild. The mining of the sand was it was said wild, because Pemkab Cirebon only permitted the mining of sand in Kec. Astanajapura (Asjap), that then in the limited land, outside Asjap did not have the mining of sand that was permitted. "Because the pipe leaked, the supply of water from Bronc A Cikalahang to decreased." His impact will be experienced by the customer's community that the supply of his clean water from the parent pipe, said Director PDAM, Ir. Nasija, Wednesday (15/6).


Dari catatan PDAM, sedikitnya ada 105 desa di delapan kecamatan yang terancam kesulitan air bersih dalam beberapa pekan ke depan. Di 105 desa itu, sedikitnya ada 100.000 pelanggan PDAM, sebagian besar adalah pelanggan rumah tangga. PDAM sendiri masih kesulitan menentukan lokasi kebocoran. Sejauh ini hanya terlihat dari penurunan debit dengan perhitungan kapasitas air dengan debit yang keluar melalui pipa induk tadi.

Muncul dugaan sementara kalau kebocoran itu ada kaitan dengan kegiatan penambangan pasir. Bisa jadi, pipa induk itu menekuk sebab tanah digali sehingga pipa yang semula berada di atas, ikut turun seiring turunnya permukaan tanah.

Nasija mengemukakan, kebocoran itu berpotensi pada dampak sosial kesulitan air bersih di delapan kecamatan. Di antaranya Kec. Arjawinangun, Gegesik, Cirebon Utara, Kapetakan, Panguragan, Klangenan, Kaliwedi dan Palimanan. "Repotnya, kecamatan-kecamatan tadi selama ini merupakan kawasan rawan kekeringan dan kesulitan air bersih," tutur Nasija.

Kerugian besar juga bakal dialami PDAM. Sebab bila pipa induk itu jebol, kerugian bisa mencapai Rp 50 miliar lebih. Nasija menjelaskan, lokasi pipa induk Bronc A Cikalahang dengan penggalian pasir sangat dekat, tidak lebih dari 20 m. Karena pipa bocor, air kemudian muncrat keluar sehingga debit air menurun.

PDAM juga telah membuat surat mendesak agar Pemkab Cirebon melakukan penertiban terhadap aktivitas penambangan pasir itu. Sebab selain ada pipa induk, di Cikalahang juga terdapat pemandian yang persediaan airnya bisa habis. Nasija belakangan juga menerima banyak pengaduan dan keluhan dari masyarakat pelanggan air di 8 kecamatan tadi. Dari pengaduan, terungkap kalau masyarakat sudah resah sebab sudah 2 bulan terakhir aliran air PDAM ke rumah mereka semakin kecil, bahkan sering tidak mengalir.

Read more!(Selengkapnya)

Karet Bendungan Bocor (Leaking Dam)

Source: Pikiran Rakyat



BAGIAN karet dari Bendungan Bangkir di Desa Bangkir, Kecamatan Lohbener, Kabupaten Indramayu mengalami kebocoran, Senin (13/6). Bendungan yang dibangun pada tahun 1987 tersebut di samping berfungsi sebagai pengendali banjir di alur Sungai Cimanuk, pada bagian hilir sebelum melintasi bendungan dimanfaatkan PDAM Kabupaten Indramayu sebagai tempat pengambilan air baku.*MARSIS SANTOSO/"PR"

English Translation

The rubber PART of the Bangkir Dam in the Bangkir Village, the Lohbener Subdistrict, the Indramayu Regency experienced loss, on Monday (13/6). The dam that was built during 1987 this besides functioning as the manager of the flood in the Cimanuk River channel, in the lower part before crossing the dam was made use of PDAM the Indramayu Regency as the place of the taking of standard water.

Read more!(Selengkapnya)

Wednesday, June 15, 2005

World Bank Report: East Asia Decentralises

Source: World Bank




East Asia Decentralises - Web Link (Click Here)

Making Local Government Work in East Asia

More than ever, the future of East Asian countries depends on the capacity and performance of local and provincial governments, according to the World Bank report, East Asia Decentralizes.

This decentralization has also unleashed local initiative and energy, with new ways to deliver services to people. With great potential for continued improvement and innovation, finds the report, it is essential that decentralization is done right.

The report, which focuses on six countries, notes the differences in the approach to decentralizing government in Cambodia, China, Indonesia, the Philippines, Thailand, and Vietnam. Despite encouraging progress, fundamental problems remain. Across the region, local governments lack the resources and power to fulfill their new responsibilities, and they have few incentives to improve their performance.

Read more!(Selengkapnya)

Monday, June 13, 2005

Pemberlakuan UU SDA Ditentang (Implementation of UU SDA was opposed)

Source: Kompas



Kompas - 10 Juni 2005

Bandung, Kompas - Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air ditentang oleh organisasi Hizbut Tahrir Indonesia Daerah Kota Bandung. Penolakan tersebut dilakukan dengan berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Kamis (9/6).

Sekitar 300 pengunjuk rasa memulai aksinya pukul 09.00 dari Gedung Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Jabar dengan berjalan kaki. Selama lebih kurang satu jam pengunjuk rasa berorasi serta memegang spanduk dan karton berisikan pernyataan menolak UU Sumber Daya Air (SDA).

Humas Hizbut Tahrir Indonesia Daerah Kota Bandung Luthfi At-Tahriri mengatakan, unjuk rasa itu merupakan bentuk keprihatinan terhadap lolosnya undang-undang tersebut. "Kami mendukung upaya untuk menolak Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 karena kental dengan indikasi privatisasi dan komersialisasi," kata Luthfi.

English Translation

Kompas - June 10 2005

Bandung, Kompas - the Implementation of number regulations 7 2004 about Water resources was opposed by the organisation of Hizbut Tahrir Indonesia the Area of the Bandung City. This refusal was carried out in a demonstrating manner in front of the Satay Building, Bandung, on Thursday (9/6).

Approximately 300 demonstrators began his action struck 09.00 of the central buildings of Islam Preaching (Pusdai) West Java in a walking manner. For demonstrators's approximately one hour berorasi as well as held the banner and the containing carton of the statement refused UU of Water resources (SDA).

Public relations Hizbut Tahrir Indonesia the Area of the Bandung City of Luthfi At-Tahriri said, the demonstration was the form of the concern towards the escape of these regulations. "We supported efforts to refuse number regulations 7 2004 because thick with the indication of the privatisation and the commercialisation," said Luthfi.


Saat ini, kata dia, kebutuhan masyarakat Jawa Barat terhadap air sebanyak 17 miliar meter kubik per bulan masih sulit dipenuhi. Potensi air di Jawa Barat sebanyak 81 miliar meter kubik per bulan pada musim hujan, turun drastis menjadi 8 miliar meter kubik pada musim kemarau.

Unjuk rasa juga dilakukan sebagai upaya untuk menyadarkan masyarakat karena banyak yang belum mengetahui peraturan tersebut dan dampaknya. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 akan berakibat buruk karena di dalamnya dibahas mengenai hak guna usaha (HGU) air.


Luthfi menilai, perusahaan swasta baik lokal maupun asing dikhawatirkan akan menguasai distribusi air di Indonesia. "Air adalah hak setiap individu sehingga tidak boleh dikelola perusahaan swasta untuk dikomersialisasikan," tegasnya.

Luthfi mencontohkan dampak buruk penguasaan air oleh pihak swasta sudah dirasakan, antara lain di negara Afrika Selatan dan Bolivia. "Di negara tersebut, rakyat dan pemerintahnya harus menyediakan anggaran untuk penyediaan air," ujarnya.

Aksi Hizbut Tahrir tidak hanya dilakukan di Kota Bandung, tetapi juga di Makassar dan Jakarta. "Ini langkah awal untuk memberi pencerdasan supaya masyarakat sadar akan haknya," kata Luthfi.

Saat ini Undang-Undang SDA sedang dikaji kembali oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Luthfi tidak mengetahui sejauh mana proses pengkajian UU itu oleh MK. Namun, dia berharap UU terkait dibatalkan karena banyak pihak yang mendukung pembatalan UU itu.

Beberapa organisasi yang turut mendukung unjuk rasa Hizbut Tahrir Indonesia Daerah Kota Bandung, menurut Luthfi, antara lain Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) serta Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).

Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto menegaskan, UU SDA bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 33 Ayat (3) tercantum, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

"UU SDA menyebutkan, air adalah barang privat. Ini tercermin melalui pelimpahan pengelolaan air dalam rangka monopoli sumber daya air oleh pihak swasta, padahal dalam syariat Islam, sumber daya alam lain termasuk air adalah milik rakyat," demikian Ismail.

Read more!(Selengkapnya)

PDAM Subang Akan Naikkan Tarif (PDAM Subang will raise the tariff)

Source: Pikiran Rakyat

Pikiran Rakyat - 09 Juni 2005

SUBANG, (PR). Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Subang akan menaikkan tarif air bersih sebesar 30% seiring dengan meningkatnya biaya operasional yang secara tidak langsung mempengaruhi kinerja perusahaan daerah milik Pemkab Subang tersebut.

Untuk mengimbangi rencana kenaikan itu, PDAM akan berusaha meningkatkan pelayanan yang optimal kepada masyarakat dengan menyediakan kebutuhan air bersih secara merata di semua wilayah.

English Translation

SUBANG, (PR).
The regional company of the Drinking Water (PDAM) the SUBANG Regency will raise the clean water tariff as big as 30% together with the increase in the operational cost that in a manner indirectly influenced the achievement of the regional company belonging to this Pemkab Subang.
To match the rise plan, PDAM will try to increase the optimal service to the community by providing the requirement for clean water evenly in all the territories.


Demikian disampaikan Direktur Utama PDAM Kabupaten Subang Drs. H. Deddy Pujasumedi kepada "PR", Rabu (8/6) berkaitan dengan rencana penyesuaian tarif yang akan dilakukan pihak perusahaan daerah yang bergerak di bidang penyediaan air bersih tersebut. Menurutnya, kenaikan tarif air bersih sebesar 30% itu akan dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.

"PDAM Subang akan menaikkan tarif secara bertahap demi menunjang kegiatan operasional seiring dengan kenaikan biaya operasional seperti kenaikan BBM, listrik, pipa, bahan kimia dan sebagainya yang tentunya sangat membebani PDAM," kata Dedy seraya menyebutkan tarif PDAM di Kabupaten Subang sekarang ini Rp 950,00/m3 lebih rendah dibandingkan tarif PDAM di kabupaten/kota lain di Jabar yang berkisar pada angka diatas Rp 1.000,00/m3.

Menurutnya, dengan tarif sebesar Rp 950,00/m3 itu sebenarnya PDAM Subang telah mensubsidi pelanggan sebesar Rp 470,00/m3 sesuai dengan biaya produksi yang sudah mencapai Rp 1.450,00/m3. "Selama ini PDAM sudah menyubsidi pelanggan sebesar Rp 470,00/m3," jelasnya.

Selain itu, ia juga menjelaskan PDAM saat ini tengah mengembangkan air bersih ke daerah pantura Subang dengan membangun water treatment plant (WTP) dengan kemampuan 50 liter/detik sehingga bisa menambahkan kemampuan PDAM mendistribusikan air bersih ke 1.200 sambungan baru.

Dengan dibangunnya WTP tersebut akan membebani biaya operasional namun memiliki keuntungan yaitu ada penambahan pelanggan yang dapat terlayani air bersih.

Kebutuhan air bersih, kata Dedy, merupakan salah satu indikator dalam rangka meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM) Kabupaten Subang yang sekarang berada pada urutan terbawah di Jabar. "Indikator di dalam IPM itu salah satunya kesehatan yang di dalamnya juga termasuk penyediaan air bersih," katanya.

Menurutnya, jumlah pelanggan air bersih di Kabupaten Subang yang terdiri dari 22 kecamatan itu hanya berjumlah kurang lebih 21.600 dengan dua daerah kecamatan sebagai primadona penghasil utama PDAM yaitu Kecamatan Subang dan Pamanukan.

Read more!(Selengkapnya)

2 Sumber Mata Air Mati Warga Cihideung Resah (2 sources of springs cease; Cihideung Citizens Restless)

Source: Pikiran Rakyat



Diduga Dampak Pembangunan Perumahan Century Hills

BANDUNG, (PR).-
Ratusan kepala keluarga (KK) di empat rukun warga (RW) yakni RW 6, 7, 8, dan 9 Desa Cihideung Kec. Parongpong Kab. Bandung, resah menyusul matinya dua sumber mata air, yaitu sumber mata air Guha Lalae dan Binong.

Matinya dua sumber mata air tersebut, menurut sejumlah warga, terjadi setelah projek pembangunan perumahan dan wisata Century Hills, mulai dikerjakan dua tahun belakangan ini.

English Translation

Expected by the Impact of the Development of Century Hills Housing

Bandung, (PR).- Hundreds Of head of household (heads of households) in four harmonious the citizen (RW) namely RW 6, 7, 8, and 9 Cihideung Kec villages. Parongpong Kab.Bandung, restless followed the death of two sources of the spring, that is the source of the Guha Lalae spring and Binong.

The death of two sources of this spring, according to several citizens, happened after projek the development of housing and the Century Hills tour, began to be done in the past two years.


"Lokasi sumber mata air itu kan persis di bawah projek Century Hills, sehingga dengan penggundulan lahan untuk projek, sumber mata airnya jadi mati," kata H. Asep Sutarma, tokoh masyarakat setempat saat ditemui di rumahnya, Sabtu (11/6).

Menurut Asep, sebelum ada projek perumahan dan wisata itu, dua mata air tersebut merupakan sumber air yang sangat melimpah. Mata air itu biasa dimanfaatkan warga untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari.

Disebutkan, sejak dua tahun ini, warga memang mendapat penggantian pasokan air ke rumah-rumah. Namun, debit pasokan air yang kemudian ditampung di bak penampungan di Desa Cigugur itu sangat kecil. Selain itu, air untuk warga itu bercampur lumpur karena berasal dari rembesan air selokan dari Sungai Cibeureum.

"Kalau untuk kebutuhan mandi dan cuci kami memang memanfaatkan sumber air pengganti itu. Tapi, untuk minum, kami tidak berani memakainya karena berlumpur. Dua hari saja lumpur tidak disedot dari dasar bak penampungan, tingginya sudah bisa sampai 10 cm," kata Asep.

Warga sudah berkali-kali menyampaikan kepada kepala desa setempat agar dipertemukan dengan pengembang menyangkut penggantian sumber mata air yang mati. Namun, uapaya warga tidak pernah berhasil karena pengembang selalu sulit ditemui.

Merasa ditipu

Kendati selama dua tahun belakangan ini warga cukup kesal dengan persoalan air, namun mereka tetap sabar dengan harapan pihak pengembang bersedia mematuhi perjanjian yang sudah ditandatangani oleh Indra Muliadi Sugiharto. Dalam perjanjian yang ditandatangani 17 Oktober 2000 itu, pihak pengembang, melalui Indra, bersedia menjaga kelestarian mata air itu.

Selain itu, pengembang bersedia memberdayakan tenaga kerja warga sekitar selama projek pembangunan sebagai petugas sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan upah kerja.

"Kenyataannya, warga hanya dipekerjakan untuk tenaga kasar seperti buruh dan kuli. Kami juga merasa ditipu pengembang, karena awalnya izin kepada warga dikatakan hanya untuk membangun tiga rumah pribadi Indra Muliadi Sugiharto," kata Asep.

Ketika pengembang Century Hills hendak dikonfirmasi, "PR" hanya ditemui komandan satpam Ujang Ahmad. Menurut Ujang Ahmad yang juga Ketua RT 02/RW 06, sebenarnya persoalan antara warga dengan pengembang sudah tertangani, termasuk soal penggantian sumber air.

"Sebenarnya tidak ada masalah apa-apa antara warga dengan pengembang, karena persoalan warga dengan pengembang sudah ditangani," ujar Ujang.

Sementara itu Wakil Ketua Tim Kecil Pembahasan Kawasan Bandung Utara (KBU) DPRD Jabar, Syaiful Huda menyatakan, semua pihak termasuk 115 pengembang yang mengantongi izin untuk mengembangkan KBU harus menghormati aturan hukum yang ada dengan menghentikan semua kegiatannya. "Berdasarkan SK Gubernur No 181.1/SK.1624-Bapp tahun 1982 KBU sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi."

Syaiful Huda juga meminta pemerintah baik Provinsi Jabar, Pemkot Bandung dan Cimahi maupun Pemkab Bandung untuk lebih tegas dan berani menegakkan hukum. "Ketegasan dan keberanian sikap politik yang diambil pemerintah berimplikasi kepada kewibawaan pemerintah di mata warganya," katanya.

Read more!(Selengkapnya)

Saturday, June 11, 2005

Customers oppose plan to raise water rates due to poor service

Source: The Jakarta Post

Damar Harsanto, The Jakarta Post, Jakarta

Tap water customers in the capital are increasing their opposition to plans to raise water rates in July despite continued poor service, ranging from billing problems to frequent supply disruptions.

"We represent tap water customers (in North Jakarta) who oppose the planned tap water rate hike because we do not seen any significant improvement in service," said the coordinator of a North Jakarta tap water communication forum during a meeting organized by the city tap water regulatory body on Thursday.

He said customers in Kalibaru, Ancol, Rawa Badak, Warakas, Tanjung Priok and Penjaringan, all in North Jakarta, had complained of poor water supplies.

"They complain about cloudy water and say the water supply is only normal from after 9 p.m. until early in the morning," he said.

Another customer representative from the Green Garden housing complex in West Jakarta complained about the faulty billing system, which has forced some customers to pay bills from five years ago.

The tap water regulatory body, which was set up by city tap water company PAM Jaya and its partners to mediate any problems arising from their cooperation, called together tap water customer associations, non-governmental organizations, PAM Jaya and its foreign partners Thames PAM Jaya and PAM Lyonnaise Jaya for a meeting to discuss the planned rate hike.

The hike, which would be the second this year, is part of an automatic rate hike scheme scheduled to raise rates every six months over the next five years, starting this year. Without fanfare, the administration raised tap water rates by an average of 8.14 percent on Jan. 20 this year. The increase ranged from 4 percent to 14 percent, depending on water consumption and customer classification.

"We want a progress report on the latest hike. We hope the administration will not raise rates again before an evaluation of the first increase is done," the coordinator of a West Jakarta consumers association said.

"There are numerous consumers in our association who have for several years suffered from poor water supplies, but they are still required to pay their bills. How can we explain this (planned hike) to them?" he asked.

According to the PAM Jaya's estimates, about 11 percent of more than 700,000 tap water customers across the capital only use tap water as a backup for their groundwater.

The chairman of the tap water regulatory body, Achmad Lanti, said revenue from the rate increase would be used to repay the outstanding debt of Rp 938 billion PAM Jaya owes its foreign partners.

France's Palyja serves customers in the west of Jakarta, while British TPJ, which is a subsidiary of Britain's Thames Water International, supplies customers in the east of the city.

Both TPJ and Palyja said they were still facing difficulties in supplying clean water to their customers, mainly due to untreated water and old pipe networks.

PAM Jaya's debts to the French company and the British company were incurred due to its failure to comply with required hikes stipulated in their cooperation agreement. The foreign companies also say they have invested huge amounts of money in their businesses.

Read more!(Selengkapnya)

Tuesday, June 07, 2005

Utang Pelanggan PDAM Mencapai Rp 900 Juta (PDAM Customer Debt Reaches Rp. 900 million)

Source: Pikiran Rakyat



Sebagian Besar di Sumedang Kota

SUMEDANG, (PR).-
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Sumedang, tengah berupaya untuk menagih utang rekening pemakaian air kepada sejumlah pelangganya yang sudah mencapai lebih kurang Rp 900 juta. Nilai tunggakan pelanggan sebesar itu, menurut Kabag Umum PDAM Sumedang, Rd. Moch. Taufik S., sebagian besar berada di sejumlah pelangggan PDAM seputar Sumedang kota.

"Nilai utang sebesar itu merupakan tunggakan atau utang-utang lama pelanggan terdata dan terhitung sejak tahun 1995. Semua nilai utang rekening dari para pelanggan tersebut, akan kami upayakan untuk ditagih dan bisa dilunasi oleh pelanggan pada tahun ini," ujarnya, kepada "PR", Senin (6/6).

English Translation

Most in Sumedang Kota

SUMEDANG, (PR).-
the regional Company of the Drinking Water (PDAM) the Sumedang Regency, make an effort to menagih the account debt of the use of water to an amount pelangga him that has reached approximately Rp 900 million. The value of the customer's arrears as big as that, according to Kabag the Public PDAM Sumedang, Rd. Moch.S. divine guidance, most was in an amount pelangggan PDAM around Sumedang the city.

The "value of the debt as big as that was arrears or long debts the customer was collect data on and counted since 1995. "All the values of the account debt from these customers, will be striven for by us to ditagih and could be settled by the customer in this year, he said, to "PR", on Monday (6/6).


Taufik menjelaskan, munculnya utang rekening di kalangan pelanggan itu umumnya dilatari alasan dari pelanggan menolak membayar rekening karena tidak mendapat kepuasan pelayanan dari PDAM. Sebetulnya, PDAM dari tahun ke tahun telah berusaha untuk memberikan kepuasan pelayanan.

"Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu kami telah berupaya meningkatkan pelayanan pasokan air kepada para pelanggan di sekitar Tanjungsari. Dan, ternyata setelah para pelanggan di sana merasa kebutuhan airnya setiap waktu bisa terlayani PDAM, para pelanggan penunggak rekening yang sebelumnya sulit ditagih, akhirnya mereka mau melunasi utangnya," tutur Taufik.

Ditanya, langkah peningkatan pelayanan seperti apa yang sekarang akan dilakukan untuk mendukung penarikan utang pelanggan serta untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan di seputar Sumedang kota, Taufik, menyatakan akhir-akhir ini pihaknya telah berupaya meningkatkan pasokan air.

Di antaranya dengan memperbaiki dan memelihara instalasi di sumber-sumber air PDAM, serta menekan tingkat kebocoran air di jaringan-jaringan pipa penyalurannya. Di samping itu, tambahnya, khusus untuk meningkatkan pelayanan pasokan air kepada para pelanggan PDAM di kawasan Sumedang kota, tahun ini pihaknya telah merencanakan untuk membuat dua titik sumur artesis.

Apalagi akhir-akhir ini telah terjadi peningkatan konsumsi air di kalangan pelanggan, volume air yang tersedia dan dipasok setiap bulan oleh PDAM menjadi tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan pelanggan. Sementara pasokan air dari sumber-sumber air ke intalasi pengolahan air PDAM semakin menurun.

Read more!(Selengkapnya)

Debit Air Permukaan Terus Menurun (Surface Water Debit Continues To Fall)

Source: Pikiran Rakyat




BANDUNG, (PR).-
Debit air permukaan dan bawah tanah di Kota Bandung terus mengalami penurunan, akibat kian menyempitnya daerah tangkapan air di bagian hulu. Oleh karena itu, upaya penghijauan kembali lahan-lahan di areal tangkapan air menjadi keharusan.

Hal itu dikemukakan Wali Kota Bandung Dada Rosada di sela-sela acara gerak jalan dan tanam pohon menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Lapang Dengdek Punclut, Minggu (5/6). Kegiatan tersebut diselenggarakan Asosiasi Praktisi Radio Siaran Indonesia (Aspirasi).

Prakarsa penanaman pohon pelindung yang dilakukan beberapa kelompok masyarakat, dinilai tepat. "Sebab, kita tidak mungkin menunggu lebih luas dan besar kerugian serta kerusakan yang diderita, untuk melakukan penghijauan," kata Dada.

English Translation

Bandung, (PR).-
the surface water Debit and underground in the Bandung City continued to experience the decline, resulting from increasingly the reduction in the area of the arrest of water in the upstream part. Therefore, re-reforestation efforts of lands in the area of the arrest of water became the obligation.

That was raised by the Bandung Mayor the Rosada Chest in gaps of the road of the movement agenda and buried the tree welcomed the environmental Day A the World in Open Dengdek Punclut, Sunday (5/6). This activity was held by the Association of the Practitioner Indonesian Broadcast Radio (Aspirasi.

The planting initiative of the protective tree that was done by several of the community's groups, it was thought exact. "Because, we were not possible to be waiting more wide and big the loss as well as damage that was suffered, to do the reforestation," said the Chest.


Salah satu kawasan yang dianggap penting yakni kawasan Punclut, karena kondisinya memang kritis. "Perlu dilakukan langkah-langkah agar degradasi kualitas alam dan lingkungan hidup di kawasan Punclut tidak berlarut-larut," ujar wali kota.

Lebih lanjut disebutkan, konsep pengembangan dan perluasan tegakan dengan penanaman pohon pelindung dan penghijauan merupakan tuntutan alam yang tidak dapat dikesampingkan. Oleh karenanya, Dada menaruh harapan agar kawasan hulu Kota Bandung tetap terjaga dan terawat habitatnya.

"Selain itu, pada kawasan hilir, kita harus semakin kuat mengendalikan tindakan ekspansionistik terhadap alam dan lingkungan. Hal itu dapat ditempuh dengan melakukan berbagai tindakan arif, seperti gerakan hemat dan menabung air, normalisasi sungai dan kali, serta pengendalian pencemaran dan lingkungan," kata Dada.

Sementara itu, Ketua Panitia Penyelenggara Sonjaya Akbar menyatakan, kegiatan itu dilakukan karena termotivasi oleh warga masyarakat kawasan Punclut yang merupakan bagian dari warga Kota Bandung.

Penanaman pohon itu diikuti 139 kelurahan yang ada di Kota Bandung. Namun, berdasarkan data, hanya 115 kelurahan yang turut andil di dalam kegiatan tersebut. Menurut Sonjaya, kegiatan tersebut akan kembali dilakukan pada tanggal 25 September 2005, saat Kota Bandung berulang tahun ke-195.

Read more!(Selengkapnya)

Monday, June 06, 2005

Air Tanah Turun Ambleskan Jakarta (Descending Groundwater in Jakarta)

Source: Kompas




Kompas - 02 Juni 2005

Jakarta, Kompas - Laju eksploitasi air tanah yang tak terkendali di wilayah Jakarta dan sekitarnya telah menyebabkan turunnya permukaan tanah dan tinggi muka air tanah, terutama di Jakarta Utara. Sebaliknya, curah hujan tinggi yang menyumbang banjir belum juga teratasi di beberapa kawasan, seperti Jakarta Pusat dan Jakarta Timur.

Informasi dari tim Manajemen Bioregion Bogor, Puncak, Cianjur (Bopunjur) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan, dampak lain eksploitasi air tanah di Jakarta adalah terjadinya amblesan tanah hingga 30 sentimeter di Jakarta Utara.

English Translation

Kompas - June 02 2005

Jakarta, the Compass - the Rate of the exploitation of the ground water that was not controlled in the Jakarta territory and surrounding area caused the fall of the surface of the land and high the face of the ground water, especially in Jakarta North. On the other hand, the high rainfall that contributed the flood has not still been overcome in several regions, like Jakarta the Centre and Jakarta East.

Information from the team of the Management of Bioregion Bogor, the Peak, of Cianjur (Bopunjur) the Indonesian Science Agency (LIPI) showed, the other impact of the exploitation of the ground water in Jakarta was the occurrence amblesan the land to 30 centimetre in Jakarta North.


Meski belum ada data persis mengenai cara penghitungan dan proses terjadinya amblesan, eksploitasi juga disinyalir menyebabkan penurunan permukaan air tanah di kawasan yang sama hingga 30 meter.

Peta intrusi air laut yang diperoleh tim pun menunjukkan intrusi air laut mulai memasuki wilayah Provinsi Banten dan pinggiran Bekasi.

Sebelumnya, intrusi air laut "hanya" teridentifikasi di wilayah Jakarta Utara mendekati perbatasan Jakarta Barat sisi utara. Intrusi di Jakarta diperkirakan lambat menjalar ke arah selatan karena tipe lapisan tanah yang lebih keras.

Untuk mengurangi dampak lebih besar akibat eksploitasi air tanah tak terkendali tersebut, tim manajemen bioregion Bopunjur LIPI berupaya menempuh cara pengurangan dampak eksploitasi yang efektif. "Kami tengah mengidentifikasi wilayah yang berpotensi ’menyuntikkan’ air tanah," kata anggota tim yang juga peneliti di Pusat Penelitian Biologi kelompok ekologi M Noerdjito. Ia didampingi anggota lainnya, Ibnu Maryanto, saat diwawancarai di Jakarta, Rabu (1/6).

Penyuntikan air tanah merupakan sebutan tim untuk menggambarkan mekanisme mempercepat pengisian air tanah dari siklus air yang turun sebagai air hujan.

Selama ini, minimnya luasan kawasan terbuka dan resapan air menyebabkan volume air yang mengalir di permukaan tanah (run off) besar. Akibatnya, ketersediaan air tanah berkurang karena air tak terserap.

Pada saat bersamaan, jumlah sumur bor yang menyedot air tanah hingga kedalaman puluhan meter terus bertambah seiring tumbuhnya kawasan industri. Kondisi ini diperparah dengan kontrol yang lemah.

Sinyalemen tim manajemen Bopunjur berdasarkan lokasi amblesan tanah dan muka air tanah, kondisi tersebut terkait erat aktivitas industri seperti di kawasan Jakarta Utara, Tangerang, dan Bekasi. "Siapa yang bisa mengawasi keberadaan sumur bor yang menyedot air hingga puluhan meter itu?" kata Noerdjito.

Karena itu, upaya memperbanyak ruang terbuka dan resapan air, khususnya di kawasan bercurah hujan tinggi, amat diperlukan sebagai jalan keluar. Ini pun dinilai baru efektif bila didukung kebijakan pemerintah daerah seperti pemindahan lokasi industri.

Rekomendasi

Maka Manajemen Bopunjur merekomendasikan langkah- langkah konkret yang perlu diterapkan di beberapa daerah hingga tingkat kecamatan, di antaranya dengan menetapkan kawasan terbuka dan resapan air di tiap wilayah.

"Saat ini kami sedang mengidentifikasi wilayah yang dapat menjadi prioritas, khususnya wilayah dengan tipe tanah yang mudah tertembus air dengan curah hujan tinggi. Baru tahun depan kami dapat merekomendasikan penerapan hingga tingkat mikro, di kecamatan-kecamatan," lanjut dia.

Yang dinilai masih menjadi hambatan adalah tidak terdapat kesatuan konsep penanganan wilayah terbuka dan resapan air antarkawasan. Begitu pula di tingkat departemen, apalagi di kota/kabupaten.

Bahkan, kawasan karst (batu kapur) di Jabar bagian selatan yang berpotensi menyerap air hujan dan menyuntikkan air tanah, beberapa waktu lalu diizinkan untuk ditambang.

Selain amblesan tanah dan penurunan muka air tanah, kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) terus terancam banjir. Salah satunya akibat curah hujan tinggi hingga mencapai 300-400 milimeter seperti yang teridentifikasi terjadi di beberapa wilayah, di antaranya Jakarta Pusat dan Jakarta Timur, serta Jawa Barat selatan.

"Di kawasan tersebut semestinya diperbanyak ruang terbuka dan resapan airnya, bukan terus untuk hunian. Tidak heran kalau di Jakarta Timur sering banjir," kata Ibnu.

Hasil penelitian tim manajemen Bopunjur beberapa waktu lalu juga mengidentifikasi kecamatan-kecamatan penyumbang run off tertinggi, khususnya yang berada di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung mulai dari Bogor hingga Jakarta.

Kecamatan-kecamatan itu, masing-masing Kecamatan Jagakarsa dan Tebet untuk Jakarta, Kecamatan Sukmajaya untuk Depok, Kecamatan Bogor Utara untuk Kota Bogor, dan Kecamatan Cisarua untuk Kabupaten Bogor.

"Untuk mengatasi banjir di Jakarta dan sekitarnya, selain kawasan Puncak yang juga harus diatasi adalah banyaknya aliran run off," kata dia.

Read more!(Selengkapnya)

Councillors OK water rate hike for BSD households

Source: The Jakarta Post



Multa Fidrus, The Jakarta Post, Tangerang

The Tangerang Regental Council endorsed on Friday a proposal by water company Tirta Kerta Raharja (TKR) to raise the water rates from Rp 1,800 per cubic meter to Rp 2,600 for residents at Bumi Serpong Damai (BSD) housing complex in Tangerang, West Java.

The endorsement, however, angered BSD residents who threatened to return to artesian wells and cut off their tap water supply.

Agus Nugraha, head of community unit 03, Lengkong Wetan village, BSD said on Saturday that some 700 residents had started digging wells after the council ignored their request to postpone the increase.

"The council and the tap water company cannot increase water rates without involving consumer representatives in the decision," he stressed.

Councilor Marlan Akip, who chaired a special committee for the water rate increase, said the hike for BSD residents was inevitable.

"The increase is expected to improve TKR's service and revenue since the company always suffers losses and moreover the water rates for BSD residents are the lowest (in the regency)," he said.

The Tangerang Water Company had already increased the rates in the regency from Rp 1,800 per cubic meter to Rp 2,600 in January. The increase, however, did not apply to BSD residents, who get water from the housing complex's developer.

The Tangerang Water Company supplied water to the developer at Rp 1,100 per cubic meter up until December 2004. Since January, however, the Tangerang Water Company has charged Rp 1,850 per cubic meter, forcing TKR to apply for an increase to the Tangerang Regental Council.

Five of the six factions in the regental council agreed to raise the water rates on Friday.

Public services manager of BSD City Donny Rahajoe said that it was understandable that BSD residents rejected the increase, but doubted that the residents would spend less if they used ground water.

"I think BSD residents should realize that they may have to spend more if they use ground water," he told The Jakarta Post.

He said that TKR supplied 200 liters of water per second to fulfill the needs of 11,000 BSD residents and that BSD management had disseminated information to residents about the plan to raise the rate since November.

Sukardi, chairman of the community units association in BSD city, said he would still ask the council to review its decision on the increase.

"The council should support the people's interests, not the company's," he said.

Read more!(Selengkapnya)

Thursday, June 02, 2005

City of Toronto water expert returns from tsunami-ravaged Indonesia - Another expert leaves soon

Source: Big News Network



TORONTO, June 1 /CNW/ - A City of Toronto water and sanitation expert sent to Indonesia to assist with tsunami relief has written a report that UNICEF will use to further inform its work in rebuilding water supplies for the island population of Nias.

Ted Bowering, manager of policy and program development in Toronto Water, spent May 14-24 working directly with the Canadian International Development Agency (CIDA) and the UN Development Program (UNDP), which are undertaking a major Emergency Response and Transitional Recovery (ERTR) program in the region. He supported the ERTR project team and worked with UNICEF to review and provide an assessment of water and sanitation needs in the towns of Gunung Sitoli, Teluk Dalam, Lahawe and Sirombo.

"The greatest challenge is to re-establish a sustainable water supply and delivery system in the area," said Bowering. "The earthquakes and tsunami have had a tremendous impact on the piped distribution systems and the people who rely on them. In Gunung Sitoli alone, the water pipes are broken in hundreds of places. Seventeen kilometres of water pipeline running from the water source to town also need to be rebuilt."

In his report, Bowering recommends:
- Reconstructing piped distribution systems to restore water delivery
systems that existed before the earthquake;
- Upgrading piped distribution systems to meet current demands for
water;
- Upgrading the technical and management skills of water systems
operators in order to create technically and financially sustainable
operations; and
- Upgrading rural access to clean water, including the development of
local springs with small reservoirs and washing stations.

"Ted Bowering's efforts were directed to the place he could make the best, highest value contribution," said Angela Keller-Herzog, First Secretary (Development), Canadian Embassy in Indonesia. "We are all extremely pleased with his ability to produce some really concrete, directly useful work in challenging conditions."

"I am very pleased that a City of Toronto staff member could assist the people of Indonesia in this way," said Mayor David Miller. "Ted has the exact kind of dedication and expertise that the City should be providing to help rebuild the region."

To further assist with the region's transition to a sustainable water supply, the City will send Ed Yathindra, a senior project engineer, to Indonesia from June 11 to July 9. Employed with the City for more than 14 years, Yathindra is an expert in the new construction of sanitary storm sewers, water mains and roads. He will travel under the same CIDA direction as did Bowering.

"I look forward to giving something back to the region," said Yathindra. "I feel their pain because my community in Sri Lanka was affected by the tsunami as well."

Following the tsunami disaster last Boxing Day, the City of Toronto committed to offering mid- to long-term assistance in the region with expertise where needed most. Bowering's contribution was the first step in fulfilling that commitment.

The City continues to work with the Federation of Canadian Municipalities and CIDA, as well as its employees to develop a program for providing municipal expertise to assist the region in the rebuilding efforts.

The Canadian government has committed $425 million over five years toward a comprehensive response to tsunami. These funds will be used for relief and rehabilitation, as well as construction in the most affected countries.

Read more!(Selengkapnya)